29th October 2008
Bila boleh memilih antara kayu dengan pupuk tentu para pemilik Kapal Pinisi akan memilih kayu. Sayangnya sejak zaman pemerintahan Suharto berakhir kedudukan kayu pun ikut lengser dan digantikan posisinya oleh pupuk. Keadaan itulah yang kini menggambarkan keadaan di Pelabuhan Sunda Kelapa.
JAKARTA (27/10), Pelabuhan Sunda Kelapa dikenal sebagai tempat berlabuhannya berbagai kapal dan yang paling terkenal ialah Kapal Pinisi. Pinisi adalah kapal layar tradisional khas asal Indonesia, yang berasal dari Suku Bugis dan Suku Makassar di Sulawesi Selatan. Tak heran jika para awak Kapal Pinisi umumnya berasal dari Suku Bugis atau Suku Makassar. Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antarpulau . Barang angkut yang terkenal ialah kayu-kayu yang memiliki komoditi ekspor yang besar. itulah kenyataan yang kini terjadi di Pelabuhan Sunda Kelapa. Hal tersebut dilakukan semata-mata agar tidak menghentikan altivitas Kapal-kapal Pinisi tersebut.
“Kalau zaman Suharto dulu barang yang angkut ialah kayu. Nggak ada lagi yang lain selain kayu.” tutur Tommi, seorang ABK atau Anak Buah Kapal yang baru pekerja selama dua tahun. “Kalau kapal ini mengangkut kayu penghasilan yang didapatkan lumayan besar. Orderan juga banyak. Ya dalam setahun maximal kita bisa 10 kali pulang pergi Kalimatan-Jakarta. Ya tapi kadang nggak tentu juga,” lanjut Agus, teman sesama ABK.
Kamis, 08 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar