Rabu, 07 April 2010

Riau (Antropology)

Bab I
Pendahuluan

I.i Latar Belakang

Perubahan-perubahan yang begitu cepat terjadi dalam hamper semua aspek kehidupan dewasa ini memerlukan suatu pemikiran yang menyeluruh mengenai budaya. Era kita sekarang ini, yang lebih dikenal dengan sebutan era globalosasi dimana tembok-tembok pemisah antar umat manusia dalam satu dunia (global village) mulai memudar berkat kemajuan dibidang komunikasi dan transparansi.
Interaksi Melayu dengan non melayu sudah berlangsung lama ternyata membawa perubahan besar terhadap pembauran kebudayaan dan pendidikan masyarakat Melayu. Pembauran rasial dan etnik, percampuran unsur-unsur kebudayaan, dan perppaduan pendidikan diperoleh dari interaksi damai, saling menghormati,serta saling menyesuaikan dengan non- Melayu kawasan Asia – Afrika yang beragama Islam. Interaksi dengan motif – motif politik yang bersifat agresif,dominan dan kolonial dari non Melayu Eropa telah mengakibatkan orang Melayu terjajah dan terbelakang dalam hal pendidikan,keilmuan dan teknologi.
I.ii Rumusan Masalah
1. Pengaruh kebudayaan seperti apa yang terjadi dari segi kebudayaan masyarakat Melayu?
2. Pengaruh kebudayaan seperti apa yang terjadi darI segi pendidikan masyarakat Melayu?


I.iii Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini untuk dapat lebih mengetahui dan menganalisis pengaruh kebudayaan dan pendidikan yang terjadi pada orang Melayu akibat pengaruh dari orang non Melayu. Apakah pengaruh tersebut membawa pengaruh yang buruk bagi orang non Melayu atau tidak.
I.iv Hipotesis
Kedatangan non-Melayu Eropa yang agresif telah meninggalkna trauma pada orang Melayu. Perlakuan kolonialistik orang Portugis, Belanda dan Inggris serta agama Narani yang mereka bawa menyebabkan orang-orang Melayu membenci mereka. Akibatnya, orang – orang Eropa dipandang sebagai orang kafir yang harus dimusuhi.












Bab II
Tinjauan Pustaka

II.i. Teori Kebudayaan
II.i.i. Definisi Etimologis
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan tanah. Dengan mengerjakan tanah, manusia mulai hidup sebagai penghasil makanan ( food producing). Hal ini berarti manusia telah berbudi daya mengerjakan tanah karena telah menin ggalkan kehidupan yang hanya memungut hasil alam saja ( food gathering). Dalam sejarah kebudayaan, bajak dijadikan benda sejarah (artifact) sebagai bukti bahwa manusia telah berbudaya.
Pemilihan definisi kebudayaan yang tepat sangat sukar karena begitu banyak orang yang mendefinisikannya, beberapa diantaranya akan dibahas di dalam definisi konseptual.
II.i.ii Definisi Konseptual
II.i.ii.i Simpatupang, 1994
Semuanya pengaruh ini memberikan persamaan yang berbeda-beda kadarnya (dan juga perbedaan-perbedaan) pada budaya-budaya daerah yang berada itu.
II.i.ii.ii Koentjaraningrat, 1985
Semestaan Budaya:
1. sistem religi dan keagamaan
2. sistem dan organisasi kemasyarakatan
3. sistem pengetahuan
4. bahasa
5. sistem kesenian
6. sistem mata pencaharian hidup
7. sistem teknologi dan peralatan

Bangsa Indonesia memiliki (1985a):
1. “nilai budaya yang (tidak) berorientasi terhadap hasil karya manusia itu sendiri (tidak achievement oriented)”
2. “orientasi terlalu banyak terarah ke zaman lampau” sehingga “akan melemahkan kemampuan seseorang untuk melihat ke masa depan”
3. kecenderungan melarikan diri dari dunia ke dunia kebatinan “yang tidak begitu cocok dengan jiwa rasionalisme yang kita perlukan untuk mempercepat pembangunan”
4. kecenderungan “yang terlampau banyak menggantungkan diri kepada nasib”
5. kecenderungan untuk “menilai tinggi konsep sama-rata-sama-rasa...(yang) mewajibkan suatu sikap konformisme yang besar (artinya, orang sebaiknya menjaga agar jangan dengan sengaja berusaha untuk menonjol di atas yang lain)…(suatu) sikap (yang) agak bertentangan dengan jiwa pembangunan yang justru memerlukan usaha jerih payah dengan sengaja dari individu untuk maju dan menonjol di atas yang lain.
6. “adat sopan santun (yang) amat berorientasi ke arah atasan” yang mematikan hasrat untuk berdiri sendiri dan berusaha sendiri.

Mentalitas yang terbentuk sebagai akibat revolusi itu (1985b):
1. sifat mentalitas yang meremehkan mutu
2. sifat mentalitas yang suka menerabas
3. sifat tak percaya kepada diri sendiri
4. sifat tak berdisiplin murni
5. sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab yang kokoh.

II.i.ii.iii Featherstone, Smith, Konrad dan Hannerz
Jika pengertian-pengertian ini kita pakai untuk meninjau budaya-budaya etnis yang terdapat di Indonesia, maka aemboyan Bhinneka Tunggal Ika itu harus diberi pengertian dinamis dan bukan yang statis untuk mempertahankan dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan, yaitu Tunggal Ika, diantara seluruh rakyat Indonesia.
II.i.ii.iv Linus Suryadi Ag, 1990:117
Menjadi orang Indonesia berarti siap untuk diterpa proses perubahan. Dari Jawa atau Minang atau Batak, atau lainnya, menjadi Indonesia. Dari penganut agama yang eksklusif, menjadi penganut yang siap berdampingan dengan penganut agama lain, dalam komunitas baru yang bernama Indonesia.
II.i.ii.v Sutan Takdir Alisjahbana, 1979
Seluruh kebudayaan-kebudayaan Indonesia, juga kebudayaan daerah, akan berpokok pada ilmu dan bersifat progresif. Kalau berternak sapi di daerah, ia harus dipelihara secara ilmiah. Bahasa apa pun yang dikuasai sekolah-sekolah di desa, ia mesti memberikan ilmu abad keduapuluh ini. Warung di desa mesti dijalankan dengan pikiran yang menyadari efisiensi. Kita tak peduli petani memberi sesajen untuk Dewi Sri, namun mereka harus menanam padinya secara modern. Dalam hal ini sifat kedaerahan hilang. Indonesia adalah bagian dari dunia, dan karenanya ia tidak bisa lari dari kebudayaan progresif. Kenapa demikian? Karena kebudayaan yang berpokok pada ilmu, ekonomi, telah menyatukan dunia. Yang tidak sadar akan hal ini, berarti hidup dalam abad yang lampau. Kita masih hidup dalam abad pertengahan. Kesukarannya adalah karena cara berpikir unversitas belum sampai ke desa, dan rasionalisasi dalam bidang ekonomi serta efisiensi masih merupakan kata-kata asing.
Penjajahan adalah sebagai akibat hukum alam: yang pintar, kuat, dinamis, mesti menguasai yang bodoh, lemah dan statis.

Bagaimana pun bangganya kita, kita harus sadar bahwa kebudayaan kita tidak pintar, lemah dan statis. Kebanggaan kita kadang-kadang berlebihan. Kita kurang intropeksi. Kita harus melihat perubahan dunia secara nyata, jujur, jangan bermimpi dan berilusi. Kita harus merubah mental dari kebudayaan ekspresif dan fantasi, sedikit rasio yang berdasarkan intuisi, menjadi kebudayaan yang dikuasai rasio, perhitungan, dan realistis. Dengan itu, bukan berarti agama bakal hilang. Saya tak khawatir sumber agama akan lenyap. Hanya orang bodoh dan tak memahami arti agama sesungguhnyalah yang memiliki kekhawatiran demikian.
II.i.iii. Definisi Operasional
Dari beberapa definisi yang dikemukan oleh para ahli dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan, yaitu sistem atau ilmu pengetahuan yang meliputi adat istiadat, sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari- hari dan pola hidup manusia, kebudayaan itu bersifat abstrak.










II.i.iv Instrumen Teori Kebudayaan

Variabel Teori Dimensi Indikator
Kebudayaan 1. Ilmu Pengetahuan - Sosial
- Ekstrak
- Alam
2. Adat Istiadat - Upacara Adat
- Pengaruh nenek moyang
- Kepercayaan
- Kebiasaan
3. Pola Hidup - Cara berinteraksi
- Cara bersosialisasi
- Cara bersikap
- Cara bertindak
- Cara berbicara


II.II Definisi Mayarakat
1. Ralph Linton
Mayarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerjasama dengan cukup lama sehingga mereka dapat mengatur mereka dan menganggap bahwa diri mereka adalah satu kesatuan sosial dengan batas – batas yang dirumuskan dengan jelas
2. Selo Sumarjan
Mayarakat adalah orang – orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.



Bab III
Tinjauan Pustaka
1. Interaksi Melayu dan non Melayu dan Kebudayaan
Interaksi Melayu dan non Melayu tentu berpengaruh terhadap kebudayaan, baik terhadap budaya Melayu maupun non Melayu. Dalam segi tulisan, terlihat jelas bahwa huruf – huruf Melayu merupakan huruf Arab yang ditambah dan diberi variasi. Pemakaian huruf Arab ini secara timbal balik dapat memperkuat perasaan pembauran Melayu dan Aab, sehingga pengaruh budaya Arab dalam budaya Melayu semakin dalam. Pengaruh tidak hanya terbatas pada kebudayaan, tetapi juga peradaban, seperti cara hidup, cara bergaul, cara memperlakukan anggota keluarga, cara bermasyarakat dan sebagainya. Dalam kebudayaan, pengaruh Arab tampak pada bahasa,seni tari, seni musik, seni bangunan, dan lainnya. Banyak kata – kata Arab yang menjadi kata – kata Melayu. Nama – nama orang ataupun gelar para raja dan bangsawan banyak mengunakan istlah bahasa Arab.

Kebudayaan non Melayu tang lainny juga berpengaruh terhadap Melayu, tetapi tidak sekuat dan sedalam bahasa Arab. Lemahnya pengaruh budaya non Melayu selain Arab tersebut telah melahirkan budaya baru yang berifat campuran, yang terpisah dari budaya Melayu dan non Melayu itu sendiri. Budaya ini hanya dimiliki oleh peranakan, seperti misalnya budaya Baba dan budaya Ceti. Dalam percampuran ini unsur Melayu masih dominan, seperti dalam hal bahasa, adat istiadat, kesenian dan sebagainya. Pengaruh non Melayu yang hampir tidak ada ialah dari buday Eropa, karena pendeknya waktu interaksi, faktor psikologis, dan faktor agama.

Kedatangan non Melayu Eropa yang agresif telah meninggalkan trauma pada orang Melayu. Perlakuan kolonialistik orang Portugis, Belanda dan Inggris serta agama Nasrani yang mereka bawa menyebabkan orang – orang Melayu membenci mereka. Akibatnya orang – orang Eropa dianggap sebagai orang kafir. Orang – orang Melayu memandang budaya Eropa sebagai budaya kafir yang harus dimusuhi.
2. Interaksi Melayu- non Melayu dan Pendidikan
Pengaruh interaksi Melayu dan non Melayu yang sangat terasa ialah pendidikan. Interaksi Melayu dengan orang Arab yang membawa agama Islam telah menumbuhkan budaya Melayu – Arab ataupun Melayu yang Islam. Pendidikan yang diterima generasi muda maupun pendidikan dewasa diarahkan pada pembentukan pribadi Muslim. Oleh karena itu, pedidikan dilakukan di rumah tangga, di masjid, dan di sarau – sarau.

Pengembangan agama Islam di Melayu dilakukan oleh para ahli dakwah dan pedagang – pedagang Muslim. Pengembangan ini mendapatkan dukungan raja – raja atau kepala pemerintahan setempat, karena Islam telah masuk ke istana dan menjadi agama istana, sebelum menyebar ke pelosok negeri. Dengan demikian, kegiatan pendidikan yang dilakukan di masjid dan di sarau praktis mendapat dukungan para raja.

Pendidikan ini semakin meningkatkan jumlah penganut agama Islam. Para cendikiawan dan mubalig Islam jumlahnya juga semakin besar. Merekalah motor prnggerak penyebaran agama Islam ke pelosok – pelosok negeri. Mereka pulalah yang menjadi pendidik masyarakat. Citra masyarakat sangat baik, karena itu mereka menjadi idola generasi muda.

Pendidikan ini bersifat non formal dan informal. Kurikulum menggunakan kitab suci Al Quran dan hadis – hadis Rassulullah yang diperkaya dengan pikiran ulama – ulama besar di timur tengah, seperti iman Al Ghazali, Iman Syahfii, Iman Malik, dan Imam Hambali. Masyarakat dibimbing pada penghayatan dan kesadaran akan kehidupan kekal abadi setelah mati. Hidup di dunia hanya bersifat semenara, sehingga hidup harus digunakan untuk menghidupi hari akhir. Bekal ini merupakan amal baik dan ibadah.

Akibat sistem pendidikan yang demikian, pengetahuan yang diutamakan kepada generasi muda lebih banyak bersifat keagamaan dan filsafat hidup. Ilmu pengetahuan dalam arti sains boleh dikatakan tidak mendapatkan tempat. Bahkan teknologi yang berpangkal pada penemuan dan pembauran sangat ditentang, karena dianggap berlawanan dengan hukum Tuhan. Pememuan dan pembaharuan merupakan dua kegiatan yang dipandang mengandung unsur kreativitas yang terkadang berlawanan dengan alamiah dan pranata sosial.

Datangnya orang Eropa dengan bekal pendidikan sains dan teknologi tinggi yang agresif dan menjajas pertahan Melayu dalam menghadapi teknologi perang non Melayu (Eropa) menyebabkan interaksi kedunya terjalin dalam wujud penjajahan.

Selam 3 abad lebih Melayu dijajah non Melayu dan selama itu Melayu menganggap keadaan itu sebagai takdir yang diberikan Tuhan. Barat berhasil menguasai Teknologi dan Ilmu pengetahuan berkat pendidikan yang menumpuk kecerdasan dan kreativitas generasi mudanya, ditambah dengan semangat patriotik atas kejayaan bangsa – bangsa mereka di Eropa. Sebenarnya dalam hal patrotisme dan kedalaman agama, orang Melayu tidak terkalahkan. Mereka hanya kalah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dengan adanya kemajuan pendidikan, ilmu dan teknologi, non Melau Eropa memasuki masa industrialisasi yang memungkinkannya mengendalikan alam untuk kepentingan hidup manusia. Sementara itu, Melayu masih terlena, bergayut pada kemakmuran alam yang mengendalikan hidupnya. Orang – orang Melayu tidak menyukai anak – anak mereka masuk ke sekolah(formal) yang didikan oleh orang barat yang dinilai kafir, karena pendidikannya dianggap hanya akan menjauh manusia dari Tuhan.

Setelah non Melayu datang dan meletuskan meriam besar hasil teknologinya, Melayu baru tersentak sambil mencabut keris di pinggang, menahadang peluru meriam yang datang menerjang. Kerispun patah, tubuh terlentang bermandikan darah. Sebelum menemui ajalnua, cucu – cucu laksana Hang Tuah masih sempat memekikan semboyan ’Tak kan Melayu hilang di bumi’. Sejak itu, Melayu memang tidak hilang dari dunia, yang hilang hanya kemerdekaannya. Kedudukannya sebagai orang terjajah semakin menyudutkan, sehingga orang Melayu semakin tertinggal dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan kecerdasan. Apalagi semangat kebangsaan mereka sudah merosot.

Syukur, sekarang Melayu telah merdeka kembali dalam wadah kesatuan bangsa masing – masing negara yang berdaulat di Asia Tenggara.












Bab I
Pendahuluan

I.i Latar Belakang

Perubahan-perubahan yang begitu cepat terjadi dalam hamper semua aspek kehidupan dewasa ini memerlukan suatu pemikiran yang menyeluruh mengenai budaya. Era kita sekarang ini, yang lebih dikenal dengan sebutan era globalosasi dimana tembok-tembok pemisah antar umat manusia dalam satu dunia (global village) mulai memudar berkat kemajuan dibidang komunikasi dan transparansi.
Interaksi Melayu dengan non melayu sudah berlangsung lama ternyata membawa perubahan besar terhadap pembauran kebudayaan dan pendidikan masyarakat Melayu. Pembauran rasial dan etnik, percampuran unsur-unsur kebudayaan, dan perppaduan pendidikan diperoleh dari interaksi damai, saling menghormati,serta saling menyesuaikan dengan non- Melayu kawasan Asia – Afrika yang beragama Islam. Interaksi dengan motif – motif politik yang bersifat agresif,dominan dan kolonial dari non Melayu Eropa telah mengakibatkan orang Melayu terjajah dan terbelakang dalam hal pendidikan,keilmuan dan teknologi.
I.ii Rumusan Masalah
1. Pengaruh kebudayaan seperti apa yang terjadi dari segi kebudayaan masyarakat Melayu?
2. Pengaruh kebudayaan seperti apa yang terjadi darI segi pendidikan masyarakat Melayu?


I.iii Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini untuk dapat lebih mengetahui dan menganalisis pengaruh kebudayaan dan pendidikan yang terjadi pada orang Melayu akibat pengaruh dari orang non Melayu. Apakah pengaruh tersebut membawa pengaruh yang buruk bagi orang non Melayu atau tidak.
I.iv Hipotesis
Kedatangan non-Melayu Eropa yang agresif telah meninggalkna trauma pada orang Melayu. Perlakuan kolonialistik orang Portugis, Belanda dan Inggris serta agama Narani yang mereka bawa menyebabkan orang-orang Melayu membenci mereka. Akibatnya, orang – orang Eropa dipandang sebagai orang kafir yang harus dimusuhi.












Bab II
Tinjauan Pustaka

II.i. Teori Kebudayaan
II.i.i. Definisi Etimologis
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan tanah. Dengan mengerjakan tanah, manusia mulai hidup sebagai penghasil makanan ( food producing). Hal ini berarti manusia telah berbudi daya mengerjakan tanah karena telah menin ggalkan kehidupan yang hanya memungut hasil alam saja ( food gathering). Dalam sejarah kebudayaan, bajak dijadikan benda sejarah (artifact) sebagai bukti bahwa manusia telah berbudaya.
Pemilihan definisi kebudayaan yang tepat sangat sukar karena begitu banyak orang yang mendefinisikannya, beberapa diantaranya akan dibahas di dalam definisi konseptual.
II.i.ii Definisi Konseptual
II.i.ii.i Simpatupang, 1994
Semuanya pengaruh ini memberikan persamaan yang berbeda-beda kadarnya (dan juga perbedaan-perbedaan) pada budaya-budaya daerah yang berada itu.
II.i.ii.ii Koentjaraningrat, 1985
Semestaan Budaya:
1. sistem religi dan keagamaan
2. sistem dan organisasi kemasyarakatan
3. sistem pengetahuan
4. bahasa
5. sistem kesenian
6. sistem mata pencaharian hidup
7. sistem teknologi dan peralatan

Bangsa Indonesia memiliki (1985a):
1. “nilai budaya yang (tidak) berorientasi terhadap hasil karya manusia itu sendiri (tidak achievement oriented)”
2. “orientasi terlalu banyak terarah ke zaman lampau” sehingga “akan melemahkan kemampuan seseorang untuk melihat ke masa depan”
3. kecenderungan melarikan diri dari dunia ke dunia kebatinan “yang tidak begitu cocok dengan jiwa rasionalisme yang kita perlukan untuk mempercepat pembangunan”
4. kecenderungan “yang terlampau banyak menggantungkan diri kepada nasib”
5. kecenderungan untuk “menilai tinggi konsep sama-rata-sama-rasa...(yang) mewajibkan suatu sikap konformisme yang besar (artinya, orang sebaiknya menjaga agar jangan dengan sengaja berusaha untuk menonjol di atas yang lain)…(suatu) sikap (yang) agak bertentangan dengan jiwa pembangunan yang justru memerlukan usaha jerih payah dengan sengaja dari individu untuk maju dan menonjol di atas yang lain.
6. “adat sopan santun (yang) amat berorientasi ke arah atasan” yang mematikan hasrat untuk berdiri sendiri dan berusaha sendiri.

Mentalitas yang terbentuk sebagai akibat revolusi itu (1985b):
1. sifat mentalitas yang meremehkan mutu
2. sifat mentalitas yang suka menerabas
3. sifat tak percaya kepada diri sendiri
4. sifat tak berdisiplin murni
5. sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab yang kokoh.

II.i.ii.iii Featherstone, Smith, Konrad dan Hannerz
Jika pengertian-pengertian ini kita pakai untuk meninjau budaya-budaya etnis yang terdapat di Indonesia, maka aemboyan Bhinneka Tunggal Ika itu harus diberi pengertian dinamis dan bukan yang statis untuk mempertahankan dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan, yaitu Tunggal Ika, diantara seluruh rakyat Indonesia.
II.i.ii.iv Linus Suryadi Ag, 1990:117
Menjadi orang Indonesia berarti siap untuk diterpa proses perubahan. Dari Jawa atau Minang atau Batak, atau lainnya, menjadi Indonesia. Dari penganut agama yang eksklusif, menjadi penganut yang siap berdampingan dengan penganut agama lain, dalam komunitas baru yang bernama Indonesia.
II.i.ii.v Sutan Takdir Alisjahbana, 1979
Seluruh kebudayaan-kebudayaan Indonesia, juga kebudayaan daerah, akan berpokok pada ilmu dan bersifat progresif. Kalau berternak sapi di daerah, ia harus dipelihara secara ilmiah. Bahasa apa pun yang dikuasai sekolah-sekolah di desa, ia mesti memberikan ilmu abad keduapuluh ini. Warung di desa mesti dijalankan dengan pikiran yang menyadari efisiensi. Kita tak peduli petani memberi sesajen untuk Dewi Sri, namun mereka harus menanam padinya secara modern. Dalam hal ini sifat kedaerahan hilang. Indonesia adalah bagian dari dunia, dan karenanya ia tidak bisa lari dari kebudayaan progresif. Kenapa demikian? Karena kebudayaan yang berpokok pada ilmu, ekonomi, telah menyatukan dunia. Yang tidak sadar akan hal ini, berarti hidup dalam abad yang lampau. Kita masih hidup dalam abad pertengahan. Kesukarannya adalah karena cara berpikir unversitas belum sampai ke desa, dan rasionalisasi dalam bidang ekonomi serta efisiensi masih merupakan kata-kata asing.
Penjajahan adalah sebagai akibat hukum alam: yang pintar, kuat, dinamis, mesti menguasai yang bodoh, lemah dan statis.

Bagaimana pun bangganya kita, kita harus sadar bahwa kebudayaan kita tidak pintar, lemah dan statis. Kebanggaan kita kadang-kadang berlebihan. Kita kurang intropeksi. Kita harus melihat perubahan dunia secara nyata, jujur, jangan bermimpi dan berilusi. Kita harus merubah mental dari kebudayaan ekspresif dan fantasi, sedikit rasio yang berdasarkan intuisi, menjadi kebudayaan yang dikuasai rasio, perhitungan, dan realistis. Dengan itu, bukan berarti agama bakal hilang. Saya tak khawatir sumber agama akan lenyap. Hanya orang bodoh dan tak memahami arti agama sesungguhnyalah yang memiliki kekhawatiran demikian.
II.i.iii. Definisi Operasional
Dari beberapa definisi yang dikemukan oleh para ahli dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan, yaitu sistem atau ilmu pengetahuan yang meliputi adat istiadat, sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari- hari dan pola hidup manusia, kebudayaan itu bersifat abstrak.










II.i.iv Instrumen Teori Kebudayaan

Variabel Teori Dimensi Indikator
Kebudayaan 1. Ilmu Pengetahuan - Sosial
- Ekstrak
- Alam
2. Adat Istiadat - Upacara Adat
- Pengaruh nenek moyang
- Kepercayaan
- Kebiasaan
3. Pola Hidup - Cara berinteraksi
- Cara bersosialisasi
- Cara bersikap
- Cara bertindak
- Cara berbicara


II.II Definisi Mayarakat
1. Ralph Linton
Mayarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerjasama dengan cukup lama sehingga mereka dapat mengatur mereka dan menganggap bahwa diri mereka adalah satu kesatuan sosial dengan batas – batas yang dirumuskan dengan jelas
2. Selo Sumarjan
Mayarakat adalah orang – orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.



Bab III
Tinjauan Pustaka
1. Interaksi Melayu dan non Melayu dan Kebudayaan
Interaksi Melayu dan non Melayu tentu berpengaruh terhadap kebudayaan, baik terhadap budaya Melayu maupun non Melayu. Dalam segi tulisan, terlihat jelas bahwa huruf – huruf Melayu merupakan huruf Arab yang ditambah dan diberi variasi. Pemakaian huruf Arab ini secara timbal balik dapat memperkuat perasaan pembauran Melayu dan Aab, sehingga pengaruh budaya Arab dalam budaya Melayu semakin dalam. Pengaruh tidak hanya terbatas pada kebudayaan, tetapi juga peradaban, seperti cara hidup, cara bergaul, cara memperlakukan anggota keluarga, cara bermasyarakat dan sebagainya. Dalam kebudayaan, pengaruh Arab tampak pada bahasa,seni tari, seni musik, seni bangunan, dan lainnya. Banyak kata – kata Arab yang menjadi kata – kata Melayu. Nama – nama orang ataupun gelar para raja dan bangsawan banyak mengunakan istlah bahasa Arab.

Kebudayaan non Melayu tang lainny juga berpengaruh terhadap Melayu, tetapi tidak sekuat dan sedalam bahasa Arab. Lemahnya pengaruh budaya non Melayu selain Arab tersebut telah melahirkan budaya baru yang berifat campuran, yang terpisah dari budaya Melayu dan non Melayu itu sendiri. Budaya ini hanya dimiliki oleh peranakan, seperti misalnya budaya Baba dan budaya Ceti. Dalam percampuran ini unsur Melayu masih dominan, seperti dalam hal bahasa, adat istiadat, kesenian dan sebagainya. Pengaruh non Melayu yang hampir tidak ada ialah dari buday Eropa, karena pendeknya waktu interaksi, faktor psikologis, dan faktor agama.

Kedatangan non Melayu Eropa yang agresif telah meninggalkan trauma pada orang Melayu. Perlakuan kolonialistik orang Portugis, Belanda dan Inggris serta agama Nasrani yang mereka bawa menyebabkan orang – orang Melayu membenci mereka. Akibatnya orang – orang Eropa dianggap sebagai orang kafir. Orang – orang Melayu memandang budaya Eropa sebagai budaya kafir yang harus dimusuhi.
2. Interaksi Melayu- non Melayu dan Pendidikan
Pengaruh interaksi Melayu dan non Melayu yang sangat terasa ialah pendidikan. Interaksi Melayu dengan orang Arab yang membawa agama Islam telah menumbuhkan budaya Melayu – Arab ataupun Melayu yang Islam. Pendidikan yang diterima generasi muda maupun pendidikan dewasa diarahkan pada pembentukan pribadi Muslim. Oleh karena itu, pedidikan dilakukan di rumah tangga, di masjid, dan di sarau – sarau.

Pengembangan agama Islam di Melayu dilakukan oleh para ahli dakwah dan pedagang – pedagang Muslim. Pengembangan ini mendapatkan dukungan raja – raja atau kepala pemerintahan setempat, karena Islam telah masuk ke istana dan menjadi agama istana, sebelum menyebar ke pelosok negeri. Dengan demikian, kegiatan pendidikan yang dilakukan di masjid dan di sarau praktis mendapat dukungan para raja.

Pendidikan ini semakin meningkatkan jumlah penganut agama Islam. Para cendikiawan dan mubalig Islam jumlahnya juga semakin besar. Merekalah motor prnggerak penyebaran agama Islam ke pelosok – pelosok negeri. Mereka pulalah yang menjadi pendidik masyarakat. Citra masyarakat sangat baik, karena itu mereka menjadi idola generasi muda.

Pendidikan ini bersifat non formal dan informal. Kurikulum menggunakan kitab suci Al Quran dan hadis – hadis Rassulullah yang diperkaya dengan pikiran ulama – ulama besar di timur tengah, seperti iman Al Ghazali, Iman Syahfii, Iman Malik, dan Imam Hambali. Masyarakat dibimbing pada penghayatan dan kesadaran akan kehidupan kekal abadi setelah mati. Hidup di dunia hanya bersifat semenara, sehingga hidup harus digunakan untuk menghidupi hari akhir. Bekal ini merupakan amal baik dan ibadah.

Akibat sistem pendidikan yang demikian, pengetahuan yang diutamakan kepada generasi muda lebih banyak bersifat keagamaan dan filsafat hidup. Ilmu pengetahuan dalam arti sains boleh dikatakan tidak mendapatkan tempat. Bahkan teknologi yang berpangkal pada penemuan dan pembauran sangat ditentang, karena dianggap berlawanan dengan hukum Tuhan. Pememuan dan pembaharuan merupakan dua kegiatan yang dipandang mengandung unsur kreativitas yang terkadang berlawanan dengan alamiah dan pranata sosial.

Datangnya orang Eropa dengan bekal pendidikan sains dan teknologi tinggi yang agresif dan menjajas pertahan Melayu dalam menghadapi teknologi perang non Melayu (Eropa) menyebabkan interaksi kedunya terjalin dalam wujud penjajahan.

Selam 3 abad lebih Melayu dijajah non Melayu dan selama itu Melayu menganggap keadaan itu sebagai takdir yang diberikan Tuhan. Barat berhasil menguasai Teknologi dan Ilmu pengetahuan berkat pendidikan yang menumpuk kecerdasan dan kreativitas generasi mudanya, ditambah dengan semangat patriotik atas kejayaan bangsa – bangsa mereka di Eropa. Sebenarnya dalam hal patrotisme dan kedalaman agama, orang Melayu tidak terkalahkan. Mereka hanya kalah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dengan adanya kemajuan pendidikan, ilmu dan teknologi, non Melau Eropa memasuki masa industrialisasi yang memungkinkannya mengendalikan alam untuk kepentingan hidup manusia. Sementara itu, Melayu masih terlena, bergayut pada kemakmuran alam yang mengendalikan hidupnya. Orang – orang Melayu tidak menyukai anak – anak mereka masuk ke sekolah(formal) yang didikan oleh orang barat yang dinilai kafir, karena pendidikannya dianggap hanya akan menjauh manusia dari Tuhan.

Setelah non Melayu datang dan meletuskan meriam besar hasil teknologinya, Melayu baru tersentak sambil mencabut keris di pinggang, menahadang peluru meriam yang datang menerjang. Kerispun patah, tubuh terlentang bermandikan darah. Sebelum menemui ajalnua, cucu – cucu laksana Hang Tuah masih sempat memekikan semboyan ’Tak kan Melayu hilang di bumi’. Sejak itu, Melayu memang tidak hilang dari dunia, yang hilang hanya kemerdekaannya. Kedudukannya sebagai orang terjajah semakin menyudutkan, sehingga orang Melayu semakin tertinggal dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan kecerdasan. Apalagi semangat kebangsaan mereka sudah merosot.

Syukur, sekarang Melayu telah merdeka kembali dalam wadah kesatuan bangsa masing – masing negara yang berdaulat di Asia Tenggara.












Bab IV
Penutup

IV.i Kesimpulan
Pendidikan dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan dan kemajuan suatu bangsa, sebab keduanya adalah bagian dari bangsa. Tanpa kebudayaan dan pendidikan, suatu bangsa tidak punya arti sama sekali. Dalam penjelasan UUD 1945, secara tegas dikemukakan :
Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi daya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan yang asli terdapat di daerah – daerah seluruh Indonesia sebagai puncak kebudayaan, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju kea rah kemajuan adab, budayam dan persatuan dan tidak menolak bahan – bahan baru dan kebudayan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri serta mempertingi derajat kemanusiaan bngsa Indonesia.

Sekarang Pasal 32 UUD 1945 dikatakan, “ Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia”.

Sekarang bangsa Indonesia amat menyadari bahwa kebudayaan bangsa perlu di bina dan ditingkatkan pertumbuhan serta perkembangannya. Salah satu usaha utama ialah melalui pendidikan. Untuk tidak mengulang sejarah, pendidikan bangsa Indonesia harus selaras. Pemenuhan kebutuhan dunia dan akhirat, material dan spiritual, kebutuhan sosial dan kemampuan intelektual harus serasi dan berimbang berlandaskan falsafah hidup Pancasila.

Seperti halnya budaya non Melayu, budaya Melayu harus dapat memberikan andil dalam pembentukan, pengembangan, dan kemajuan budaya nasional. Manusia Indonesia yang berbudaya adalah yang bersatu -padu untuk memajukan bangsanya, antara lain dengan mempertebal semangat kebangsaan serta menguasai ilmu dan teknologi agar mampu bersaing dengan bangsa – bangsa lainnya di muka bumi ini. Jika hal ini telah terwujud, barulah semboyan Hang Tuah patut disebut.

IV.ii Saran
Indonesia harus terus maju jangan terus menerus melihat pengalaman –pengalaman pahit yang dialami oleh bangsa Indonesia pada zaman dahulu, ada baiknya juka kita menganggap sejarah sebagai pembelajaran di masa yang mendatang. Tapi jangan menjadikan sejarah sebagai trauma. Jika kita terus mengingat itu sebagagai kejadian yang buruk, maka perkembangan bangsa ini tidak akan berkembang dengan pesat. Dan akan lama sekali untuk bergerak maju menjadi yang lebih baik.

sosial dan kemampuan intelektual harus serasi dan berimbang berlandaskan falsafah hidup Pancasila.

Seperti halnya budaya non Melayu, budaya Melayu harus dapat memberikan andil dalam pembentukan, pengembangan, dan kemajuan budaya nasional. Manusia Indonesia yang berbudaya adalah yang bersatu -padu untuk memajukan bangsanya, antara lain dengan mempertebal semangat kebangsaan serta menguasai ilmu dan teknologi agar mampu bersaing dengan bangsa – bangsa lainnya di muka bumi ini. Jika hal ini telah terwujud, barulah semboyan Hang Tuah patut disebut.





















Bab I
Pendahuluan

I.i Latar Belakang

Perubahan-perubahan yang begitu cepat terjadi dalam hamper semua aspek kehidupan dewasa ini memerlukan suatu pemikiran yang menyeluruh mengenai budaya. Era kita sekarang ini, yang lebih dikenal dengan sebutan era globalosasi dimana tembok-tembok pemisah antar umat manusia dalam satu dunia (global village) mulai memudar berkat kemajuan dibidang komunikasi dan transparansi.
Interaksi Melayu dengan non melayu sudah berlangsung lama ternyata membawa perubahan besar terhadap pembauran kebudayaan dan pendidikan masyarakat Melayu. Pembauran rasial dan etnik, percampuran unsur-unsur kebudayaan, dan perppaduan pendidikan diperoleh dari interaksi damai, saling menghormati,serta saling menyesuaikan dengan non- Melayu kawasan Asia – Afrika yang beragama Islam. Interaksi dengan motif – motif politik yang bersifat agresif,dominan dan kolonial dari non Melayu Eropa telah mengakibatkan orang Melayu terjajah dan terbelakang dalam hal pendidikan,keilmuan dan teknologi.
I.ii Rumusan Masalah
1. Pengaruh kebudayaan seperti apa yang terjadi dari segi kebudayaan masyarakat Melayu?
2. Pengaruh kebudayaan seperti apa yang terjadi darI segi pendidikan masyarakat Melayu?


I.iii Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini untuk dapat lebih mengetahui dan menganalisis pengaruh kebudayaan dan pendidikan yang terjadi pada orang Melayu akibat pengaruh dari orang non Melayu. Apakah pengaruh tersebut membawa pengaruh yang buruk bagi orang non Melayu atau tidak.
I.iv Hipotesis
Kedatangan non-Melayu Eropa yang agresif telah meninggalkna trauma pada orang Melayu. Perlakuan kolonialistik orang Portugis, Belanda dan Inggris serta agama Narani yang mereka bawa menyebabkan orang-orang Melayu membenci mereka. Akibatnya, orang – orang Eropa dipandang sebagai orang kafir yang harus dimusuhi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar