Rabu, 07 April 2010

Persepsi ( Psikologi )

I. Persepsi
Persepsi adalah proses dengan mana kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra kita. Persepsi itu sendiri mempengaruhi pesan atau stimulus yang kita serap dan makna apa yang kita berikan kepada mereka ketika mereka mencapai kesadaran. Persepsi besifat kompleks. Apa yang terjadi di dunia luar dapat sangat berbeda dengan apa yang mencapai otak kita. Untuk mempelajari bagaimana dan mengapa pesan – pesan ini berbeda, kita dapat mengilustrasikan bagaimana persepsi bekerja dengan menggunakan 3 proses komunikasi, (1) terjadinya stimulus alat indra ( Sensory Stimulation ), (2) stimuli terhadap alat indra diatur, dan (3) stimuli alat indra ditafsirkan-dievaluasi.

II. Tiga proses komunikasi :
1. Terjadinya Stimulasi Alat Indra ( Sensory Stimulation )
Pada tahap ini alat – alat indra kita di rangsang (distimulasi). Sebagai contoh : Kita merasakan telapak tangan yang berkeringat ketika berjabat tangan, kita mencium parfum orang yang berdekatan dengan kita, kita mendegar suara musik, kita melihat seseorang yang sudah lama tidak kita jumpai, dan lain sebagainya.Terkadang kita tidak selalu menggunakan kemampuan pengindraan untuk merasakan rangsangan ( stimulus). Sebagai contoh, bila anda sedang melamun dikelas, dan anda tidak mendengarkan apa yang guru tersebut jelaskan sampai guru tersebut memanggil nama anda barulah anda sadar. Anda tahu nama anda disebutkan tetapi anda tidak tahu sebabnya. Ini merupakan contoh yang sangat jelas bahwa kita menangkap sesuatu yang bermakna bagi kita dan tidak menangkap yang kelihatannya tidak bermakna.


2. Stimulasi terhadap Alat Indra Diatur

Pada tahap kedua ini, rangsangan terhadap alat indra menurut berbagai prinsip. Salah satu prinsip yang sering digunakan adalah prinsip proximity atau kemiripan : Orang atau pesan yang secara fisik mirip satu sama lain dipersepsi secara bersama – sama atau sebagai satu kesatuan/satu unit. Sebagai contoh , kita mempersepsikan orang yang sering kita lihat jalan bersamaan sebagai satu unit (yaitu sebagai satu pasangan). Demikian pula kita mempersepsikan pesan yang datang dengan segera setelah pesan yang lain sebagai satu unit dan menganggap bahwa kedua tersebut saling berkaitan. Kita menyimpulkan kedua pesan tersebut berkaitan menurut pola yang sudah tertentu.
Prinsip lain yang sering digunakan adalah kelengkapan (closure) : Kita mempersepsikan suatu gambar atau pesan yang tidak lengkap sebagai suatu gambar atau pesan yang lengkap. Sebagai contoh : Kita melihat titik – titik berbentuk setengah lingkaran ( kita melihat gambar yang tidak lengkap ) tetapi kita sudah mempersepsi bahwa itu pasti gambar lingkaran ( kita mempersepsikan gambar tersebut menurut kita sendiri ). Prinsip – prinsip ini belum tentu benar atau logis dari suatu segi pbyektif tertentu.


3. Stimuli Alat Indra Ditafsirkan-Dievaluasi
Langkah ketiga dalam proses ini adalah penafsiran-dievaluasi. Kita menggabungkan keduanya ini untuk menegaskan bahwa keduanya tidak bisa dipisahkan. Penafsiran-evalusi kita tidak semata-mata didasarkan pada rangsangan luar, melainkan juga sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, kebutuhan,keinginan,system nilai, keyakinan tentang yang seharusnya,keadaan fisik dan emosi pada saat itu, dan sebagainya yang ada pada kita. Walaupun kita semua menerima sebuah pesan, cara masing – masing orang menafsirkan-mengevaluasinya tidaklah sama. Penafsiran-evaluasi ini juga akan berbeda bagi satu orang yang sama dari waktu ke waktu. Wangi parfum tertentu mungkin menyenangkan bagi seseorang dan memuakan bagi orang lain. Telapak tangan yang berkeringat mungkin dirasakan seseorang sebagai tanda kegugupan dan bagi orang lain sebagai tanda kehangatan.
Berikut ini adalah beberapa proses psikologi yang mempengaruhi persepsi orang : teori kepribadian implisit (implicit personality theory), ramalan yang terpenuhi dengan sendirinya(self-fulfilling prophecy), aksentuasi perceptual (perceptual accentuation),primasi-resensi (primacy-recency),konsistensi(consistency) dan stereotyping(stereotyping). Proses – proses ini akan sangat mempengaruhi apa yang kita lihat dan apa yang tidak kita lihat, apa yang kita simpulkan dan apa yang tidak kita simpulkan tentang orang lain. Proses ini juga membantu menjelaskan mengapa kita membuat perkiraan tertentu dan tidak membuat perkiraan yang lain tentang seseorang. Akan tetapi, masing – masing dari keenam proses ini merupakan penghambat potensial terhadap persepsi yang akurat. Hambatan – hambatan ini akan mempengaruhi persepsi maupun interaksi antarpribadi anda. Maka dari itu, kita perlu mempertimbangkan hambatan – hambatan ini bersama proses itu sendiri.

III. Hambatan – hambatan yang mempengaruhi persepsi
1. Teori Kepribadian Implisit
Baca dan tandailah karakteristik dalam tanda kurung yang kelihatan paling cocok untuk melengkapi kalimat dibawah ini :
• John bergairah memiliki rasa ingin tahu yang besar,dan (cerdas,kurang cerdas)
• Mary berani, tegar, dan (ekstrovert,introvert)
• Joe periang,lincah, dan (langsing,gemuk)
Kata – kata tertentu kelihatannya benar dan yang lain kelihatan salah. Yang kelihatannya benar adalah teori kepribadaian implisit, system aturan yang mengatakan kepada anda mana karakteristik yang sesuai untuk karakteristik yang lain. Kebanyakan teori orang mengatakan bahwa seseorang yang bergairah dan mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi pasti juga cerdas. Tentu saja tidak ada alasan yang logis untuk mengatakan orang yang tidak cerdas tidak dapat bergairah dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar.
“Efek Halo” yang banyak dikenal menjadi teori kepribadian implisit kita, kita percaya jika seseorang yang mempunyai berbagai kualitas karakter atau minat yang positif, kita menyimpulkan bahwa ia juga memiliki kualitas lain yang positif. “Efek Halo Terbalik” juga ada, disini kita percaya jika seseorang yang mempunyai kualitas karakter atau minat yang negatif, kita menyimpulkan bahwa ia juga memiliki kualtas lain yang negatif.

Hambatan Potensial :
• Mempersepsikan kualitas-kualitas dalam diri seseorang yang menurut “teori” yang dimilikinya, padahal kenyataannya tidak demikian. Sebagai contoh, kita melihat niat baik seorang dermawan yang membagi-bagikan makanan kepada orang yang tidak mampu, sebenarnya dermawan tersebut bermaksud mengurang pajak penghasilannya.
• Mengabaikan kualitas atau karakteristik yang tidak sesuai dengan teori kita. Sebagai contoh, kita mungkin mengabaikan kualitas negatif pada diri kawan kita padahal kualitas itu dengan cepat kita lihat pada diri lawan kita.

2. Ramalan yang Terpenuhi Sendirinya

Ramalan yan terpenuhi dengan sendirinya terjadi bila kita membuat perkiraan atau merumuskan keyakinan yang menjadi kenyataan karena kita meramalkannya dan bertindak seakan – akan itu benar (Insel & Jacobson, 1975 ; Merton, 1957 ). Ada empat langkah dalam proses ini :
• Kita membuat prediksi atau merumuskan keyakinan tentang seseorang atau situasi. Sebagai contoh, kita meramalkan bahwa Lucas adalah orang yang canggung dalam situasi antarpribadi dalam situasi antarpribadi.
• Kita bersikap kepada orang atau situasi tersebut seakan – akan ramalan atau keyakinan tersebut benar. Sebagai contoh, di depan Lucas kita bersikap seakan – akan Lucas memang orang yang canggung.
• Karena kita bersikap demikian ( seakan – akan keyakinan kita itu benar ), dan hal tersebut menjadi kenyataan. Sebagai contoh, karena cara kita di depan Lucas, Lucas menjadi tegang dan salah tingkah, dan itu menunjukkan kecanggungannya.
• Kita mengamati efek kita terhadap seseorang atau akibat terhadap situasi, dan apa yang kita saksikan memperkuat keyakinan kita. Sebagai contoh, kita melihat kecanggungan Lucas, dan itu memperkuat keyakinan kita bahwa Lucas memang benar – benar orang yang canggung.
Jika kita mengharapkan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu atau meramalkan tentang suatu karakteristik atau situasi, ramalan yang kita ramalkan itu sering kali akan menjadi kenyataan atau terpenuhi dengan sendirinya. Contoh lainnya, misalnya, ada seseorang yang memasuki kelompok tertentu dan merasa bahwa anggota kelompok tersebut tidak menyukainya. Hampir selalu ini terbukti hal ini benar, mungkin karena ia bertindak demikian hingga merangsang para anggota kelompok negatif. Sehingga membuat ramalan yang ia ramalkan menjadi kenyataan.
Hambatan potensial :
• Mempengaruhi perilaku tau tindakan orang lain, sehingga ramalan yang kita ramalkan menjadi kenyataan.
• Hanya melihat apa yang diramalkan ketimbang apa yang sebenarnya. Contoh, kita menganggap bahwa ujian kali ini kita akan mengalami kegagalan karena kita mendengar soal yang akan diberikan sangat susah, maka hal itu terjadi ( padahal belu tentu kita akan mendapat hasil yang buruk, asalkan kita belajar dengan benar )

3. Aksentuasi Perseptual

Aksentuasi perseptual, membuat kita melihat apa yang kita harapkan dan apa yang kita inginkan. Kita melihat orang yang kita sukai tampan dan lebih pandai ketimbang orang yang tidak kita sukai. Argumen ini sangat jelas menunjukan bahwa kita lebih menyukai orang yang tampan dan yang pandai dan karena itu kita jadi mencari orang – orang seperti itu, bukan karena orang tersebut tampan dan pandai.

Hambatan Potensial :
• Mendistorsi persepsi kita tentang realitas, membuat kita melihat apa yang kita butuhkan atau inginkan ketimbang apa yang ada, dan tidak melihat apa yang tidak ingin kita lihat. Contoh : Kita mungkin tidak akan merasa gagal dalam mata kuliah kimia karena kita memusatkan perhatian pada apa yang kita inginkan.
• Mendistorsi informasi yang mengancam citra kita.
• Memandang orang lain memiliki karateristik negative yang sebenarnya ada pada diri kita – psikoanalis mekanisme defensive menamai ini proyeksi.
• Melihat karakteristik positif lebih daripada yang negatif ( efek Poliana ), dengan demikian mendistorsi persepsi kita tentang orang lain.
• Merasakan perilaku orang lain menunjukan bahwa orang lain menyukai kita karena sebenarnya kita ingin disukai. Contoh : Sikap bersahabat dan ramah dari wiraniaga kita terima sebagai tanda bahwa yang bersangkutan menyukai kita, padahal sebenarnya itu hanya bagian dari strategi persuasi tertentu.

4. Primasi – Resensi

Contoh : Anggaplah bahwa kita sedang mengambil mata kuliah yang setengahnya sangat menyenangkan dan setengah yang lainnya membosankan. Dan pada akhir semester kita diminta untuk mengevaluasi mata kuliah ini dan pengajarnya. Apakah evaluasi kita akan lebih baik jika kegiatan kelas yang membosankanterjadi selama tengah pertama semester dan kegiatan yang menyenangkan terjadi selama tengah kedua semester ini? Ataukah evaluasi kita akan lebih baik jika urutannya terbalik? Efek primasi adalah jika pengaruh pertama lebih kuat pengaruhnya. Efek resensi adalah jika pengaruh terakhir ( paling baru ) lebih kuat pengaruhnya.
Efek Primasi – Resensi ini adalah kesan pertama yang tercipta tampaknya paling penting. Melalui kesan pertama ini, orang lain akan menyaring tambahan informasi untuk merumuskan gambaran tentang seseorang yang mereka persepsikan.

Hambatan Potensial :
• Merumuskan gambaran “menyeluruh” tentang seseorang berdasarkan kesan awal yang belum tentu akurat kebenarannya. Contoh : Kita mungkin akan mengatakan bahwa seseorang tidak pandai berkomunikasi. Jika kesan ini hanya dilihat dan ditentukan pada saat kita berbicara dengan orang itu pada saat wawancara, hal itu bisa saja keliru karena ada kemungkinan orang tersebut tegang sehingga pada saat berbicara orang tersebut terbata – bata.
• Mendistorsi persepsi yang datang kemudian untuk merusak kesan pertama kita. Contoh : Kita mungkin tidak melihat kecurangan yang dilakukan seseorang yang telah menciptakan kesan pertama yang baik.

5. Konsistensi
Konsistensi menggambarkan kebutuhan anda untuk memelihara keseimbangan di antara sikap – sikap anda. Anda memperkirakan bahwa hal – hal tertentu selalu muncul bersama – sama dan hal – hal lain tidak akan muncul bersama – sama.
Misalnya tanggapilah hal – hal di bawah ini :
• Saya berharap orang yang saya sukai (menyukai/tidak menyukai) saya.
• Saya berharap orang yang tidak saya sukai (menyukai/tidak menyukai) saya.
• Saya berharap kawan saya (menyukai/tidak menyukai)teman saya yang lain.
• Saya berharap teman saya (menyukai/tidak menyukai)musuh saya.
Menurut para ahli, jawaban – jawaban yang akan kita jawab adalah jawaban yang kita harapkan. Kita akan mengharapkan seseorang yang kita sukai memiliki karakteristik yang kita sukai atau kita puja, dan kita berharap orang yang tidak kita sukai tidak memiliki karakteristik yang kita sukai.
Hambatan Potensial :
• Mendistorsi atau mengabaikan persepsi tentang perilaku yang tidak konsisten dengan gambaran kita mengenai seseorang secara utuh. Contoh : Kita mungkin salah mengartikan ketidakbahagiaan Jack karena kesan kita tentang Jack adalah bahwa Jack adalah orang yang bahagia-terkendali-puas.
• Mempersepsikan perilaku spesifik sebagai terpancar dari kuaitas positif orang yang kita sukai dan dari kualitas negatif orang yang tidak kita sukai. Oleh karena itu kita tidak mampu melihat perilaku positif maupun negatif.
• Melihat perilaku tertentu sebagai positif jika perilaku lain ditafsirkan sebagai positif ( efek halo ) atau sebagai negatif jika perilaku yang lain ditafsirkan secara negatif ( efek halo terbalik )

6. Stereotiping
Stereotipe adalah istilah dalam bidang percetakan yang mengacu pada suatu pelat yang mencetak citra (gambar atau tulisan) yang sama berulang – ulang. Stereotipe sosiologis atau psikologis adalah citra yang melelat atas sekelompok orang. Kita semua memiliki stereotipe atitudinal tentang kelompok bangsa, kelompok agama, kelompok ras, atau barangkali tentang kaum penjahat,kaum tuna susila, guru, atau tukang pipa. Jadi jika memiliki kesan melekat ini, kita seringkali, bila berjumpa dengan salah seorang anggota kelompok tertentu. Sebagai permulaan ini mungkin memberikan orientasi membantu. Hal ini akan menimbulkan masalah bila kita menganggap bahwa seseorang pasti memiliki karakteristik yang melekat tanpa mengenal oran tersebut terlebih dahulu. Misalnya sebagai contoh : Bila kita berjumpa dengan seorang tuna susila, kita akan menganggap bahwa semua tuna susila memiliki cirri – cirri yang sama dengan kelompok tuna susila yang lain.

Hambatan Potensial :
• Mempersepsi seseorang seakan –akan memiliki kualitas – kualitas tertentu (biasa yang negative yang kita yakini merupakan ciri kelompok di mana ia menjadi anggotanya< misalnya, semua orang Batak jika berbicara selalu dengan nada suara yang tinggi> dan karenanya kita tidak dapat mengenali sifat multaspek dari semua orang dan semua kelompok.
• Mengabaikan ciri khas yang dimiliki seseorang dan, karenanya tidak mampu menarik manfaat dan kontribusi khusus yang dapat diberikan setiap pihak dalam suatu perjumpaan.

IV. MEMBUAT PERSEPSI LEBIH AKURAT
• Strategi untuk Mengurangi Ketidakpastiaan
Asumsi umum yang digunakan adalah bahwa komunikasi merupakan proses bertahap (gradual) dimana orang saling mengurangi ketidakpastiaan tentang yang lain. Dengan tiap-tiap interaksi anda semakin mengenal pihak lain dan secara berangsur – angsur mulai mengenal orang itu pada tingkat yang lebih bermakna. Charles Berger dan James Bradac (1982) mengidentifikasikan 3 strategi utama untuk mengurangi ketidakpastian : strategi pasif,aktif, dan interaktif.

• Strategi Pasif
Bila kita mengamati orang lain tanpa orang itu sadar bahwa dia sedang kita amati kita menerapkan strategi pasif. Yang paling bermanfaat dalam observasi pasif ini adalah mengamati seseorang dalam tugas aktif tertentu, misalnya dalam interaksinya dengan orang lain dalam situasi sosial informal.
• Strategi Aktif
Bila kita secara aktif mencari informasi tentang seseorang dengan cara apapun selain berinteraksi dengan orang tersebut, anda menerapkan strategi aktif. Sebagai contoh , anda dapat bertanya kepada orang lain tentang orang itu ( ‘Seperti apa rupanya?’ ‘Apakah ia bekerja diluar?’’Apakah teman kencannya lebih muda darinya?’ ) Kita memanipulasi lingkungan dengan cara tertentu sehingga kita dapat mengamati seseorang dengan cara yang lebih spesifik dan jelas. Wawancara pekerjaan, menonton teater, mengajar mahasiswa merupakan cara di mana orang memanipulasi situsi untuk melihat bagaimana seseorang dapat beraksi dan berreaksi, dengan demikian mengurangi ketidakpastiaan tentang orang itu.
• Strategi Interaktif
Bila kita sendiri berinteraksi dengan orang tersebut, kita menerapkan strategi interaktif. Sebagai contoh kita dapat mengajukan pertanyaan (‘Apakah anda senang berolahraga?’ Bagaimana pendapat anda tentang mata kuliah Psikologi Komunikasi itu?’)
Ketiga strategi ini bermanfaat untuk mengurangi ketidakpastiaan anda mengenai orang lain. Sayangnya banyak orang merasa bahwa mereka sudah cukup mengenalseseorang setelah menerapkan haya strategi pasif. Strategi aktif akan lebih bersikap mengungkapkan, dan strategi interaktif lebih banyak lagi mengngkapkannya. Menerapkan ketiga strategi ini akan membuat persepsi akan semakin akurat .
V. Pedoman untuk meningkatkan Akurasi Persepsi
Selain menghindari hambatan – hambatan potensial dalam berbagai proses persepdi yang dikemukakan sebelumnya dan menerapkan ketiga strategi untuk mengurangi ketidakpastiaan, berikut ini akan disajikan beberapa saran yang akan membantu meningkatkan akurasi persepsi antarpribadi anda.
• Carilah berbagai petunjuk yang menunjuk kearah yang sama. Makin banyak petunjuk perseptual yang menuju kea rah yang sama, makin besar kemungkinan kesimpulan anda benar.
• Berdasarkan pengamatan anda atas perilaku, rumuskanlah hipotesis. Ujilah hipotesis ini terhadap informasi dan bukti – bukti tambahan, jangan menarik kesimpulan yang nantinya akan anda coba konfirmasikan.
• Perhatikanlah khususnya petunjuk yang kontradiktif, petunjuk yang akan menolak hipotesis awal anda. Anda akan lebih muda menerima petunjuk yang mendukung hipotesis anda ketimbang menerima petunjuk yang menentangnya.
• Jangan menarik kesimpulan sampai anda memiliki kesempatan untuk memproses beragam petunjuk.
• Ingatlah bahwa betapa banyaknyapun perilaku yang anda amati dan betapapun cermatnya anda meneliti perilaku ini, anda hanya dapat menduga apa yang ada dalam benak orang lain. Motif,sikap,nilai seseorang tidak terbuka bagi inspeksi pihak luar. Anda hanya dapat membuat asumsi berdasarkan perilaku yang tampak. Hindari membaca pikiran orang lain (‘Kamu melupakan hari ulangtahun saya karena kamu tidak benar – benar mencintai saya’).
• Jangan menganggap orang lain seperti anda, berpikir seperti cara anda berpikir, atau bertindak seperti yang anda lakukan. Sadarilah keragaman manusia.
• Waspadalah terhadap bias anda sendiri. Sebagai contoh, hanya menerima hal – hal positif pada diri orang yang anda sukai dan hanya menerima hal – hal negative pada diri orang yang tidak anda sukai.
VI. Atribusi atau Penyebab (Attribution)
Barangkali ancaman teroris yang paling menarik mengenai persepsi ini adalah teori atribusi atau teori penyebab (Attribution Theory), yang sebagian besar dikembangakan oleh E.E.Jones dan K.E.Davis(1965) dan diperluas serta diklarifikasi oleh H.H.Kelly (1979). Atribusi adalah proses dimana kita mencoba memahami perilaku orang lain selain juga perilaku kita sendiri. Kita khususnya berusaha memahami alasan atau motivasi perilaku-perilaku ini. Langkah pertama kita dalam mengungkapkan sebab-sebab perilaku orang lain adalah menentukan apakah orang ini sendiri atau faktor-faktor luar tertentu yang menyebabkan perilaku tersebut. Artinya kita harus menentukan apakah perilaku ini bersifat eksternal atau internal. Perilaku Internal disebabkan oleh kepribadian atau kemampuan seseorang. Perilaku eksternal disebabkan oleh faktor situasi tertentu Kausalitas Internal atau eksternal merupakan 2 hal yang dipelajari dalam teori atribusi.
Ambillah contoh, seorang dosen memberikan 10 nilai F pada mata kuliah Atropologi Budaya. Untuk mengetahui apa yang diungkapkan perilaku ini (memberikan 10 nilai F) tentang sang dosen, terlebih dulu kita memeriksa apakah dosen ini memang bertanggung jawab atas perilaku ini. Dapatkah hal ini terjadi karena faktor luar atau eksternal? Ika kita menemukan bahwa komite fakultaslah yang menyusun soal – soal ujian dan menetapkan standart kelulusan, kita tidak dapat menuduh adanya motif tertentu pada dosen ini. Kita harus menyimpulkan bahwa perilaku tersebut disebabkan oleh faktor komite fakultas yang menangani kinerja stiap mahasiswa dalam ujian.
Di pihak lai, anggaplah bahwa dosen ini sendirilah yang menyusun soal – soal ujian dan menentukan standart kelulusan. Sekarang kita akan lebih cenderung menganggap bahwa ini disebabkan faktor internal. Keyakinan kita bahwa ada sesuatu pada dosen ini ( cirri kepribadian, misalnya yang menyebabkan perilaku tadi semakin kuat jika kita menjumpai bahwa (1) tidak ada dosen lain yang memberikan nilai F sebanyak ini, (2) dosen yang bersangkutan ini seringsekali memberikan nilai F dalam mata kuliah Atropologi Budaya, dan (3) dosen yang bersangkutan sering memberikan nilai F pada mata kuliah lain. Masing – masing dari ketiga informasi baru ini menggambarkan 3 prinsip yang kita gunakan dalam menilai sebab, atau atribusi dan persepsi antarpribadi : konsensus (consensus),konsistensi (consistency) dan keberbedaan (distincticeness).
• Konsensus
Jika kita memusatkan pada prinsip ‘konsensus’ kita bertanya,’Apakah orang lain bereaksi atau berperilaku seperti orang yang kita amati?’ Artinya apakah orang yang kita amati ini bertindak sesuatu dengan konsensus umum? Jawabannya tidak, kita lebih cenderung mengatakan bahwa perilaku ini disebabkan oleh faktor internal tertentu. Dalam contoh dosen di atas, keyakinan kita bahwa ada sebab internal yang lebih kuat bila kita tahu bahwa dosen – dosen lain berperilaku berbda terdapat konsensus yang rendah.


• Konsistensi
Jika kita memusatkan prinsip pada konsistensi kita bertanya pada seseorang berulang-ulang berperilaku sama dalam situasi yang serupa. Jika jawabannya ya, berarti ada konsistensi yang tinggi dan kita cenderung mengatakan bahwa perilaku ini disebabkan oleh motivasi internal. Kenyataan bahwa dosen di atas sering memberikan nilai F dalam mata kuliah Antropologi Budaya membuat kita menyimpulkan bahwa sebabnyaada dalam diri dosen tersebut dan bukan pada sumber luar.
• Keberbedaan
Jika kita memusatkan prinsip keberbedaan, kita bertanya apakah orang ini bertindak sama dalam situasi berbeda. Jika jawababbya ya, berarti keberbedaanya rendah, dan anda cenderung mrnyimpulkan bahwa ini disebabkan oleh faktor internal. Keberbedaan yang rendah menunjukan bahwa orang lain berperilaku sama dalam situasi yang berlainan.
Alternatif : Anggaplah bahwa dosen si atas memberikan nilai tinggi dan tidak ada ilai yang tidak lulus pada semua mata kuliah yang lain (artinya, situasi kelas Antropologi berbeda). Maka kita akan menyimpulkan bahwa penyebab banyaknya nilai F pada mata kuliah Antropologi Budaya ini disebabkan oleh faktor di luar sang dosen yang bersifat khas (unik) untuk kelas ini.
Konsensus rendah, konsistensi tinggi atau keberbedaan rendah membuat kita menyimpulkan bahwa perilaku seseorang disebabkan oleh faktor internal. Sementara jika konsensus tinggi, konsistensi rendah atau keberbedaan tinggi membuat kita menyimpulkan bahwa perilaku seseorang disebabkan oleh faktor-faktor eksternal.

VII. Atribusi Diri (Self Attribution)
Kita dikatakan menggunakan atribusi diri bila kita berusaha menilai perilaku kita sendiri. Kita mengikuti pola atribusi umum, dengan 2 sebab pokok. Pertama, orang cenderung melihat perilaku orang lain seakan – akan disebabkan oleh faktor internal, sedangkan perilakunya sendiri disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Ini dapat terjadi karena menilai perilaku kita sendiri, kita sangat banyak informasi Sebagai contoh, Kita tahu bahwa kita berperilaku secara berbeda dalam situasi yang lain dan karenanya lebih muda menyimpulkan bahwa perilaku tertentu disebabkan oleh faktor situasi tertentu. Juga, karena kita tidak dapat memusatkan perhatian langsung pada perilaku kita sendiri dan melihatnya secara objektif, kita lebih memusatkan perhatian kita pada situasi atau lingkunagn.Kedua kecenderungan ini membuat orang menyimpulkan bahwa sebagian besar perilaku mereka sendiri disebabkan oleh faktor-faktor situasi (eksternal).
Perbedaan pokok kedua dalam atribusi diri menyangkut sikap “ingin menang sendiri(self serving bias). Sikap ini membuat orang mengaku-aku untuk hal yang positif(‘Mereka membutuhkan saya karena saya membantu mereka,yah, inilah saya’) dan menghindari tanggungjawab untuk hal-hal yang negative (‘Hal ini tidak adil, wajar saja kalau saya gagal’). Jadi, bila menilai perilaku sendiri negative, kita lebih cenderung menimpakan sebabnya pada faktor-faktor situsi atau lingkungan, dan bila menilai perilaku kita positif, kita cenderung menimpakan sebabnya pada faktor internal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar