12th October 2008
Di sore yang indah di jalan Surabaya yang panjang. Disepanjang jalan tersebut dipenuhi oleh toko – toko dan para pedagang yang menjual barang antik.
Selama 30 tahun, Pak Amis (Surabaya) membuka toko yang menjual barang – barang antik di jalan Surabaya. Pria yang mempunyai 3 orang anak ini, mengakui bahwa penghasilan yang didapatnya tidak menentu setiap harinya. Barang – barang antik yang dijual oleh pedagang – pedagang tersebutpun banyak macamnya, dari souvenir, hiasan – hiasan rumah, sampai teleskop dengan model lama pun ada di sana. Barang – barang yang Selama 30 tahun, Pak Amis (Surabaya) membuka toko yang menjual barang – barang antik di jalan Surabaya. Pria yang mempunyai 3 orang anak ini, mengakui bahwa penghasilan yang didapatnya tidak menentu setiap harinya. Barang – barang antik yang dijual oleh pedagang – pedagang tersebutpun banyak macamnya, dari souvenir, hiasan – hiasan rumah, sampai teleskop dengan model lama pun ada di sana. Barang – barang yang
berkisar 1 juta-an, aku pria yang sudah bekerja sejak tahun 1977.
Jika dilihat barang antik tahun 70-an yang dijual oleh pak Amir terlihat masih sangat baik. Barang yang dijualpun rata—rata adalah barang asli, dan hargapun cukup terjangkau. Usia dari barang – barang antik tersebut sangat tua, ada yang dari 100 tahun lalu – 1000 tahun yang lalu.
Akan tetapi tamu – tamu yang datang semakin sepi sehingga itu membuat para pedagang yang berada di jalan Surabaya semakin susah mendapatkan uang untuk membiayai kehidupan sehari – hari. Biasanya bulan Oktober, jalan Surabaya akan banyak dipenuhi oleh turis – turis asing yang datang untuk membeli barang barang yang berasal dari Indonesia, entah mengapa di tahun ini minat turis untuk berkunjung ke jalan Surabaya ini berkurang, mungkin ini disebabkan oleh krisis yang terjadi di Amerika Serikat, karena semenjak Amerika krisis saya melihat turis– turis semakin dikit yang berkunjung dan membeli barang—barang antik di sini, duga pak Amir
Kamis, 08 April 2010
Kayu jadi pupuk
29th October 2008
Bila boleh memilih antara kayu dengan pupuk tentu para pemilik Kapal Pinisi akan memilih kayu. Sayangnya sejak zaman pemerintahan Suharto berakhir kedudukan kayu pun ikut lengser dan digantikan posisinya oleh pupuk. Keadaan itulah yang kini menggambarkan keadaan di Pelabuhan Sunda Kelapa.
JAKARTA (27/10), Pelabuhan Sunda Kelapa dikenal sebagai tempat berlabuhannya berbagai kapal dan yang paling terkenal ialah Kapal Pinisi. Pinisi adalah kapal layar tradisional khas asal Indonesia, yang berasal dari Suku Bugis dan Suku Makassar di Sulawesi Selatan. Tak heran jika para awak Kapal Pinisi umumnya berasal dari Suku Bugis atau Suku Makassar. Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antarpulau . Barang angkut yang terkenal ialah kayu-kayu yang memiliki komoditi ekspor yang besar. itulah kenyataan yang kini terjadi di Pelabuhan Sunda Kelapa. Hal tersebut dilakukan semata-mata agar tidak menghentikan altivitas Kapal-kapal Pinisi tersebut.
“Kalau zaman Suharto dulu barang yang angkut ialah kayu. Nggak ada lagi yang lain selain kayu.” tutur Tommi, seorang ABK atau Anak Buah Kapal yang baru pekerja selama dua tahun. “Kalau kapal ini mengangkut kayu penghasilan yang didapatkan lumayan besar. Orderan juga banyak. Ya dalam setahun maximal kita bisa 10 kali pulang pergi Kalimatan-Jakarta. Ya tapi kadang nggak tentu juga,” lanjut Agus, teman sesama ABK.
Bila boleh memilih antara kayu dengan pupuk tentu para pemilik Kapal Pinisi akan memilih kayu. Sayangnya sejak zaman pemerintahan Suharto berakhir kedudukan kayu pun ikut lengser dan digantikan posisinya oleh pupuk. Keadaan itulah yang kini menggambarkan keadaan di Pelabuhan Sunda Kelapa.
JAKARTA (27/10), Pelabuhan Sunda Kelapa dikenal sebagai tempat berlabuhannya berbagai kapal dan yang paling terkenal ialah Kapal Pinisi. Pinisi adalah kapal layar tradisional khas asal Indonesia, yang berasal dari Suku Bugis dan Suku Makassar di Sulawesi Selatan. Tak heran jika para awak Kapal Pinisi umumnya berasal dari Suku Bugis atau Suku Makassar. Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antarpulau . Barang angkut yang terkenal ialah kayu-kayu yang memiliki komoditi ekspor yang besar. itulah kenyataan yang kini terjadi di Pelabuhan Sunda Kelapa. Hal tersebut dilakukan semata-mata agar tidak menghentikan altivitas Kapal-kapal Pinisi tersebut.
“Kalau zaman Suharto dulu barang yang angkut ialah kayu. Nggak ada lagi yang lain selain kayu.” tutur Tommi, seorang ABK atau Anak Buah Kapal yang baru pekerja selama dua tahun. “Kalau kapal ini mengangkut kayu penghasilan yang didapatkan lumayan besar. Orderan juga banyak. Ya dalam setahun maximal kita bisa 10 kali pulang pergi Kalimatan-Jakarta. Ya tapi kadang nggak tentu juga,” lanjut Agus, teman sesama ABK.
Megahnya Bangunan Tua di Pusat Kota
15th October 2008
Melintas di pusat kota Jakarta, mata akan dimanjakan dengan megahnya bangunan-bangunan tua. Sesaat memandangan bangunan-bangunan tua tersebut terbersit perasaan yang menegangkan layaknya suasana hiruk pikuk perang pada zaman dahulu.
Tepat di Jalan Taman Fatahillah No.1, Jakarta Barat berdirilah bangunan kokoh nan megah yang dikenal sebagai Museum Sejarah Jakarta atau yang lebih dikenal masyarakat dengan nama Museum Fatahillah. Sebelum menjadi sebuah museum, bangunan tua ini digunakan sebagai kantor balai kota Batavia atau Standius pada masa pemerintahan Belanda. Gedung balai kota ini didirikan oleh Gubernur Jendral Johan Van Hoek pada tanggal 23 Januari 1807. Baru pada tanggal 30 Maret 1974 bekas kantor balai kota ini diresmikan menjadi Museum Fatahillah oleh Bapak Ali Sadikin, Gubernur Jakarta. Museum Fatahillah di kelilingi oleh bangunan-bangunan tua yang terkenal pada zaman Belanda, sehingga pengunjung dapat merasa suasana Jakarta tempo dulu.
Selain gedung utama yang digunakan sebagai museum, pada kompleks Museum Fatahillah ini juga terdapat taman air mancur dan ruang bawah tanah penjara laki-laki. Taman air mancur terdapat di halaman depan Museum Fatahillah, didirikan oleh Gubernur Jendral Baron Van Houve. Taman air mancur ini tidak seperti taman pada umumnya yang biasanya dikelilingi oleh taman bunga dan rindangnya pepohonan. Taman air mancur ini berada ditengah-tengah tanah lapang yang pada zaman Belanda berfungsi sebagai lapangan alun-alun tempat masyarakat berkumpul untuk menyaksikan terpinada hukuman gantung atau pancung.
Meriam si Jagur yang terkenal, hingga tempat ditahanya Pangeran Diponegoro. Museum Fatahillah memiliki dua lantai. Pada lantai pertama terdapat benda-benda zaman prasejtaman ini terlihat unik dan lain dari taman-taman yang lain. Air mancur pada taman ini amatlah berjasa karena dahulu menjadi satu-satunya sumber air di kawasan Batavia.
Ruang bawah tanah penjara laki-laki terdapat tepat dibawah Museum Fatahillah. Ruang yang lebih dikenal dengan penjara bawah tanah ini memiliki panjang sebesar 6 meter, lebar sebesar 3 meter, dan tinggi 160cm. Selain itu ruang ini bentuk setengah lingkaran. Hal tersebut disebabkan selain sebagai penjara bawah tanah juga difungsikan sebagai penyangga gedung. Penjara bawah tanah ini digunakan untuk menampung tahanan khusunya laki-laki sebanyak 60 hingga 70 orang. Hampir kurang lebih 80% tahanan meninggal di dalam penjara karena sesaknya tahanan dalam tiap ruang selnya. Walaupun sebenarnya semua tahanan yang dipenjara berorientasi kan hukuman mati, yakni gantung, pancung, dan siksa dalam air.
Lebih dari 500 koleksi dipamerkan di museum ini. Mulai dari koleksi periode Batavia, kisah pendiri Batavia, yakni Jan Pieterszoon Coen,
arah, seperti kapak berimbas, perhiasan-perhiasan zaman batu.
Melintas di pusat kota Jakarta, mata akan dimanjakan dengan megahnya bangunan-bangunan tua. Sesaat memandangan bangunan-bangunan tua tersebut terbersit perasaan yang menegangkan layaknya suasana hiruk pikuk perang pada zaman dahulu.
Tepat di Jalan Taman Fatahillah No.1, Jakarta Barat berdirilah bangunan kokoh nan megah yang dikenal sebagai Museum Sejarah Jakarta atau yang lebih dikenal masyarakat dengan nama Museum Fatahillah. Sebelum menjadi sebuah museum, bangunan tua ini digunakan sebagai kantor balai kota Batavia atau Standius pada masa pemerintahan Belanda. Gedung balai kota ini didirikan oleh Gubernur Jendral Johan Van Hoek pada tanggal 23 Januari 1807. Baru pada tanggal 30 Maret 1974 bekas kantor balai kota ini diresmikan menjadi Museum Fatahillah oleh Bapak Ali Sadikin, Gubernur Jakarta. Museum Fatahillah di kelilingi oleh bangunan-bangunan tua yang terkenal pada zaman Belanda, sehingga pengunjung dapat merasa suasana Jakarta tempo dulu.
Selain gedung utama yang digunakan sebagai museum, pada kompleks Museum Fatahillah ini juga terdapat taman air mancur dan ruang bawah tanah penjara laki-laki. Taman air mancur terdapat di halaman depan Museum Fatahillah, didirikan oleh Gubernur Jendral Baron Van Houve. Taman air mancur ini tidak seperti taman pada umumnya yang biasanya dikelilingi oleh taman bunga dan rindangnya pepohonan. Taman air mancur ini berada ditengah-tengah tanah lapang yang pada zaman Belanda berfungsi sebagai lapangan alun-alun tempat masyarakat berkumpul untuk menyaksikan terpinada hukuman gantung atau pancung.
Meriam si Jagur yang terkenal, hingga tempat ditahanya Pangeran Diponegoro. Museum Fatahillah memiliki dua lantai. Pada lantai pertama terdapat benda-benda zaman prasejtaman ini terlihat unik dan lain dari taman-taman yang lain. Air mancur pada taman ini amatlah berjasa karena dahulu menjadi satu-satunya sumber air di kawasan Batavia.
Ruang bawah tanah penjara laki-laki terdapat tepat dibawah Museum Fatahillah. Ruang yang lebih dikenal dengan penjara bawah tanah ini memiliki panjang sebesar 6 meter, lebar sebesar 3 meter, dan tinggi 160cm. Selain itu ruang ini bentuk setengah lingkaran. Hal tersebut disebabkan selain sebagai penjara bawah tanah juga difungsikan sebagai penyangga gedung. Penjara bawah tanah ini digunakan untuk menampung tahanan khusunya laki-laki sebanyak 60 hingga 70 orang. Hampir kurang lebih 80% tahanan meninggal di dalam penjara karena sesaknya tahanan dalam tiap ruang selnya. Walaupun sebenarnya semua tahanan yang dipenjara berorientasi kan hukuman mati, yakni gantung, pancung, dan siksa dalam air.
Lebih dari 500 koleksi dipamerkan di museum ini. Mulai dari koleksi periode Batavia, kisah pendiri Batavia, yakni Jan Pieterszoon Coen,
arah, seperti kapak berimbas, perhiasan-perhiasan zaman batu.
Pengemis Banjir Rezeki di Bulan Puasa
24th September 2008
Para pengemis gencar cari rezeki di bulan puasa. Mereka mencari uang dengan meminta-minta kepada para pengunjung demi mendapatkan baju baru untuk dipakai di hari raya Idul Fitri.
JAKARTA, Banyak pengemis yang meminta-minta disepanjang jalan Pasar Baru. Mulai dari anak-anak hingga yang lanjut usia. Semula Dede (3), Astri (12), dan Andi (13) tidak berbeda dengan anak sebaya lainya yang senang bermain dan memiliki keluarga yang hangat. Satu hal yang membuat mereka tanpa berbeda dengan anak lainnya ialah mereka tidak pergi ke sekolah dan bekerja sebagai pengemis. Penghasilan ayahnya sebagai tukang ojek hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Ditemui Jumat (20/9) Dede, Astri, dan Andi mengatakan bahwa mereka sebenarnya bukan pengemis anak-anak yang mengemis dikawasan Pasar Baru. Biasanya mereka mengemis di daerah Pasar Impres. Mereka mulai mengemis di kawasan Pasar Baru sejak awal bulan puasa. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan pakaian baru di hari raya Idul Fitri. Kegiatan tersebut mereka lakukan sejak pukul 16.00 hingga 21.00. Selama lima jam itulah hasil yang mereka dapatkan dinilai tidak seberapa yakni berkisar antara Rp5.000,00 sampai Rp10.000,00. Belum lagi setoran Rp2.000,00 yang harus mereka bayarkan kepada para preman dengan dalil sebagai uang keamanan.
Para pengemis gencar cari rezeki di bulan puasa. Mereka mencari uang dengan meminta-minta kepada para pengunjung demi mendapatkan baju baru untuk dipakai di hari raya Idul Fitri.
JAKARTA, Banyak pengemis yang meminta-minta disepanjang jalan Pasar Baru. Mulai dari anak-anak hingga yang lanjut usia. Semula Dede (3), Astri (12), dan Andi (13) tidak berbeda dengan anak sebaya lainya yang senang bermain dan memiliki keluarga yang hangat. Satu hal yang membuat mereka tanpa berbeda dengan anak lainnya ialah mereka tidak pergi ke sekolah dan bekerja sebagai pengemis. Penghasilan ayahnya sebagai tukang ojek hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Ditemui Jumat (20/9) Dede, Astri, dan Andi mengatakan bahwa mereka sebenarnya bukan pengemis anak-anak yang mengemis dikawasan Pasar Baru. Biasanya mereka mengemis di daerah Pasar Impres. Mereka mulai mengemis di kawasan Pasar Baru sejak awal bulan puasa. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan pakaian baru di hari raya Idul Fitri. Kegiatan tersebut mereka lakukan sejak pukul 16.00 hingga 21.00. Selama lima jam itulah hasil yang mereka dapatkan dinilai tidak seberapa yakni berkisar antara Rp5.000,00 sampai Rp10.000,00. Belum lagi setoran Rp2.000,00 yang harus mereka bayarkan kepada para preman dengan dalil sebagai uang keamanan.
Global Warming Campaign ( Destop Publishing)
Latar Belakang
1. Yayasan atau company
- Apa itu Tree Saviour Indonesia ?
Tree savior Indonesia adalah sebuah perusahaan yang memfokuskan akan bahaya Pemanasan Global terutama akibat dari penggundulan pohon.
- Sejak kapan Tree Saviour Indonesia ada ?
Tree Saviour Indonesia dibentuk pada 1 Februari 2008 oleh Gabriella Zarach, karena kepeduliannya akan pohon – pohon yang semakin lama semakin sering digundulkan.
- Visi dan Misi dari Tree Saviour Indonesia
Visi : Menanamkan rasa kepedulian masyarakat akan pohon dan turut melestarikan pohon.
Misi : Membuat Indonesia menjadi kepulauan yang asri dan nyaman dengan pohon – pohon, dan menanamkan rasa pedili akan pohon dan memaksimalkan penggunaan barang yang terbuat dari pohon dan mengurangi pemakaian barang – barang yang banyak terbuat dari pohon.
- Motto : Save Forest for a Better Future
- Website : www.treesaviourindonesia.multiply.com
2. Tema
Tema yang kami angkat adalah tentang Global Warming akan tetapi lebih spesifiknya kami membahas akan penebangan hutan yang semakin besar sehingga meningkatkan Global Warming ( biasa diartikan bumi yang semakin lama semakin panas). Kami akan menjelaskan akan 5W+1H ( What, When, Who, Why, Where, and How ).
What ? (Apa itu Global Warming ? )
Global Warming adalah peningkatan suhu di dalam atmosfir bumi disebabkan oleh emisi Gas Rumah Kaca (terutama CO2) yang bertahan di stratosfer yang kemudian menghalangi pemantulan kembali radiasi sinar matahari dari bumi keluar angkasa. Secara alami, bumi hanya menyerap sebagian kecil radiasi sinar matahari yang masuk ke atmosfir, kemudian sebagian besar akan dipantulkan lagi ke luar angkasa. Namun karena adanya gas rumah kaca di lapisan stratosfer, radiasi tersebut tidak dapat keluar dari atmosfir bumi. Sehingga suhu di dalam atmosfir bumi akan menjadi lebih panas.
When ( Kapan akan dilakukan kampanye ini)
Perusahaan kami akan mengkampanyekan program kita pada awal Agustus sampai Mei 2010, karena kami akan mempromosikan dan mengajak masyarakat untuk ikut andil dalam pelestarian hutan kita ini. Dan setiap Kampanye, pada saat kami akan kampanye d mall – mall besar ataupun keci kami akan berada di sana selama sebulan. Hal ini bertujuan setiap orang dapat mengenal tree savior.
Who ( Kepada siapa kami akan mengkampanyekan program ini? )
Target kami adalah anak – anak sekolah dari kelas 3 sd- 6sd,smp,sma, dan pekerja). Kami memilih anak – anak karena hal ini sangat penting untuk diberitahukan kepada anak – anak dari dini, agar tidak terlambat program penyelamatan akan pohon – pohon yang ada di Jakarta. Selain itu juga kami ingin memberikan edukasi juga dan ingin menanamkan rasa cinta akan hutan kita terutama akan pohon kita yang semakin lama semakin dikit. Jadi kami akan mengajarkan bagaimana untuk menjaga pohon – pohon di Indonesia. Selain mengajarkan kepada anak – anak kami juga ingin menanamkan rasa peduli akan pohon kepada para pekerja, agar bisa ikut serta menjadi trree savior dalam kehidupan sehari – harinya.
Why (Kenapa kami harus mengkampanyekan program ini kepada masyarakat luas? itu banyak menggunakan pemutih
Karena menurut kami pohon di Indonesia semakin lama semakin berkurang, akibat banyak tangan – tangan masyarakat yang sembarangan menebang pohon itu secara sembarangan, dan tidak menggunakan hasil – hasil yang terbuat dari kayu secara maksimal. Banyak masyarakat di Indonesia yang menggunakannya secara sembarangan. Contoh : masih banyak anak – anak, bahkan para pekerja yang tidak menggunakan kertas secara maksimal, hanya menggunakannnya secara satu sisi saja. Masih banyak yang menggunakan sumpit kayu yang terbuat dari pohon. Selain terbuat dari pohon dan mengakibatkan pohon – pohon semakin berkurang tapi sumpit dari pohon pun tidak baik untuk kesehatan, karena pada saat pembuatannya itu memakai pemutih buatan untuk membuat sumpit tersebut menjadi putih.
Where ( Dimana kami akan mengkampanyekan program tree savior kami ? )
Kami akan mengkampayekan program ini ke sekolah – sekolah yang ternama sampai ke sekolah –sekolah yang biasa saja, dan di mall. Kami memilih sekolah yang ternama jugu karena menurut kami perhatian mereka akan kertas sedikit kurang karena menurut anak – anak sekolah yang kaya pasti akan merasa biasa saja, dan merasa untuk apa harus dibolak balik dalam penggunaan kertas. Karena menurut mereka, mereka sanggup membayarnya. Akan tetapi mereka tidak melihat dari segi pohonnya yang semakin lama semakin berkurang. Dan perubahan panas yang terjadi adalah karena akibat dari keborosan mereka dalam menggunakan kertas. Dan kami juga akan menanamkan rasa peduli akan pohon kepada para mahasiswa/i dan para pekerja pula. Agar mereka dapat memikirkan kehdupan generasi mendatang mereka yang ada di bawah mereka. Bagaimana keadaan mereka jika kehidupan generasi mendatang mereka dengan situasi cuaca yang semakin hari semakin panas dan bagimana mereka dapat bertahan hidup dengan lama jika pohon – pohon untuk melindungi mereka sudah tidak ada.
How ( Bagaimana kami akan mengkampanyekan program tree savior kami kepada masyarakat luas ? )
Kami akan memberikan edukasi kepada masyarakat akan situasi dan kondisi Indonesia dengan pohon yang semakin lama semakin berkurang, dan kami akan memberitahukan apa saja dampak – dampaknya jika kita tidak turut menguranginya dari sekarang. Seperti di sekolah – sekolah kami akan memberikan informasi atau edukasi kepada siswa/i yang berada di kota tersebut. Sebagai tindak lanjut dari yang kami beritahukan , kami akan mengajak mereka untuk menjadi tree savior dengan tidak menggunakan barang – barang yang terbuat dari pohon terlalu banyak, dan gunakan itu secara maksimal (seperti kertas, gunakan kertas dengmungkinkan gan maksimal di setiap sisinya) dan jika memungkinkan ganti sumpit yang terbuat dari kayu dan gantikan dengan sumpit yang baik. Di mall – mall kami juga akan memberikan edukasi yang sama kepada masyarakat luas, dengan memutarkan video – video yang menceritakan atau memberitahukan akan keadaan Indonesia sekarang, dan mengajak masyarakat turut menggunakan barang – barang yang terbuat dari pohon secara maksimal. Selain itu Tree Saviour juga mempnyai program untuk siswa/i,mahasiswa/i dan pekerja untuk ikut serta dalam program kami yaitu untuk menanam pohon yang akan kami selenggarakan dengan perusahaan lain.
3. Social Econonic
Sex : Pria dan Wanita
Econimic : a – d
Status : siswa/i, mahasiswa/i , dan pekerja
Demographic : orang – orang yang suka menggunakan barang yang terbuat dari pohon
secara tidak maksimal.
Geographic : Perkotaan
4. Arti konsep design
Logo Company
Kami menaruh pohon di tengah dengan dilingkari oleh orang – orang dengan banyak macam dan ciri khas. Ini melambangkan bahwa setiap diri kita tidak dilihat dari ras,warna kulit dan yang lainnya harus melindungi pohon kita secara bersama-sama dari tangan – tangan orang yang tidak menggunakannya secara bijaksana. Kami memilih comic sans karena tulisan dari comic sans itu tidak terlalu menempel oleh huruf dan lebih mudah dibaca.
Brosur
Kami menaruh pohon yang masih segar dan yang sudah hancur untuk menunjukkan keadaan hutan di Indonesia sudah menjadi seperti ini, kami berikan tampilan hitam di belakang pohon yang msih segar untuk menunjukkan bagian dalam hutan yang tidak terlihat dari luar. Kami menaruh sumpit,kertas,tissue, dan kotak box untuk menunjukkan bahwa hasil pohon yang telah ditebang oleh masyarakat lain dan menghasilkan barang – barang seperti tersebut. Kami juga menaruh logo company kami di pojok sebelah kiri, agar masyarakat yang mendapatkan brosur ini mengetahui akan perusahaan yang membuat program tersebut. Dan kami menaruh tulisan yang berupa pengetahuan akan keadaan kota sekarang ini.
Brosur untuk anak – anak berupa Pyramid
Brosur kami mebuat dua karena target kami ada yang anak sd. Oleh karena itu kami membuatnya dengan seunik dan semenarik mungkin. Agar anak – anak yang melihat brosur tersebut dapat dilihat dengan sangat baik dan dimengerti. Pertama, kami menaruh gambar pohon untuk menunjukkan bahwa focus yang akan kami bicarakan pertama kali. Kedua, Kami menaruh gambar yang we adore forest yang menunjukan bahwa bangunana – bangunan tinggi juga turut serta dalam pelestarian pohon. Dan gambar terakhir kami, kami meletakkan gambar recycle,reuse agar anak – anak mengetahui bahwa barang yang terbuat dari pohon tersebut dapat digunakan udan sewcara maksimal. Dan tidak lupa kami menuliskan akan kata – kata yang mengajak mereka untuk melakukannya
PIN
Kami memilih gambar perusahaan kami agar setiap tree savior merasa bangga dengan menjadi pencinta pohon. Kami juga memberikan motto perusahaan kami. Dan bentuk yang kami pilih adalah lingkaran, karena banyak yang ucup. Dan kami memilih warna orange dan kuning, untuk memberikan nuansa yang berbeda.
Postcard
Di sebelah kri kami menampilkan gambar pembakaran hutan secara liar, sementara yang terletak disebelah kanan adalah gambar pohon – pohon yang masih asri dan menyenangkan. Kami menaruh gambar ini untuk membuat masyarakat berpikir akan keadaan sekarang. Kami pun menuliskan motto dari perusahaan kami dan menaruh logo di sebelah kiri perusahaan kami dikamera.
T-shirt
T-shirt yang kami buat sangat simple. Karena kami hanya ingin menampilkan logo dan motto dari perusahaan kami.
5. Promo
Kami akan mengajak beberapa perusahaan untuk bekerjasama dalam melakukan program ini. Seperti Mandiri, Hoka – Hoka Bento, dan Bodyshop.
Mandiri
Kami akan bekerjasama dengan Mandiri dan akan mengadakan program MandiriSaviour. Jadi setiap orang yang menabung dalam program MandiriSaviour, turut membantu dan turut ikut andil dalam menggalang dana untuk penanaman pohon. Program penanaman pohon diberi takeline “1 man 1 tree”.
Dan Mandiri juga akan mengajak anak – anak sekolah,mahasiswa, pekerja(termasuk penabung di MandiriSaviour) untuk ikut serta dalam penanaman pohon tersebut. Selain itu juga program ini sangat baik karena akan meningkatkan citra untuk Bank Mandiri juga. Karena media akan meliput program tersebut dan anggapan masyarakat akan Mandiri sebagai Bank yang perduli terhadap lingkungan.
- Hoka-Hoka Bento
Kami akan bekerjasama dengan Hoka-Hoka Bento untuk mencari dana untuk penanaman pohon yang ada di Indonesia. Program yang akan kami jalankan adalah jika masyarkat membeli makanan untuk paket a,paket b, paket c, dan paket d akan mendapatkan brosur akan ‘TreeSaviour’. Pembeli sudah membantu untuk dana penanaman pohon sebesar Rp. 50,- per orang.
Dan melalui program ini masyarakat dapat semakin mengenal akan adanya ‘TreeSaviour’ dan dapat pula menjadi TreeSaviour dalam kehidupan sehari-harinya.
- Bodyshop
Kami akan bekerjasama dengan Bodyshop. Program yang akan kami jalankan untuk mencari dana untuk dapat memperbanyak penanaman pohon yang ada di Jakarta. Dengan pembelian produk Bodyshop apa saja sudah membantu Rp. 500,- per orang. Kami bekerjasama dengan Bodyshop karena Body shop sendiri adalah suatu perusahaan yang ingin menunjukkan bahwa Bodyshop adalah perusaan yang memperhatikan lingkungan. Dengan less packaging and less paperbag.
1. Yayasan atau company
- Apa itu Tree Saviour Indonesia ?
Tree savior Indonesia adalah sebuah perusahaan yang memfokuskan akan bahaya Pemanasan Global terutama akibat dari penggundulan pohon.
- Sejak kapan Tree Saviour Indonesia ada ?
Tree Saviour Indonesia dibentuk pada 1 Februari 2008 oleh Gabriella Zarach, karena kepeduliannya akan pohon – pohon yang semakin lama semakin sering digundulkan.
- Visi dan Misi dari Tree Saviour Indonesia
Visi : Menanamkan rasa kepedulian masyarakat akan pohon dan turut melestarikan pohon.
Misi : Membuat Indonesia menjadi kepulauan yang asri dan nyaman dengan pohon – pohon, dan menanamkan rasa pedili akan pohon dan memaksimalkan penggunaan barang yang terbuat dari pohon dan mengurangi pemakaian barang – barang yang banyak terbuat dari pohon.
- Motto : Save Forest for a Better Future
- Website : www.treesaviourindonesia.multiply.com
2. Tema
Tema yang kami angkat adalah tentang Global Warming akan tetapi lebih spesifiknya kami membahas akan penebangan hutan yang semakin besar sehingga meningkatkan Global Warming ( biasa diartikan bumi yang semakin lama semakin panas). Kami akan menjelaskan akan 5W+1H ( What, When, Who, Why, Where, and How ).
What ? (Apa itu Global Warming ? )
Global Warming adalah peningkatan suhu di dalam atmosfir bumi disebabkan oleh emisi Gas Rumah Kaca (terutama CO2) yang bertahan di stratosfer yang kemudian menghalangi pemantulan kembali radiasi sinar matahari dari bumi keluar angkasa. Secara alami, bumi hanya menyerap sebagian kecil radiasi sinar matahari yang masuk ke atmosfir, kemudian sebagian besar akan dipantulkan lagi ke luar angkasa. Namun karena adanya gas rumah kaca di lapisan stratosfer, radiasi tersebut tidak dapat keluar dari atmosfir bumi. Sehingga suhu di dalam atmosfir bumi akan menjadi lebih panas.
When ( Kapan akan dilakukan kampanye ini)
Perusahaan kami akan mengkampanyekan program kita pada awal Agustus sampai Mei 2010, karena kami akan mempromosikan dan mengajak masyarakat untuk ikut andil dalam pelestarian hutan kita ini. Dan setiap Kampanye, pada saat kami akan kampanye d mall – mall besar ataupun keci kami akan berada di sana selama sebulan. Hal ini bertujuan setiap orang dapat mengenal tree savior.
Who ( Kepada siapa kami akan mengkampanyekan program ini? )
Target kami adalah anak – anak sekolah dari kelas 3 sd- 6sd,smp,sma, dan pekerja). Kami memilih anak – anak karena hal ini sangat penting untuk diberitahukan kepada anak – anak dari dini, agar tidak terlambat program penyelamatan akan pohon – pohon yang ada di Jakarta. Selain itu juga kami ingin memberikan edukasi juga dan ingin menanamkan rasa cinta akan hutan kita terutama akan pohon kita yang semakin lama semakin dikit. Jadi kami akan mengajarkan bagaimana untuk menjaga pohon – pohon di Indonesia. Selain mengajarkan kepada anak – anak kami juga ingin menanamkan rasa peduli akan pohon kepada para pekerja, agar bisa ikut serta menjadi trree savior dalam kehidupan sehari – harinya.
Why (Kenapa kami harus mengkampanyekan program ini kepada masyarakat luas? itu banyak menggunakan pemutih
Karena menurut kami pohon di Indonesia semakin lama semakin berkurang, akibat banyak tangan – tangan masyarakat yang sembarangan menebang pohon itu secara sembarangan, dan tidak menggunakan hasil – hasil yang terbuat dari kayu secara maksimal. Banyak masyarakat di Indonesia yang menggunakannya secara sembarangan. Contoh : masih banyak anak – anak, bahkan para pekerja yang tidak menggunakan kertas secara maksimal, hanya menggunakannnya secara satu sisi saja. Masih banyak yang menggunakan sumpit kayu yang terbuat dari pohon. Selain terbuat dari pohon dan mengakibatkan pohon – pohon semakin berkurang tapi sumpit dari pohon pun tidak baik untuk kesehatan, karena pada saat pembuatannya itu memakai pemutih buatan untuk membuat sumpit tersebut menjadi putih.
Where ( Dimana kami akan mengkampanyekan program tree savior kami ? )
Kami akan mengkampayekan program ini ke sekolah – sekolah yang ternama sampai ke sekolah –sekolah yang biasa saja, dan di mall. Kami memilih sekolah yang ternama jugu karena menurut kami perhatian mereka akan kertas sedikit kurang karena menurut anak – anak sekolah yang kaya pasti akan merasa biasa saja, dan merasa untuk apa harus dibolak balik dalam penggunaan kertas. Karena menurut mereka, mereka sanggup membayarnya. Akan tetapi mereka tidak melihat dari segi pohonnya yang semakin lama semakin berkurang. Dan perubahan panas yang terjadi adalah karena akibat dari keborosan mereka dalam menggunakan kertas. Dan kami juga akan menanamkan rasa peduli akan pohon kepada para mahasiswa/i dan para pekerja pula. Agar mereka dapat memikirkan kehdupan generasi mendatang mereka yang ada di bawah mereka. Bagaimana keadaan mereka jika kehidupan generasi mendatang mereka dengan situasi cuaca yang semakin hari semakin panas dan bagimana mereka dapat bertahan hidup dengan lama jika pohon – pohon untuk melindungi mereka sudah tidak ada.
How ( Bagaimana kami akan mengkampanyekan program tree savior kami kepada masyarakat luas ? )
Kami akan memberikan edukasi kepada masyarakat akan situasi dan kondisi Indonesia dengan pohon yang semakin lama semakin berkurang, dan kami akan memberitahukan apa saja dampak – dampaknya jika kita tidak turut menguranginya dari sekarang. Seperti di sekolah – sekolah kami akan memberikan informasi atau edukasi kepada siswa/i yang berada di kota tersebut. Sebagai tindak lanjut dari yang kami beritahukan , kami akan mengajak mereka untuk menjadi tree savior dengan tidak menggunakan barang – barang yang terbuat dari pohon terlalu banyak, dan gunakan itu secara maksimal (seperti kertas, gunakan kertas dengmungkinkan gan maksimal di setiap sisinya) dan jika memungkinkan ganti sumpit yang terbuat dari kayu dan gantikan dengan sumpit yang baik. Di mall – mall kami juga akan memberikan edukasi yang sama kepada masyarakat luas, dengan memutarkan video – video yang menceritakan atau memberitahukan akan keadaan Indonesia sekarang, dan mengajak masyarakat turut menggunakan barang – barang yang terbuat dari pohon secara maksimal. Selain itu Tree Saviour juga mempnyai program untuk siswa/i,mahasiswa/i dan pekerja untuk ikut serta dalam program kami yaitu untuk menanam pohon yang akan kami selenggarakan dengan perusahaan lain.
3. Social Econonic
Sex : Pria dan Wanita
Econimic : a – d
Status : siswa/i, mahasiswa/i , dan pekerja
Demographic : orang – orang yang suka menggunakan barang yang terbuat dari pohon
secara tidak maksimal.
Geographic : Perkotaan
4. Arti konsep design
Logo Company
Kami menaruh pohon di tengah dengan dilingkari oleh orang – orang dengan banyak macam dan ciri khas. Ini melambangkan bahwa setiap diri kita tidak dilihat dari ras,warna kulit dan yang lainnya harus melindungi pohon kita secara bersama-sama dari tangan – tangan orang yang tidak menggunakannya secara bijaksana. Kami memilih comic sans karena tulisan dari comic sans itu tidak terlalu menempel oleh huruf dan lebih mudah dibaca.
Brosur
Kami menaruh pohon yang masih segar dan yang sudah hancur untuk menunjukkan keadaan hutan di Indonesia sudah menjadi seperti ini, kami berikan tampilan hitam di belakang pohon yang msih segar untuk menunjukkan bagian dalam hutan yang tidak terlihat dari luar. Kami menaruh sumpit,kertas,tissue, dan kotak box untuk menunjukkan bahwa hasil pohon yang telah ditebang oleh masyarakat lain dan menghasilkan barang – barang seperti tersebut. Kami juga menaruh logo company kami di pojok sebelah kiri, agar masyarakat yang mendapatkan brosur ini mengetahui akan perusahaan yang membuat program tersebut. Dan kami menaruh tulisan yang berupa pengetahuan akan keadaan kota sekarang ini.
Brosur untuk anak – anak berupa Pyramid
Brosur kami mebuat dua karena target kami ada yang anak sd. Oleh karena itu kami membuatnya dengan seunik dan semenarik mungkin. Agar anak – anak yang melihat brosur tersebut dapat dilihat dengan sangat baik dan dimengerti. Pertama, kami menaruh gambar pohon untuk menunjukkan bahwa focus yang akan kami bicarakan pertama kali. Kedua, Kami menaruh gambar yang we adore forest yang menunjukan bahwa bangunana – bangunan tinggi juga turut serta dalam pelestarian pohon. Dan gambar terakhir kami, kami meletakkan gambar recycle,reuse agar anak – anak mengetahui bahwa barang yang terbuat dari pohon tersebut dapat digunakan udan sewcara maksimal. Dan tidak lupa kami menuliskan akan kata – kata yang mengajak mereka untuk melakukannya
PIN
Kami memilih gambar perusahaan kami agar setiap tree savior merasa bangga dengan menjadi pencinta pohon. Kami juga memberikan motto perusahaan kami. Dan bentuk yang kami pilih adalah lingkaran, karena banyak yang ucup. Dan kami memilih warna orange dan kuning, untuk memberikan nuansa yang berbeda.
Postcard
Di sebelah kri kami menampilkan gambar pembakaran hutan secara liar, sementara yang terletak disebelah kanan adalah gambar pohon – pohon yang masih asri dan menyenangkan. Kami menaruh gambar ini untuk membuat masyarakat berpikir akan keadaan sekarang. Kami pun menuliskan motto dari perusahaan kami dan menaruh logo di sebelah kiri perusahaan kami dikamera.
T-shirt
T-shirt yang kami buat sangat simple. Karena kami hanya ingin menampilkan logo dan motto dari perusahaan kami.
5. Promo
Kami akan mengajak beberapa perusahaan untuk bekerjasama dalam melakukan program ini. Seperti Mandiri, Hoka – Hoka Bento, dan Bodyshop.
Mandiri
Kami akan bekerjasama dengan Mandiri dan akan mengadakan program MandiriSaviour. Jadi setiap orang yang menabung dalam program MandiriSaviour, turut membantu dan turut ikut andil dalam menggalang dana untuk penanaman pohon. Program penanaman pohon diberi takeline “1 man 1 tree”.
Dan Mandiri juga akan mengajak anak – anak sekolah,mahasiswa, pekerja(termasuk penabung di MandiriSaviour) untuk ikut serta dalam penanaman pohon tersebut. Selain itu juga program ini sangat baik karena akan meningkatkan citra untuk Bank Mandiri juga. Karena media akan meliput program tersebut dan anggapan masyarakat akan Mandiri sebagai Bank yang perduli terhadap lingkungan.
- Hoka-Hoka Bento
Kami akan bekerjasama dengan Hoka-Hoka Bento untuk mencari dana untuk penanaman pohon yang ada di Indonesia. Program yang akan kami jalankan adalah jika masyarkat membeli makanan untuk paket a,paket b, paket c, dan paket d akan mendapatkan brosur akan ‘TreeSaviour’. Pembeli sudah membantu untuk dana penanaman pohon sebesar Rp. 50,- per orang.
Dan melalui program ini masyarakat dapat semakin mengenal akan adanya ‘TreeSaviour’ dan dapat pula menjadi TreeSaviour dalam kehidupan sehari-harinya.
- Bodyshop
Kami akan bekerjasama dengan Bodyshop. Program yang akan kami jalankan untuk mencari dana untuk dapat memperbanyak penanaman pohon yang ada di Jakarta. Dengan pembelian produk Bodyshop apa saja sudah membantu Rp. 500,- per orang. Kami bekerjasama dengan Bodyshop karena Body shop sendiri adalah suatu perusahaan yang ingin menunjukkan bahwa Bodyshop adalah perusaan yang memperhatikan lingkungan. Dengan less packaging and less paperbag.
Perhatiin Ibu Ami!
Target :
Ibu Ami seorang wanita berusia 35 tahun yang bekerja di rumah saya, sebagai pembantu rumah tangga. Ibu Ami sudah bekerja di rumahku selama 5 tahun.
Dairy Sheet :
Hari dan Tanggal : Rabu, 2 Desember 2009
Waktu penyelidikan : 1 harian penuh ( pagi – malam )
05.00 – 07.30 - Ibu Ami bangun dan pekerjaan yang ia lakukan pada pagi hari adalah mandi,membersihkan dapur, membersihkan meja makan, mencuci piring, menyiapkan seragam+susu ,pakaian dalam, sepatu dan kaos kaki dan menyiapkan sarapan pagi untuk adik laki – laki saya yang pertama.Lalu membantu adik saya berbenah dan mengantarkan adik pertama saya ke sekolah, dan balik kembali pukul hampir jam 7.30.
07.30 – 08.30 - Lalu ia menyapu dan mengepel lantai 1 dan 2 rumah.
08.30 – 09.30 - Membangunkan adik laki – laki saya yang ke-2, menyiapkan sarapan untuk adik saya, mama dan papa saya, menyiapkan seragam, pakaian dalam, sepatu dan kaos kaki adik ke-2 saya, memandikan adik ke-2 saya dan memakaikan seragam dan menunggu adik saya selesai makan.
09.30 – 12.00 - Mencuci baju, menjemur pakaian, mempersiapkan bahan – bahan makanan yang diperlukan untuk di masak, memasak makanan untuk makan siang, pack makanan untu adik pertama saya di sekolah dan minta supir antar makanan itu ke sekolah, dan ibu makan.
12.00 – 15.00 - Menonton gossip, menyiapkan pakaian rumah untuk adik ke -2 saya, lalu adik saya pulang dan ibu menggantikan baju adik saya dan merapikan tas. Lalu ibu menyiapkan makanan untuk adik saya dan menungguinya makan sambil menonton bersama saya dan adik saya. Setelah adik saya selesai makan, ibu mengajarkan pelajaran yang dipejari di sekolah tadi. Lalu saya menyuruh adik saya tidur siang dan ibu menemani adik saya sampai dia tertidur dan ibu membersihkan kamar mama dan adik – adik saya. ( Ada perbedaan sikap terhadap adik pertama dan adik kedua saya, dari segi bicara terkadang gampang sekali cepat marah terhadap adik pertama saya. Saya sedang di tangga memperhatikan gerak gerik mereka. Memang ibu marah beralasan karena sudah menyuruh adik saya 2x untuk stop bermain dan tidur )
15.00 - 19.00 - Menyiapkan pakaian dan susu untuk adik pertama saya, menemani adik pertama saa bermain games, menemani adik pertama saya sampai tertidu, lalu ibu mulai mengepel kamar mama,adik2 saya dan saya. Membangunkan dan memandikan adik ke-2 saya. Setelah itu ibu mandi, memasak sayur tambahan dan memanaskan sayur yang masih ada, ibu makan malam dan menyiapkan makanan untuk adik – adik saya dan menemani adik saya makan sambil ngobrol – ngobrol dengan saya dan mama saya. ( Berbicara dengan mama saya dan saya ibu sangat sopan dan kami cukup dekat)
19.00 – 21.30 - Menemani adik – adik saya menonton film – film kartun, menyuruh adik – adik saya mencuci kaki dan tangan dan sikat gigi. Dan menemani mereka tidur.
21.30 - …. - Ibu bergegas untuk tidur dan tidur.
Diary Sheet :
Hari dan Tanggal : Kamis, 3 November 2009
Situasi : Sore hari ( sekitar pukul 3.30 setelah saya pulang dari kampus ) sampai malam hari.
Saya melihat ibu sedang berbicara di depan rumah dengan ibu tetangga yang asalnya dari Jawa. Dan saya melihat ibu ramah berbicara dengan ibu tetangga kami tersebut, dan mereka berbicara dalam bahasa Jawa (sepertinya) dan gaya bicara yang ‘nyablak’ tidak seperti ke mama, papa dan saya yang sopan. Saya tidak bisa mengambil foto mereka karena tidak berhasil. Tidak lama saya mau ambil kamera saya dan mengambilnya dari dalam rumah tidak bisa, karena mereka sudah selesai berbicara. Lalu saya pura – pura bertanya sama ibu, apa yang tadi mereka bicarakan. Lalu saya mendapatkan mereka membicarakan soal anak ibu yang di dekat rumah kami yang tidak terurus sama mama papa itu anak. Lalu dia melanjutkan pekerjaannya membersihkan kamar adik – adik saya, saya dan mama saya. Mempersiapkan bahan – bahan makanan yang akan dia masak untuk malam dan memanaskan kembali makanan siang yang masih ada sisa, lalu ibu membangunkan adik – adik saya yang sedang tidur dan memandikan mereka, setelah adik – adik saya mandi ibu juga mandi lalu menemani adik – adik saya makan. ( saya memperhatikan gerak gerik mereka di tangga, karena tempat itu tidak dapat mereka ketahui jika saya berada di situ ) lalu saya mendapati lagi bahwa ibu berbicara dengan nada yang cukup tinggi terhadap adik laki – laki saya yang pertama karena memilih- milih makanan dan saya pun mencoba ke sana kareana saya ingin melihat apakah nada bicara ibu akan sama jika saya berada di sana. Saya mendapati ibu menurunkan nada bicaranya kepada adik laki – laki saya yang pertama dan ibu memberitahukan kepada saya bahwa adik laki – laki saya yang pertama susah makan dan tidak mau makan. Lalu saya pun menegur adik pertama saya lalu saya duduk kemali di tangga dan mendengar apakah nada bicara ibu berubah lagi atau tidak. Dan ibu sudah tidak terlalu kesal lagi karena adik saya sudah mau makan makanan yang ada.
Diary Sheet :
Hari dan Tanggal : Sabtu, 5 November 2009
Situasi : Malam jam 6
Saya melihat ibu sedang bersiap2 - siap untuk jalan – jalan dengan pekerja yang ada di kantor mama saya. ( Beberapa pekerja mama saya ada 4 orang yang tinggal di rumah dan semuanya adalah perempuan dan mereka lebih kecil usianya dari ibu ) lalu saya melihat hubungan mereka sangat akrab. Dan hubungan mereka lebih apa adanya. Dari segi bicara maupun gaya bicaranya pun berbeda. Lebih apa adanya dari segi bicara dan tertawa. Bicara dengan bahasa Indonesia dan ‘nyablak’. Lalu mereka gegas berangkat. Dan saya tidak mengikut mereka. Karena mereka pergi ke pasar malam yang ramai sekali orang – orangnya.
______________________________________________________________________________
Analisis :
Front Stage
Ramah,rajin sopan di depan mama,papa, dan saya. Menunjukkan kinerja yang baik di depan kami.
Ibu nampak pendiam dan tidak terlalu banyak bicara di depan kami
Middle stage
Ramah terhadap sesama, apa adanya dan cukup ‘ceriwis’ jika bersama dengan teman – teman ibu sendiri.
Dan bahasa Jawanya langsung keluar jika berbicara dengan teman – temannya
Back stage
Ibu rajin walaupun saya tidak berada di depan dia( terbukti pada saat saya memperhatikan dia dari tangga dan saya melihat pekerjaan rutin dia selalu selesai dengan baik dan rapi), ramah terhadap siapa saja dan suka membicarakan orang/ ‘ceriwis’
Ibu Ami seorang wanita berusia 35 tahun yang bekerja di rumah saya, sebagai pembantu rumah tangga. Ibu Ami sudah bekerja di rumahku selama 5 tahun.
Dairy Sheet :
Hari dan Tanggal : Rabu, 2 Desember 2009
Waktu penyelidikan : 1 harian penuh ( pagi – malam )
05.00 – 07.30 - Ibu Ami bangun dan pekerjaan yang ia lakukan pada pagi hari adalah mandi,membersihkan dapur, membersihkan meja makan, mencuci piring, menyiapkan seragam+susu ,pakaian dalam, sepatu dan kaos kaki dan menyiapkan sarapan pagi untuk adik laki – laki saya yang pertama.Lalu membantu adik saya berbenah dan mengantarkan adik pertama saya ke sekolah, dan balik kembali pukul hampir jam 7.30.
07.30 – 08.30 - Lalu ia menyapu dan mengepel lantai 1 dan 2 rumah.
08.30 – 09.30 - Membangunkan adik laki – laki saya yang ke-2, menyiapkan sarapan untuk adik saya, mama dan papa saya, menyiapkan seragam, pakaian dalam, sepatu dan kaos kaki adik ke-2 saya, memandikan adik ke-2 saya dan memakaikan seragam dan menunggu adik saya selesai makan.
09.30 – 12.00 - Mencuci baju, menjemur pakaian, mempersiapkan bahan – bahan makanan yang diperlukan untuk di masak, memasak makanan untuk makan siang, pack makanan untu adik pertama saya di sekolah dan minta supir antar makanan itu ke sekolah, dan ibu makan.
12.00 – 15.00 - Menonton gossip, menyiapkan pakaian rumah untuk adik ke -2 saya, lalu adik saya pulang dan ibu menggantikan baju adik saya dan merapikan tas. Lalu ibu menyiapkan makanan untuk adik saya dan menungguinya makan sambil menonton bersama saya dan adik saya. Setelah adik saya selesai makan, ibu mengajarkan pelajaran yang dipejari di sekolah tadi. Lalu saya menyuruh adik saya tidur siang dan ibu menemani adik saya sampai dia tertidur dan ibu membersihkan kamar mama dan adik – adik saya. ( Ada perbedaan sikap terhadap adik pertama dan adik kedua saya, dari segi bicara terkadang gampang sekali cepat marah terhadap adik pertama saya. Saya sedang di tangga memperhatikan gerak gerik mereka. Memang ibu marah beralasan karena sudah menyuruh adik saya 2x untuk stop bermain dan tidur )
15.00 - 19.00 - Menyiapkan pakaian dan susu untuk adik pertama saya, menemani adik pertama saa bermain games, menemani adik pertama saya sampai tertidu, lalu ibu mulai mengepel kamar mama,adik2 saya dan saya. Membangunkan dan memandikan adik ke-2 saya. Setelah itu ibu mandi, memasak sayur tambahan dan memanaskan sayur yang masih ada, ibu makan malam dan menyiapkan makanan untuk adik – adik saya dan menemani adik saya makan sambil ngobrol – ngobrol dengan saya dan mama saya. ( Berbicara dengan mama saya dan saya ibu sangat sopan dan kami cukup dekat)
19.00 – 21.30 - Menemani adik – adik saya menonton film – film kartun, menyuruh adik – adik saya mencuci kaki dan tangan dan sikat gigi. Dan menemani mereka tidur.
21.30 - …. - Ibu bergegas untuk tidur dan tidur.
Diary Sheet :
Hari dan Tanggal : Kamis, 3 November 2009
Situasi : Sore hari ( sekitar pukul 3.30 setelah saya pulang dari kampus ) sampai malam hari.
Saya melihat ibu sedang berbicara di depan rumah dengan ibu tetangga yang asalnya dari Jawa. Dan saya melihat ibu ramah berbicara dengan ibu tetangga kami tersebut, dan mereka berbicara dalam bahasa Jawa (sepertinya) dan gaya bicara yang ‘nyablak’ tidak seperti ke mama, papa dan saya yang sopan. Saya tidak bisa mengambil foto mereka karena tidak berhasil. Tidak lama saya mau ambil kamera saya dan mengambilnya dari dalam rumah tidak bisa, karena mereka sudah selesai berbicara. Lalu saya pura – pura bertanya sama ibu, apa yang tadi mereka bicarakan. Lalu saya mendapatkan mereka membicarakan soal anak ibu yang di dekat rumah kami yang tidak terurus sama mama papa itu anak. Lalu dia melanjutkan pekerjaannya membersihkan kamar adik – adik saya, saya dan mama saya. Mempersiapkan bahan – bahan makanan yang akan dia masak untuk malam dan memanaskan kembali makanan siang yang masih ada sisa, lalu ibu membangunkan adik – adik saya yang sedang tidur dan memandikan mereka, setelah adik – adik saya mandi ibu juga mandi lalu menemani adik – adik saya makan. ( saya memperhatikan gerak gerik mereka di tangga, karena tempat itu tidak dapat mereka ketahui jika saya berada di situ ) lalu saya mendapati lagi bahwa ibu berbicara dengan nada yang cukup tinggi terhadap adik laki – laki saya yang pertama karena memilih- milih makanan dan saya pun mencoba ke sana kareana saya ingin melihat apakah nada bicara ibu akan sama jika saya berada di sana. Saya mendapati ibu menurunkan nada bicaranya kepada adik laki – laki saya yang pertama dan ibu memberitahukan kepada saya bahwa adik laki – laki saya yang pertama susah makan dan tidak mau makan. Lalu saya pun menegur adik pertama saya lalu saya duduk kemali di tangga dan mendengar apakah nada bicara ibu berubah lagi atau tidak. Dan ibu sudah tidak terlalu kesal lagi karena adik saya sudah mau makan makanan yang ada.
Diary Sheet :
Hari dan Tanggal : Sabtu, 5 November 2009
Situasi : Malam jam 6
Saya melihat ibu sedang bersiap2 - siap untuk jalan – jalan dengan pekerja yang ada di kantor mama saya. ( Beberapa pekerja mama saya ada 4 orang yang tinggal di rumah dan semuanya adalah perempuan dan mereka lebih kecil usianya dari ibu ) lalu saya melihat hubungan mereka sangat akrab. Dan hubungan mereka lebih apa adanya. Dari segi bicara maupun gaya bicaranya pun berbeda. Lebih apa adanya dari segi bicara dan tertawa. Bicara dengan bahasa Indonesia dan ‘nyablak’. Lalu mereka gegas berangkat. Dan saya tidak mengikut mereka. Karena mereka pergi ke pasar malam yang ramai sekali orang – orangnya.
______________________________________________________________________________
Analisis :
Front Stage
Ramah,rajin sopan di depan mama,papa, dan saya. Menunjukkan kinerja yang baik di depan kami.
Ibu nampak pendiam dan tidak terlalu banyak bicara di depan kami
Middle stage
Ramah terhadap sesama, apa adanya dan cukup ‘ceriwis’ jika bersama dengan teman – teman ibu sendiri.
Dan bahasa Jawanya langsung keluar jika berbicara dengan teman – temannya
Back stage
Ibu rajin walaupun saya tidak berada di depan dia( terbukti pada saat saya memperhatikan dia dari tangga dan saya melihat pekerjaan rutin dia selalu selesai dengan baik dan rapi), ramah terhadap siapa saja dan suka membicarakan orang/ ‘ceriwis’
Tukang Ojek (single parents)
Pak Wahyu adalah seorang tukang ojek yang berada dekat dengan rumah saya.
Saya mengangkat kisah Pak Wahyu dalam tugas saya karena menurut saya sedikit sekali pria yang dapat menjadi seorang single parents. Saya tidak bilang pria tidak mampu menjadi single parents, hanya saja cukup banyak kisah yang saya dengar adalah seorang wanita yang menjadi single parents. Saya penasaran bagaimana seorang Pak Wahyu dapat membagi waktu dengan anaknya, sementara dia adalah seorang tukang ojek dan pemilik warung kecil pula. Silahkan dilihat video ini. Sembari menunggu anaknya pulang sekolah dia menjadi seorang tukang ojek yang mangkal dekat rumah saya, pada saat jam anak nya sudah harus pulang sekolah dia (Pak Wahyu) menjemput anak satu - satunya ( Victor ). Pada saat anaknya pulang dia baru membuka usaha warung kecil - kecilannya tersebut.
Saya mengangkat kisah Pak Wahyu dalam tugas saya karena menurut saya sedikit sekali pria yang dapat menjadi seorang single parents. Saya tidak bilang pria tidak mampu menjadi single parents, hanya saja cukup banyak kisah yang saya dengar adalah seorang wanita yang menjadi single parents. Saya penasaran bagaimana seorang Pak Wahyu dapat membagi waktu dengan anaknya, sementara dia adalah seorang tukang ojek dan pemilik warung kecil pula. Silahkan dilihat video ini. Sembari menunggu anaknya pulang sekolah dia menjadi seorang tukang ojek yang mangkal dekat rumah saya, pada saat jam anak nya sudah harus pulang sekolah dia (Pak Wahyu) menjemput anak satu - satunya ( Victor ). Pada saat anaknya pulang dia baru membuka usaha warung kecil - kecilannya tersebut.
Cara mengembangkan karirmu!
Hal terpenting dalam kepemimpinan yang perlu saya miliki untuk mengembangkan karir saya :
Hal pertama adalah saya harus memiliki visi,dan misi yang jelas dalam dalam memimpin suatu hal, jika saya tidak memiliki visi,dan misi yang jelas saya jadi tidak mempunyai arah dan tujuan yang jelas organisasinya akan di bawa sampai kemana. Sebagai contoh : Jika saya diberi kepercayakan untuk menjadi seorang pemimpin dalam sebuah perusahaan A. Paling tidak awalnya saya harus memikirkannya terlebih dahulu visi dan misi saya ke depannya untuk perusahaan ini apa,kita ingin mengubah atau membuat suatu hal yang berguna apa untuk memajukan perusahaan ini. Setelah kita memiliki visi dan misi yang jelas kita juga harus memikirkan hal – hal apa saja yang akan dilakukan oleh saya untuk dapat mencapai visi dan misi saya tersebut. Dan langkah selanjutnya adalah kita harus memiliki target untuk hal – hal yang akan kita lakukan, hal ini bertujuan agar kita semakin semangat untuk mau mengejar target yang telah kita tetapkan.
Selain kita memikirkan hal teknisnya, tapi dalam kepemimpinan kita juga harus memiliki karteristik-karakteristik yang baik atau yang mendukung. Sebagai seorang pemimpin kita harus memiliki banyak-banyak ide yang kreatif,penuh antusias,optimis,bijaksana agar dapat memilah yang mana hal yang baik untuk perusahaan dan yang mana yang tidak baik untuk perusahaan dan dapat memberikan pengaruh-pengaruh yang positif kepada bawahan kita, jadi bawahan kita dapat melihat contoh baik yang ada dalam diri kita. Selain itu kita juga harus dapat menyampaikan apa yang kita pikirkan kepada bawahan kita dengan baik dan benar, agar bawahan kita mengerti apa yang kita maksudkan, dan selain itu lebiha baiknya lagi kita dapat menyalurkan dan membagikan beban atau visi dan misi kita kepada bawahan kita, agar bawahan kita dapat memiliki visi dan misi yang sama dengan kita(pemimpin).
Menurut saya jika kita melakukan hal ini dalam mempimpin suatu perusahaan, maka ini akan memberikan pengaruh yang baik untuk perkembangan karir kita. Perusahaan yang kita pimpin akan semakin kokoh dan semakin maju sesuai dengan target yang telah ditetapkan dari awal. Selain itu juga ini dapat membuat kita lebih mengasah jiwa kepemimpinan kita dan kita dapat lebih mengetahui macam – macam karakter pegawai dalam perusahaan kita seperti apa. Dan kita juga dapat semakin dekat dan akrab dengan pegawai – pegawai kita di kantor.
Hal pertama adalah saya harus memiliki visi,dan misi yang jelas dalam dalam memimpin suatu hal, jika saya tidak memiliki visi,dan misi yang jelas saya jadi tidak mempunyai arah dan tujuan yang jelas organisasinya akan di bawa sampai kemana. Sebagai contoh : Jika saya diberi kepercayakan untuk menjadi seorang pemimpin dalam sebuah perusahaan A. Paling tidak awalnya saya harus memikirkannya terlebih dahulu visi dan misi saya ke depannya untuk perusahaan ini apa,kita ingin mengubah atau membuat suatu hal yang berguna apa untuk memajukan perusahaan ini. Setelah kita memiliki visi dan misi yang jelas kita juga harus memikirkan hal – hal apa saja yang akan dilakukan oleh saya untuk dapat mencapai visi dan misi saya tersebut. Dan langkah selanjutnya adalah kita harus memiliki target untuk hal – hal yang akan kita lakukan, hal ini bertujuan agar kita semakin semangat untuk mau mengejar target yang telah kita tetapkan.
Selain kita memikirkan hal teknisnya, tapi dalam kepemimpinan kita juga harus memiliki karteristik-karakteristik yang baik atau yang mendukung. Sebagai seorang pemimpin kita harus memiliki banyak-banyak ide yang kreatif,penuh antusias,optimis,bijaksana agar dapat memilah yang mana hal yang baik untuk perusahaan dan yang mana yang tidak baik untuk perusahaan dan dapat memberikan pengaruh-pengaruh yang positif kepada bawahan kita, jadi bawahan kita dapat melihat contoh baik yang ada dalam diri kita. Selain itu kita juga harus dapat menyampaikan apa yang kita pikirkan kepada bawahan kita dengan baik dan benar, agar bawahan kita mengerti apa yang kita maksudkan, dan selain itu lebiha baiknya lagi kita dapat menyalurkan dan membagikan beban atau visi dan misi kita kepada bawahan kita, agar bawahan kita dapat memiliki visi dan misi yang sama dengan kita(pemimpin).
Menurut saya jika kita melakukan hal ini dalam mempimpin suatu perusahaan, maka ini akan memberikan pengaruh yang baik untuk perkembangan karir kita. Perusahaan yang kita pimpin akan semakin kokoh dan semakin maju sesuai dengan target yang telah ditetapkan dari awal. Selain itu juga ini dapat membuat kita lebih mengasah jiwa kepemimpinan kita dan kita dapat lebih mengetahui macam – macam karakter pegawai dalam perusahaan kita seperti apa. Dan kita juga dapat semakin dekat dan akrab dengan pegawai – pegawai kita di kantor.
Rabu, 07 April 2010
Hemat Air ( PR & Publicity )
I. Latar Belakang
Keprihatinan negara-negara di dunia terhadap keberadaan Sumber daya air (SDA) dewasa ini semakin menggejolak. Cadangan air seiring bertambahnya jumlah penduduk dirasakan semakin berkurang kapasitasnya. Ironisnya, Indonesia sebagai Negara kelima terbesar yang memiliki cadangan air, di saat tertentu mengalami kelangkaan air. Berdasarkan fenomena itu maka negara-negara di seluruh dunia selalu menghimbau dan menyerukan kepada penduduk bumi melalui peringatan-peringatan untuk mengambil langkah-langkah penyelamatan / penghematan air, demi generasi mendatang.
Begitupun kondisi air tanah di Jakarta kritis. Bukan hanya kualitas, melainkan juga kuantitas air tanah. Sudah saatnya penghematan air dilakukan. Jika tidak, bersiaplah melihat Ibu Kota di bawah air atau tenggelam. Efek lingkungan lainnya adalah semakin besarnya kekosongan rongga di dalam tanah. Hal ini mengakibatkan permukaan tanah mengalami penurunan yang terbukti membuat beberapa bangunan di Jakarta amblas. Sebut saja di antaranya gedung pusat perbelanjaan dan perkantoran yang semakin padat, krisis air bersih di Jakarta sebagai dampak musim kemarau yang sekarang sulit diantisipasi. Warga harus mampu menghemat penggunaan air bersih. Begitu pula pihak-pihak yang menggunakan air tanah dalam supaya tidak menyedot secara berlebihan agar yang lebih membutuhkan air bersih bias dapat diutamakan.
Karena itu kita harus hemat air, karna global warming itu bumi menjadi semakin panas, dan air juga akan menyusut. jadi lebih baik kalau kita menyisakan air untuk global warming nanti, baik untuk diminum atau cuci.
II. Tujuan Penulisan
Meningkatkan kesadaran masyarakat Jakarta bahwa persediaan air itu terbatas dan akan pentingnya konservasi dan pelestarian serta perlindungan sumber-sumber air serta menjalankan program-program penyelamatan air dan juga pemanfaatan air dan sumber-sumber air secara bijaksana.
III. Key Message
Water is the matter, save our water right away
IV. Target Khalayak
a) Social Grade: A-E
b) Geographic Segmentation: Jakarta
c) Demographic Segmentation:
- Umur: semua umur
- Gender : pria / wanita
- Pekerjaan: semua pekerjaan
- Agama: fleksibel
- Kebangsaan : Indonesia
V. Target Media
1. Televisi
Trans TV
Gedung TransTV
Jl. Kapten P. Tendean no 12-14A, Jakarta 12790
Inhouse Production Lt. 5, Telepon (021)79177000
Situs Internet : http://www.transtv.co.id
TPI
Jl. Pintu Dua, TMII, Pondok Gede, Jakarta 13810
Tel: +62 21 8412473-83
Fax: +62 21 8412470-1
Situs Internet : http://www.tpi.co.id
RCTI
Jl. Raya Perjuangan, Kebon Jeruk Jakarta 11530
Telepon (021)5303540
Situs Internet : http://www.rcti.tv
ANTV
Sentra Mulia Building, 19th Floor
Jl. H. Rasuna Said kav X-6 no. 8, Jakarta 12940
Telepon (021)5222086
Situs Internet : http://www.anteve.co.id
Global TV
Wisma Indovision Lantai 17
Jalan Raya Panjang Z/III Green Garden
Jakarta 11520
Tel: +62 21 5828555
Fax: +62 21 5823636
Situs Internet : http://www.globaltv.co.id/
SCTV
Tower - Senayan City
Jl. Asia Afrika Lot. 19
Jakarta 12970
Phone: +62 21 2793 5599
Fax: +62 21 2793 5598
Metro TV
Jalan Pilar Mas Raya Kav. A-D
Kedoya, Kebon Jeruk
Jakarta 11520
Tel +62 21 5830 0077
Fax +62 21 581 6365, 581 0044
Indosiar: (PT Indosiar Visual Mandiri)
Jalan Damai No. 11
Daan Mogot
Jakarta 11510
Tel: +62 21 5672222
Fax: +62 21 5652221
2. Radio
Prambors Jakarta (102.2 FM)
Ratu Plaza Office Tower lantai 20
Jl. Jend. Sudirman kav 9
Jakarta 10270
phone: (021) 722 3313
fax (021) 722 3350
email: info@pramborsfm.com
Mustang
Wisma Nusantara 25th floor
Jl. MH. Thamrin Jakarta – Indonesia
Iradio
PT. Radio Mustika Abadi
Gedung Sarinah Lantai 8
Jl. MH Thamrin 11, Jakarta 10350
Phone : (021) 398 321 62 ext 266
Trax
Sarinah Building 8/F
Jl. MH Thamrin Kav. 11.
Jakarta 10350.
Indonesia
Radio Elshinta: PT. Radio Elshinta
Komp. Menara Indosiar
Jl. Raya Joglo No.70 Kembangan
Jakarta Barat 11640
Radio Sonora: Jl. Kebahagiaan No. 4
Gedung Perintis Kemerdekaan
Jakarta Barat
Menara Imperium Lt. P7, Metropolitan Kuningan Super Blok Kav. No. 1 Jl. HR Rasuna Said, Jakarta 12980.
Telp : +62-21 8370 7171 (Hunting)
Fax : +62-21 8370 7172
Sms studio : +62-81 2112 2987
3. Cetak
• Koran Kompas
Alamat Redaksi:
Jalan Palmerah Selatan 26-28, Jakarta 10270, INDONESIA
Telepon: 534-7710, 534-7720, 534-7730, 530-2200
Fax: (62)(21) 548-6085
E-mail: kompas@kompas.com
Teleks: 65582 KOMPAS IA
Alamat Surat (seluruh bagian): P.O. Box 4612 Jakarta 12046
Alamat Kawat: Kompas Jakarta
Penerbit: PT Kompas Media Nusantara
Percetakan: PT Gramedia
• Media Indonesia
Alamat Redaksi/Tata Usaha/Iklan/Sirkulasi:
Kompleks Delta Kedoya,
Jl. Pilar Raya Kav. A-D, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat - 11520
Telepon : (021) 5812088 (Hunting),
Fax : (021) 5812102, 5812105 (Redaksi)
E-mail : redaksi@mediaindonesia.co.id
• Koran Tempo
Kebayoran Centre Blok A11-A15,
Jl. Kebayoran Baru Mayestik, Jakarta 12240
Telp. (021) 7255625.
Fax. (021) 7255645, 7255650
Email : koran@tempo.co.id,
interaktif@tempo.co.id
• Pos Kota
Jl. Gajahmada No. 100 Jakarta 11180
Telp. (021) 6334702.
Fax. (021) 6340341, 6340252
Email : redaksi@harianposkota.com
• Seputar Indonesia
Menara Kebon Sirih Lt. 22
,Jl. Kebon Sirih Raya No. 17-19 Jakarta 10340.
Telp. (021) 3929758.
Fax. (021) 3929758, 3927721
Email : redaksi@seputar-indonesia.com.
SMS Sindo : 08888010000
• Sinar Harapan
Jl. Raden Saleh No. 1B-1D Cikini, Jakarta Pusat 10430
Telp. (021) 3913880.
Fax. (021) 3153581
Email : redaksi@sinarharapan.co.id,
info@sinarharapan.co.id, opinish@sinarharapan.co.id
• Suara Pembaruan
Jl. Dewi Sartika 136 D Jakarta 13630
Telp. (021) 8014077, 8007988.
Fax. (021) 8007262, 8016131
Email : koransp@suarapembaruan.com.
Sms Forum Warga : 0811130165
E : komentarsp@suarapembaruan.com
• The Jakarta Post
Jl. Palmerah Selatan 15, Jakarta 10270, Indonesia
Telp. (021) 5300476, 5300478.
Fax. (021) 5492685
Email : editorial@thejakartapost.com
• Warta Kota
Jl. Hayam Wuruk 122 Jakarta 11180
Telp. (021) 2600818. Fax. (021) 6266023
Email : mailto:warkot@indomedia.com,
Sms Curhat : 081585490313
Sms Unek-Unek : 081514302389
Sms Kate Aye : 081584317364
VI. Program Media Relations
1. Media Gathering
Agenda acara : Breakfast
Tempat : Airlangga Restaurant, Ritz Carlton Hotel Jakarta
Tanggal : 6 Juli 2009
Pukul : 09.00 – 11.00
Undangan : 1 pewakilan dari setiap target media
2. Media Briefing
Agenda acara : Membicarakan tentang program-program yang akan diakukan oleh Komite Hemat Air dalam jangka waktu 3 bulan kedepan
Tanggal : 4 Mei 2009
Tempat : Ballroom Hotel Mulia Senayan, Jakarta
Pukul : 14.00 – 16.00 WIB
Undangan : 1 perwakilan dari setiap target media
3. Media Training
Agenda acara : Workshop, menginformasikan media tentang keadaan air di kota Jakarta sekarang ini
Tanggal : 7 Juli 2009
Tempat : Ballroom Hotel Mulia Senayan, Jakarta
Pukul : 09.00 – 15.00 WIB
Undangan : 1 perwakilan dari setiap target media
Pembicara : Menteri Lingkungan Hidup dan Ketua Komite Hemat Air
MC : PR Komite
Rundown
Jam Kegiatan PIC
09.00 – 09.30 Registrasi PR
09.30 – 09.45 Opening MC
09.45 – 10.00 Welcoming speech Ketua Komite
10.00 – 11.00 Sesi 1 ( Presentasi ) Menteri Lingkungan Hidup
11.00 – 11.30 Question & Answer MC
11.30 – 13.00 Break ( Lunch + Shalat) PR
13.00 – 14.00 Sesi 2 ( Presentasi ) Ketua Komite
14.00 – 14.30 Question & Answer MC
14.30 – 15.00 Closing MC
4. Media Conference
Agenda acara : Membicarakan tentang upaya-upaya untuk menghemat air di kota Jakarta sehingga tidak akan ada lagi masalah yang berkaitan dengan kesulitan warga Jakarta untuk mendapatkan air.
Tanggal : 8 Juli 2009
Tempat : Ballroom Hotel Mulia Senayan, Jakarta
Pukul : 17.00 – 21.00 WIB
Pembicara : Ketua Komite
MC : PR Komite
Rundown
Jam Kegiatan PIC
17.00 – 17.30 Registrasi PR
17.30 – 18.30 Break ( Snack + Shalat ) PR
18.30 – 19.00 Registrasi Ulang PR
19.00 – 19.15 Opening MC
19.15 – 19.30 Welcoming speech Ketua Komite
19.30 – 20.00 Presentasi Ketua Komite
20.00 – 20.30 Question & Answer MC
20.30 – 21.00 Closing MC
5. Media Release
Komite hemat air akan memberikan press dan photo release yang akan diselipkan pada goodie bag yang dibagikan kepada setiap undangan yang hadir pada Media Conference, yang diadakan pada tanggal 8 Juli 2009, pukul 17.00 – 21.00 di Ballroom Hotel Mulia Senayan, Jakarta.
Video News Release akan ditayangkan ketika Ketua Komite sedang memberkan presentasi ketika Media Conference.
6. Media Visit
Komite hemat air akan mengunjungi beberapa media, diantaranya : Kantor Stasiun Televisi RCTI, Kantor Trans TV, Kantor Redaksi Koran Kompas, Kantor Redaksi Koran Media Indonesia, Radio Elshinta, dan Radio Prambors. Kunjungan ini akan dilaksanakan dari tanggal 13 sampai dengan 17 Juni 2009.
7. Media Tour / Site Visit
Komite hemat air akan mengundang satu perwakilan dari setiap target media untuk mengunjungi kantor Komite pada tanggal 19 Mei 2009. Pada kunjungan, Ketua Komite akan memberikan informasi mengenai bagaimana cara kerja komite, program-program yang sudah dan akan dilakukan komite, dll.
8. Events
Agenda acara : Pameran Karya Ilmiah
Tema : Pentingnya air untuk kehidupan
Peserta : Semua pelajar SMA se-wilayah Jakarta, Indonesia
Tempat : Balai Kartini
Tanggal : 15 Juli 2009
Pukul : 08.00 – 16.00 WIB
Undangan : Menteri Lingkungan Hidup
Gubernur Jakarta
Duta Lingkungan Hidup
Dua perwakilan dari setiap target media
9. Media Pitching
Agenda acara : Roundtable Discussion on Events, Pameran Karya Ilmia
Pukul : 13.00 – 15.00 WIB
Undangan : 1 pewakilan dari media televisi RCTI, media cetak Kompas dan Media Indonesia, dan media radio Elshinta
VII. Ghant Chart
1. Media Briefing
Presentasi program-program yang diadakan 3 bulan kedepan.
Hotel Mulia, Senayan, Jakarta
Tanggal : 4 Mei 2009
PIC : PR
2. Media Gathering
Breakfast Airlangga Restaurant, Ritz Carlton Hotel, Jakarta
Tanggal : 6 Juli 2009
PIC : PR
3. Media Training
Workshop Ballroom Hotel Mulia, Senayan, Jakarta
Tanggal : 8 Juli 2009
PIC : PR
4. Media Conference
Ballroom Hotel Mulia, Senayan, Jakarta
Tanggal : 9 Juli 2009
PIC : PR
5. Media Visit
Kunjungan ke RCTI, Trans Tv, Koran Kompas, Media Indonesia, dan radio Elshinta
Tanggal : 10 dan 17 Juni 2009
PIC : PR
6. Media Tour/Site visit
Tanggal : 15 Mei 2009
PIC : PR
7. Events
Pameran Karya Ilmiah, Balai Kartini, Jakarta
Tanggal : 13 - 16 Juli 2009
PIC : PR/EO
8. Media Pitching
Roundtable discussion on events Pameran Karya Ilmiah
Tanggal : 17 Juli 2009
PIC : PR
Keprihatinan negara-negara di dunia terhadap keberadaan Sumber daya air (SDA) dewasa ini semakin menggejolak. Cadangan air seiring bertambahnya jumlah penduduk dirasakan semakin berkurang kapasitasnya. Ironisnya, Indonesia sebagai Negara kelima terbesar yang memiliki cadangan air, di saat tertentu mengalami kelangkaan air. Berdasarkan fenomena itu maka negara-negara di seluruh dunia selalu menghimbau dan menyerukan kepada penduduk bumi melalui peringatan-peringatan untuk mengambil langkah-langkah penyelamatan / penghematan air, demi generasi mendatang.
Begitupun kondisi air tanah di Jakarta kritis. Bukan hanya kualitas, melainkan juga kuantitas air tanah. Sudah saatnya penghematan air dilakukan. Jika tidak, bersiaplah melihat Ibu Kota di bawah air atau tenggelam. Efek lingkungan lainnya adalah semakin besarnya kekosongan rongga di dalam tanah. Hal ini mengakibatkan permukaan tanah mengalami penurunan yang terbukti membuat beberapa bangunan di Jakarta amblas. Sebut saja di antaranya gedung pusat perbelanjaan dan perkantoran yang semakin padat, krisis air bersih di Jakarta sebagai dampak musim kemarau yang sekarang sulit diantisipasi. Warga harus mampu menghemat penggunaan air bersih. Begitu pula pihak-pihak yang menggunakan air tanah dalam supaya tidak menyedot secara berlebihan agar yang lebih membutuhkan air bersih bias dapat diutamakan.
Karena itu kita harus hemat air, karna global warming itu bumi menjadi semakin panas, dan air juga akan menyusut. jadi lebih baik kalau kita menyisakan air untuk global warming nanti, baik untuk diminum atau cuci.
II. Tujuan Penulisan
Meningkatkan kesadaran masyarakat Jakarta bahwa persediaan air itu terbatas dan akan pentingnya konservasi dan pelestarian serta perlindungan sumber-sumber air serta menjalankan program-program penyelamatan air dan juga pemanfaatan air dan sumber-sumber air secara bijaksana.
III. Key Message
Water is the matter, save our water right away
IV. Target Khalayak
a) Social Grade: A-E
b) Geographic Segmentation: Jakarta
c) Demographic Segmentation:
- Umur: semua umur
- Gender : pria / wanita
- Pekerjaan: semua pekerjaan
- Agama: fleksibel
- Kebangsaan : Indonesia
V. Target Media
1. Televisi
Trans TV
Gedung TransTV
Jl. Kapten P. Tendean no 12-14A, Jakarta 12790
Inhouse Production Lt. 5, Telepon (021)79177000
Situs Internet : http://www.transtv.co.id
TPI
Jl. Pintu Dua, TMII, Pondok Gede, Jakarta 13810
Tel: +62 21 8412473-83
Fax: +62 21 8412470-1
Situs Internet : http://www.tpi.co.id
RCTI
Jl. Raya Perjuangan, Kebon Jeruk Jakarta 11530
Telepon (021)5303540
Situs Internet : http://www.rcti.tv
ANTV
Sentra Mulia Building, 19th Floor
Jl. H. Rasuna Said kav X-6 no. 8, Jakarta 12940
Telepon (021)5222086
Situs Internet : http://www.anteve.co.id
Global TV
Wisma Indovision Lantai 17
Jalan Raya Panjang Z/III Green Garden
Jakarta 11520
Tel: +62 21 5828555
Fax: +62 21 5823636
Situs Internet : http://www.globaltv.co.id/
SCTV
Tower - Senayan City
Jl. Asia Afrika Lot. 19
Jakarta 12970
Phone: +62 21 2793 5599
Fax: +62 21 2793 5598
Metro TV
Jalan Pilar Mas Raya Kav. A-D
Kedoya, Kebon Jeruk
Jakarta 11520
Tel +62 21 5830 0077
Fax +62 21 581 6365, 581 0044
Indosiar: (PT Indosiar Visual Mandiri)
Jalan Damai No. 11
Daan Mogot
Jakarta 11510
Tel: +62 21 5672222
Fax: +62 21 5652221
2. Radio
Prambors Jakarta (102.2 FM)
Ratu Plaza Office Tower lantai 20
Jl. Jend. Sudirman kav 9
Jakarta 10270
phone: (021) 722 3313
fax (021) 722 3350
email: info@pramborsfm.com
Mustang
Wisma Nusantara 25th floor
Jl. MH. Thamrin Jakarta – Indonesia
Iradio
PT. Radio Mustika Abadi
Gedung Sarinah Lantai 8
Jl. MH Thamrin 11, Jakarta 10350
Phone : (021) 398 321 62 ext 266
Trax
Sarinah Building 8/F
Jl. MH Thamrin Kav. 11.
Jakarta 10350.
Indonesia
Radio Elshinta: PT. Radio Elshinta
Komp. Menara Indosiar
Jl. Raya Joglo No.70 Kembangan
Jakarta Barat 11640
Radio Sonora: Jl. Kebahagiaan No. 4
Gedung Perintis Kemerdekaan
Jakarta Barat
Menara Imperium Lt. P7, Metropolitan Kuningan Super Blok Kav. No. 1 Jl. HR Rasuna Said, Jakarta 12980.
Telp : +62-21 8370 7171 (Hunting)
Fax : +62-21 8370 7172
Sms studio : +62-81 2112 2987
3. Cetak
• Koran Kompas
Alamat Redaksi:
Jalan Palmerah Selatan 26-28, Jakarta 10270, INDONESIA
Telepon: 534-7710, 534-7720, 534-7730, 530-2200
Fax: (62)(21) 548-6085
E-mail: kompas@kompas.com
Teleks: 65582 KOMPAS IA
Alamat Surat (seluruh bagian): P.O. Box 4612 Jakarta 12046
Alamat Kawat: Kompas Jakarta
Penerbit: PT Kompas Media Nusantara
Percetakan: PT Gramedia
• Media Indonesia
Alamat Redaksi/Tata Usaha/Iklan/Sirkulasi:
Kompleks Delta Kedoya,
Jl. Pilar Raya Kav. A-D, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat - 11520
Telepon : (021) 5812088 (Hunting),
Fax : (021) 5812102, 5812105 (Redaksi)
E-mail : redaksi@mediaindonesia.co.id
• Koran Tempo
Kebayoran Centre Blok A11-A15,
Jl. Kebayoran Baru Mayestik, Jakarta 12240
Telp. (021) 7255625.
Fax. (021) 7255645, 7255650
Email : koran@tempo.co.id,
interaktif@tempo.co.id
• Pos Kota
Jl. Gajahmada No. 100 Jakarta 11180
Telp. (021) 6334702.
Fax. (021) 6340341, 6340252
Email : redaksi@harianposkota.com
• Seputar Indonesia
Menara Kebon Sirih Lt. 22
,Jl. Kebon Sirih Raya No. 17-19 Jakarta 10340.
Telp. (021) 3929758.
Fax. (021) 3929758, 3927721
Email : redaksi@seputar-indonesia.com.
SMS Sindo : 08888010000
• Sinar Harapan
Jl. Raden Saleh No. 1B-1D Cikini, Jakarta Pusat 10430
Telp. (021) 3913880.
Fax. (021) 3153581
Email : redaksi@sinarharapan.co.id,
info@sinarharapan.co.id, opinish@sinarharapan.co.id
• Suara Pembaruan
Jl. Dewi Sartika 136 D Jakarta 13630
Telp. (021) 8014077, 8007988.
Fax. (021) 8007262, 8016131
Email : koransp@suarapembaruan.com.
Sms Forum Warga : 0811130165
E : komentarsp@suarapembaruan.com
• The Jakarta Post
Jl. Palmerah Selatan 15, Jakarta 10270, Indonesia
Telp. (021) 5300476, 5300478.
Fax. (021) 5492685
Email : editorial@thejakartapost.com
• Warta Kota
Jl. Hayam Wuruk 122 Jakarta 11180
Telp. (021) 2600818. Fax. (021) 6266023
Email : mailto:warkot@indomedia.com,
Sms Curhat : 081585490313
Sms Unek-Unek : 081514302389
Sms Kate Aye : 081584317364
VI. Program Media Relations
1. Media Gathering
Agenda acara : Breakfast
Tempat : Airlangga Restaurant, Ritz Carlton Hotel Jakarta
Tanggal : 6 Juli 2009
Pukul : 09.00 – 11.00
Undangan : 1 pewakilan dari setiap target media
2. Media Briefing
Agenda acara : Membicarakan tentang program-program yang akan diakukan oleh Komite Hemat Air dalam jangka waktu 3 bulan kedepan
Tanggal : 4 Mei 2009
Tempat : Ballroom Hotel Mulia Senayan, Jakarta
Pukul : 14.00 – 16.00 WIB
Undangan : 1 perwakilan dari setiap target media
3. Media Training
Agenda acara : Workshop, menginformasikan media tentang keadaan air di kota Jakarta sekarang ini
Tanggal : 7 Juli 2009
Tempat : Ballroom Hotel Mulia Senayan, Jakarta
Pukul : 09.00 – 15.00 WIB
Undangan : 1 perwakilan dari setiap target media
Pembicara : Menteri Lingkungan Hidup dan Ketua Komite Hemat Air
MC : PR Komite
Rundown
Jam Kegiatan PIC
09.00 – 09.30 Registrasi PR
09.30 – 09.45 Opening MC
09.45 – 10.00 Welcoming speech Ketua Komite
10.00 – 11.00 Sesi 1 ( Presentasi ) Menteri Lingkungan Hidup
11.00 – 11.30 Question & Answer MC
11.30 – 13.00 Break ( Lunch + Shalat) PR
13.00 – 14.00 Sesi 2 ( Presentasi ) Ketua Komite
14.00 – 14.30 Question & Answer MC
14.30 – 15.00 Closing MC
4. Media Conference
Agenda acara : Membicarakan tentang upaya-upaya untuk menghemat air di kota Jakarta sehingga tidak akan ada lagi masalah yang berkaitan dengan kesulitan warga Jakarta untuk mendapatkan air.
Tanggal : 8 Juli 2009
Tempat : Ballroom Hotel Mulia Senayan, Jakarta
Pukul : 17.00 – 21.00 WIB
Pembicara : Ketua Komite
MC : PR Komite
Rundown
Jam Kegiatan PIC
17.00 – 17.30 Registrasi PR
17.30 – 18.30 Break ( Snack + Shalat ) PR
18.30 – 19.00 Registrasi Ulang PR
19.00 – 19.15 Opening MC
19.15 – 19.30 Welcoming speech Ketua Komite
19.30 – 20.00 Presentasi Ketua Komite
20.00 – 20.30 Question & Answer MC
20.30 – 21.00 Closing MC
5. Media Release
Komite hemat air akan memberikan press dan photo release yang akan diselipkan pada goodie bag yang dibagikan kepada setiap undangan yang hadir pada Media Conference, yang diadakan pada tanggal 8 Juli 2009, pukul 17.00 – 21.00 di Ballroom Hotel Mulia Senayan, Jakarta.
Video News Release akan ditayangkan ketika Ketua Komite sedang memberkan presentasi ketika Media Conference.
6. Media Visit
Komite hemat air akan mengunjungi beberapa media, diantaranya : Kantor Stasiun Televisi RCTI, Kantor Trans TV, Kantor Redaksi Koran Kompas, Kantor Redaksi Koran Media Indonesia, Radio Elshinta, dan Radio Prambors. Kunjungan ini akan dilaksanakan dari tanggal 13 sampai dengan 17 Juni 2009.
7. Media Tour / Site Visit
Komite hemat air akan mengundang satu perwakilan dari setiap target media untuk mengunjungi kantor Komite pada tanggal 19 Mei 2009. Pada kunjungan, Ketua Komite akan memberikan informasi mengenai bagaimana cara kerja komite, program-program yang sudah dan akan dilakukan komite, dll.
8. Events
Agenda acara : Pameran Karya Ilmiah
Tema : Pentingnya air untuk kehidupan
Peserta : Semua pelajar SMA se-wilayah Jakarta, Indonesia
Tempat : Balai Kartini
Tanggal : 15 Juli 2009
Pukul : 08.00 – 16.00 WIB
Undangan : Menteri Lingkungan Hidup
Gubernur Jakarta
Duta Lingkungan Hidup
Dua perwakilan dari setiap target media
9. Media Pitching
Agenda acara : Roundtable Discussion on Events, Pameran Karya Ilmia
Pukul : 13.00 – 15.00 WIB
Undangan : 1 pewakilan dari media televisi RCTI, media cetak Kompas dan Media Indonesia, dan media radio Elshinta
VII. Ghant Chart
1. Media Briefing
Presentasi program-program yang diadakan 3 bulan kedepan.
Hotel Mulia, Senayan, Jakarta
Tanggal : 4 Mei 2009
PIC : PR
2. Media Gathering
Breakfast Airlangga Restaurant, Ritz Carlton Hotel, Jakarta
Tanggal : 6 Juli 2009
PIC : PR
3. Media Training
Workshop Ballroom Hotel Mulia, Senayan, Jakarta
Tanggal : 8 Juli 2009
PIC : PR
4. Media Conference
Ballroom Hotel Mulia, Senayan, Jakarta
Tanggal : 9 Juli 2009
PIC : PR
5. Media Visit
Kunjungan ke RCTI, Trans Tv, Koran Kompas, Media Indonesia, dan radio Elshinta
Tanggal : 10 dan 17 Juni 2009
PIC : PR
6. Media Tour/Site visit
Tanggal : 15 Mei 2009
PIC : PR
7. Events
Pameran Karya Ilmiah, Balai Kartini, Jakarta
Tanggal : 13 - 16 Juli 2009
PIC : PR/EO
8. Media Pitching
Roundtable discussion on events Pameran Karya Ilmiah
Tanggal : 17 Juli 2009
PIC : PR
Definisi komunikasi, komunikasi massa, dan persepsi
Definisi Komunikasi :
Komunikasi adalah suatu proses melalui dimana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak).
Hovland, Janis & Kelley:1953
Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain. Melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka dan lain-lain.
Berelson dan Stainer, 1964
Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa? Dengan akibat apa atau hasil apa? (Who? Says what? In which channel? To whom? With what effect?)
Lasswell, 1960
Komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang(komunikator) menyamoaikan stimulus(dalam bentuk kata-kata) seperti informasi,gagasan,emosi,keahlian, atau menjelaskan siapa,mengatakan apa,dengan saluran apa,kepada siapa,dengan siapa,hasil apa dan lain-lain, melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata,gambar-gambar,angka-angka dengan tujuan mengubah perilaku orang lain.
Definisi Komunikasi Massa :
• Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang
Bittner
• Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri.
Gerbner (1967)
• Komunikasi massa adalah setiap bentuk komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar.
Melzke
• Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan untuk menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media massa dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas, secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar/sejumlah besar orang.
Definisi Persepsi :
• Persepsi merupakan proses yang terjadi di dalam diri individu yang dimulai dengan diterimanya rangsang, sampai rangsang itu disadari dan dimengerti oleh individu sehingga individu dapat mengenali dirinya sendiri dan keadaan di sekitarnya Bimo Walgito.
• Persepsi ialah interpretasi tentang apa yang diinderakan atau dirasakan individu Bower.
• Persepsi merupakan suatu proses yang dimulai dari penglihatan hingga terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu sehingga individu sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya. Krech.
• Persepsi adalah proses penginterpretasian yang terjadi dalam diri individu tentang rangsangan yang diinderakan, dan diterima oleh seorang individu, sampai seorang individu sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimiliki.
Komunikasi adalah suatu proses melalui dimana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak).
Hovland, Janis & Kelley:1953
Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain. Melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka dan lain-lain.
Berelson dan Stainer, 1964
Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa? Dengan akibat apa atau hasil apa? (Who? Says what? In which channel? To whom? With what effect?)
Lasswell, 1960
Komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang(komunikator) menyamoaikan stimulus(dalam bentuk kata-kata) seperti informasi,gagasan,emosi,keahlian, atau menjelaskan siapa,mengatakan apa,dengan saluran apa,kepada siapa,dengan siapa,hasil apa dan lain-lain, melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata,gambar-gambar,angka-angka dengan tujuan mengubah perilaku orang lain.
Definisi Komunikasi Massa :
• Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang
Bittner
• Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri.
Gerbner (1967)
• Komunikasi massa adalah setiap bentuk komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar.
Melzke
• Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan untuk menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media massa dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas, secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar/sejumlah besar orang.
Definisi Persepsi :
• Persepsi merupakan proses yang terjadi di dalam diri individu yang dimulai dengan diterimanya rangsang, sampai rangsang itu disadari dan dimengerti oleh individu sehingga individu dapat mengenali dirinya sendiri dan keadaan di sekitarnya Bimo Walgito.
• Persepsi ialah interpretasi tentang apa yang diinderakan atau dirasakan individu Bower.
• Persepsi merupakan suatu proses yang dimulai dari penglihatan hingga terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu sehingga individu sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya. Krech.
• Persepsi adalah proses penginterpretasian yang terjadi dalam diri individu tentang rangsangan yang diinderakan, dan diterima oleh seorang individu, sampai seorang individu sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimiliki.
Idea for Indonesia Music Concert ( English for Business Communication)
Indonesian Musical Concert
I think we should develop the art of Indonesia. As we know Indonesia’s art are not well known as another country. Because another country show their arts to anther countries, for example: They usually make a concert or show to show their arts to public, then they can show it at Television or they can visit another country. It is not only to give an entertainment for the spectators, but also it can give many impact for their country many people will know about their culture, their arts, and it may make the spectators interested with their country.
So, I think Indonesia should make a musical concert to another country. From this musical concert, we can show many things to another people that live at another country. If we hear about musical concert, maybe we just think about someone that sings a song with music. It is not only like that, we can make a musical concert using a theater that escort with music, and show traditional dance. With music, theater, and dance the spectators must be entertained.
First, theater that escort with music, for example: we can make a Wayang Golek’s show and gamelan(one of Indonesia’s music instrument that usually escort Wayang Golek), because we can show the arts that Indonesia has. After that we can show traditional dances in Indonesia, we can show Kecak dance from Bali, Piring dance from Sumatra, etc., that can show how beautiful Indonesia and there are many places in Indonesia that they do not know. As we know nowadays many concerts that Indonesian people do are not bring many impact for Indonesia. Only bring popularity for their group, or their selves. I think it does not bring many impact for Indonesia, only for entertain. It must be very good if we can entertain the spectators in Indonesia or in the world and we can bring our Indonesia’s name.
I think we should develop the art of Indonesia. As we know Indonesia’s art are not well known as another country. Because another country show their arts to anther countries, for example: They usually make a concert or show to show their arts to public, then they can show it at Television or they can visit another country. It is not only to give an entertainment for the spectators, but also it can give many impact for their country many people will know about their culture, their arts, and it may make the spectators interested with their country.
So, I think Indonesia should make a musical concert to another country. From this musical concert, we can show many things to another people that live at another country. If we hear about musical concert, maybe we just think about someone that sings a song with music. It is not only like that, we can make a musical concert using a theater that escort with music, and show traditional dance. With music, theater, and dance the spectators must be entertained.
First, theater that escort with music, for example: we can make a Wayang Golek’s show and gamelan(one of Indonesia’s music instrument that usually escort Wayang Golek), because we can show the arts that Indonesia has. After that we can show traditional dances in Indonesia, we can show Kecak dance from Bali, Piring dance from Sumatra, etc., that can show how beautiful Indonesia and there are many places in Indonesia that they do not know. As we know nowadays many concerts that Indonesian people do are not bring many impact for Indonesia. Only bring popularity for their group, or their selves. I think it does not bring many impact for Indonesia, only for entertain. It must be very good if we can entertain the spectators in Indonesia or in the world and we can bring our Indonesia’s name.
AGENDA (English for Business Communication)
Agenda for the meeting of the
Board of Director
Which will be held in the Boardroom
On Monday 25 May 2009
At 11.00 am
• Apologies for Absence – none
• Minutes of the last meeting – agreed and signed
• Matters arising – Sisca has already checked the cost of factory space and labour cost in Sydney, Melbourne, Geelong, and Perth-we’ve agreed to open it in Melbourne-because the cost is quite far with Sydney while the population isn’t far-the other, the cost is quite high while the population there is very low.
• Correspondence – Letter received from Cambridge University Press
• Any other Business – none
• Date, time, and place for the next meeting – Monday 1 June 2009 – 1.00 pm – Boardroom
Meeting closed – 2.30 pm
Board of Director
Which will be held in the Boardroom
On Monday 25 May 2009
At 11.00 am
• Apologies for Absence – none
• Minutes of the last meeting – agreed and signed
• Matters arising – Sisca has already checked the cost of factory space and labour cost in Sydney, Melbourne, Geelong, and Perth-we’ve agreed to open it in Melbourne-because the cost is quite far with Sydney while the population isn’t far-the other, the cost is quite high while the population there is very low.
• Correspondence – Letter received from Cambridge University Press
• Any other Business – none
• Date, time, and place for the next meeting – Monday 1 June 2009 – 1.00 pm – Boardroom
Meeting closed – 2.30 pm
Riau (Antropology)
Bab I
Pendahuluan
I.i Latar Belakang
Perubahan-perubahan yang begitu cepat terjadi dalam hamper semua aspek kehidupan dewasa ini memerlukan suatu pemikiran yang menyeluruh mengenai budaya. Era kita sekarang ini, yang lebih dikenal dengan sebutan era globalosasi dimana tembok-tembok pemisah antar umat manusia dalam satu dunia (global village) mulai memudar berkat kemajuan dibidang komunikasi dan transparansi.
Interaksi Melayu dengan non melayu sudah berlangsung lama ternyata membawa perubahan besar terhadap pembauran kebudayaan dan pendidikan masyarakat Melayu. Pembauran rasial dan etnik, percampuran unsur-unsur kebudayaan, dan perppaduan pendidikan diperoleh dari interaksi damai, saling menghormati,serta saling menyesuaikan dengan non- Melayu kawasan Asia – Afrika yang beragama Islam. Interaksi dengan motif – motif politik yang bersifat agresif,dominan dan kolonial dari non Melayu Eropa telah mengakibatkan orang Melayu terjajah dan terbelakang dalam hal pendidikan,keilmuan dan teknologi.
I.ii Rumusan Masalah
1. Pengaruh kebudayaan seperti apa yang terjadi dari segi kebudayaan masyarakat Melayu?
2. Pengaruh kebudayaan seperti apa yang terjadi darI segi pendidikan masyarakat Melayu?
I.iii Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini untuk dapat lebih mengetahui dan menganalisis pengaruh kebudayaan dan pendidikan yang terjadi pada orang Melayu akibat pengaruh dari orang non Melayu. Apakah pengaruh tersebut membawa pengaruh yang buruk bagi orang non Melayu atau tidak.
I.iv Hipotesis
Kedatangan non-Melayu Eropa yang agresif telah meninggalkna trauma pada orang Melayu. Perlakuan kolonialistik orang Portugis, Belanda dan Inggris serta agama Narani yang mereka bawa menyebabkan orang-orang Melayu membenci mereka. Akibatnya, orang – orang Eropa dipandang sebagai orang kafir yang harus dimusuhi.
Bab II
Tinjauan Pustaka
II.i. Teori Kebudayaan
II.i.i. Definisi Etimologis
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan tanah. Dengan mengerjakan tanah, manusia mulai hidup sebagai penghasil makanan ( food producing). Hal ini berarti manusia telah berbudi daya mengerjakan tanah karena telah menin ggalkan kehidupan yang hanya memungut hasil alam saja ( food gathering). Dalam sejarah kebudayaan, bajak dijadikan benda sejarah (artifact) sebagai bukti bahwa manusia telah berbudaya.
Pemilihan definisi kebudayaan yang tepat sangat sukar karena begitu banyak orang yang mendefinisikannya, beberapa diantaranya akan dibahas di dalam definisi konseptual.
II.i.ii Definisi Konseptual
II.i.ii.i Simpatupang, 1994
Semuanya pengaruh ini memberikan persamaan yang berbeda-beda kadarnya (dan juga perbedaan-perbedaan) pada budaya-budaya daerah yang berada itu.
II.i.ii.ii Koentjaraningrat, 1985
Semestaan Budaya:
1. sistem religi dan keagamaan
2. sistem dan organisasi kemasyarakatan
3. sistem pengetahuan
4. bahasa
5. sistem kesenian
6. sistem mata pencaharian hidup
7. sistem teknologi dan peralatan
Bangsa Indonesia memiliki (1985a):
1. “nilai budaya yang (tidak) berorientasi terhadap hasil karya manusia itu sendiri (tidak achievement oriented)”
2. “orientasi terlalu banyak terarah ke zaman lampau” sehingga “akan melemahkan kemampuan seseorang untuk melihat ke masa depan”
3. kecenderungan melarikan diri dari dunia ke dunia kebatinan “yang tidak begitu cocok dengan jiwa rasionalisme yang kita perlukan untuk mempercepat pembangunan”
4. kecenderungan “yang terlampau banyak menggantungkan diri kepada nasib”
5. kecenderungan untuk “menilai tinggi konsep sama-rata-sama-rasa...(yang) mewajibkan suatu sikap konformisme yang besar (artinya, orang sebaiknya menjaga agar jangan dengan sengaja berusaha untuk menonjol di atas yang lain)…(suatu) sikap (yang) agak bertentangan dengan jiwa pembangunan yang justru memerlukan usaha jerih payah dengan sengaja dari individu untuk maju dan menonjol di atas yang lain.
6. “adat sopan santun (yang) amat berorientasi ke arah atasan” yang mematikan hasrat untuk berdiri sendiri dan berusaha sendiri.
Mentalitas yang terbentuk sebagai akibat revolusi itu (1985b):
1. sifat mentalitas yang meremehkan mutu
2. sifat mentalitas yang suka menerabas
3. sifat tak percaya kepada diri sendiri
4. sifat tak berdisiplin murni
5. sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab yang kokoh.
II.i.ii.iii Featherstone, Smith, Konrad dan Hannerz
Jika pengertian-pengertian ini kita pakai untuk meninjau budaya-budaya etnis yang terdapat di Indonesia, maka aemboyan Bhinneka Tunggal Ika itu harus diberi pengertian dinamis dan bukan yang statis untuk mempertahankan dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan, yaitu Tunggal Ika, diantara seluruh rakyat Indonesia.
II.i.ii.iv Linus Suryadi Ag, 1990:117
Menjadi orang Indonesia berarti siap untuk diterpa proses perubahan. Dari Jawa atau Minang atau Batak, atau lainnya, menjadi Indonesia. Dari penganut agama yang eksklusif, menjadi penganut yang siap berdampingan dengan penganut agama lain, dalam komunitas baru yang bernama Indonesia.
II.i.ii.v Sutan Takdir Alisjahbana, 1979
Seluruh kebudayaan-kebudayaan Indonesia, juga kebudayaan daerah, akan berpokok pada ilmu dan bersifat progresif. Kalau berternak sapi di daerah, ia harus dipelihara secara ilmiah. Bahasa apa pun yang dikuasai sekolah-sekolah di desa, ia mesti memberikan ilmu abad keduapuluh ini. Warung di desa mesti dijalankan dengan pikiran yang menyadari efisiensi. Kita tak peduli petani memberi sesajen untuk Dewi Sri, namun mereka harus menanam padinya secara modern. Dalam hal ini sifat kedaerahan hilang. Indonesia adalah bagian dari dunia, dan karenanya ia tidak bisa lari dari kebudayaan progresif. Kenapa demikian? Karena kebudayaan yang berpokok pada ilmu, ekonomi, telah menyatukan dunia. Yang tidak sadar akan hal ini, berarti hidup dalam abad yang lampau. Kita masih hidup dalam abad pertengahan. Kesukarannya adalah karena cara berpikir unversitas belum sampai ke desa, dan rasionalisasi dalam bidang ekonomi serta efisiensi masih merupakan kata-kata asing.
Penjajahan adalah sebagai akibat hukum alam: yang pintar, kuat, dinamis, mesti menguasai yang bodoh, lemah dan statis.
Bagaimana pun bangganya kita, kita harus sadar bahwa kebudayaan kita tidak pintar, lemah dan statis. Kebanggaan kita kadang-kadang berlebihan. Kita kurang intropeksi. Kita harus melihat perubahan dunia secara nyata, jujur, jangan bermimpi dan berilusi. Kita harus merubah mental dari kebudayaan ekspresif dan fantasi, sedikit rasio yang berdasarkan intuisi, menjadi kebudayaan yang dikuasai rasio, perhitungan, dan realistis. Dengan itu, bukan berarti agama bakal hilang. Saya tak khawatir sumber agama akan lenyap. Hanya orang bodoh dan tak memahami arti agama sesungguhnyalah yang memiliki kekhawatiran demikian.
II.i.iii. Definisi Operasional
Dari beberapa definisi yang dikemukan oleh para ahli dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan, yaitu sistem atau ilmu pengetahuan yang meliputi adat istiadat, sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari- hari dan pola hidup manusia, kebudayaan itu bersifat abstrak.
II.i.iv Instrumen Teori Kebudayaan
Variabel Teori Dimensi Indikator
Kebudayaan 1. Ilmu Pengetahuan - Sosial
- Ekstrak
- Alam
2. Adat Istiadat - Upacara Adat
- Pengaruh nenek moyang
- Kepercayaan
- Kebiasaan
3. Pola Hidup - Cara berinteraksi
- Cara bersosialisasi
- Cara bersikap
- Cara bertindak
- Cara berbicara
II.II Definisi Mayarakat
1. Ralph Linton
Mayarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerjasama dengan cukup lama sehingga mereka dapat mengatur mereka dan menganggap bahwa diri mereka adalah satu kesatuan sosial dengan batas – batas yang dirumuskan dengan jelas
2. Selo Sumarjan
Mayarakat adalah orang – orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
Bab III
Tinjauan Pustaka
1. Interaksi Melayu dan non Melayu dan Kebudayaan
Interaksi Melayu dan non Melayu tentu berpengaruh terhadap kebudayaan, baik terhadap budaya Melayu maupun non Melayu. Dalam segi tulisan, terlihat jelas bahwa huruf – huruf Melayu merupakan huruf Arab yang ditambah dan diberi variasi. Pemakaian huruf Arab ini secara timbal balik dapat memperkuat perasaan pembauran Melayu dan Aab, sehingga pengaruh budaya Arab dalam budaya Melayu semakin dalam. Pengaruh tidak hanya terbatas pada kebudayaan, tetapi juga peradaban, seperti cara hidup, cara bergaul, cara memperlakukan anggota keluarga, cara bermasyarakat dan sebagainya. Dalam kebudayaan, pengaruh Arab tampak pada bahasa,seni tari, seni musik, seni bangunan, dan lainnya. Banyak kata – kata Arab yang menjadi kata – kata Melayu. Nama – nama orang ataupun gelar para raja dan bangsawan banyak mengunakan istlah bahasa Arab.
Kebudayaan non Melayu tang lainny juga berpengaruh terhadap Melayu, tetapi tidak sekuat dan sedalam bahasa Arab. Lemahnya pengaruh budaya non Melayu selain Arab tersebut telah melahirkan budaya baru yang berifat campuran, yang terpisah dari budaya Melayu dan non Melayu itu sendiri. Budaya ini hanya dimiliki oleh peranakan, seperti misalnya budaya Baba dan budaya Ceti. Dalam percampuran ini unsur Melayu masih dominan, seperti dalam hal bahasa, adat istiadat, kesenian dan sebagainya. Pengaruh non Melayu yang hampir tidak ada ialah dari buday Eropa, karena pendeknya waktu interaksi, faktor psikologis, dan faktor agama.
Kedatangan non Melayu Eropa yang agresif telah meninggalkan trauma pada orang Melayu. Perlakuan kolonialistik orang Portugis, Belanda dan Inggris serta agama Nasrani yang mereka bawa menyebabkan orang – orang Melayu membenci mereka. Akibatnya orang – orang Eropa dianggap sebagai orang kafir. Orang – orang Melayu memandang budaya Eropa sebagai budaya kafir yang harus dimusuhi.
2. Interaksi Melayu- non Melayu dan Pendidikan
Pengaruh interaksi Melayu dan non Melayu yang sangat terasa ialah pendidikan. Interaksi Melayu dengan orang Arab yang membawa agama Islam telah menumbuhkan budaya Melayu – Arab ataupun Melayu yang Islam. Pendidikan yang diterima generasi muda maupun pendidikan dewasa diarahkan pada pembentukan pribadi Muslim. Oleh karena itu, pedidikan dilakukan di rumah tangga, di masjid, dan di sarau – sarau.
Pengembangan agama Islam di Melayu dilakukan oleh para ahli dakwah dan pedagang – pedagang Muslim. Pengembangan ini mendapatkan dukungan raja – raja atau kepala pemerintahan setempat, karena Islam telah masuk ke istana dan menjadi agama istana, sebelum menyebar ke pelosok negeri. Dengan demikian, kegiatan pendidikan yang dilakukan di masjid dan di sarau praktis mendapat dukungan para raja.
Pendidikan ini semakin meningkatkan jumlah penganut agama Islam. Para cendikiawan dan mubalig Islam jumlahnya juga semakin besar. Merekalah motor prnggerak penyebaran agama Islam ke pelosok – pelosok negeri. Mereka pulalah yang menjadi pendidik masyarakat. Citra masyarakat sangat baik, karena itu mereka menjadi idola generasi muda.
Pendidikan ini bersifat non formal dan informal. Kurikulum menggunakan kitab suci Al Quran dan hadis – hadis Rassulullah yang diperkaya dengan pikiran ulama – ulama besar di timur tengah, seperti iman Al Ghazali, Iman Syahfii, Iman Malik, dan Imam Hambali. Masyarakat dibimbing pada penghayatan dan kesadaran akan kehidupan kekal abadi setelah mati. Hidup di dunia hanya bersifat semenara, sehingga hidup harus digunakan untuk menghidupi hari akhir. Bekal ini merupakan amal baik dan ibadah.
Akibat sistem pendidikan yang demikian, pengetahuan yang diutamakan kepada generasi muda lebih banyak bersifat keagamaan dan filsafat hidup. Ilmu pengetahuan dalam arti sains boleh dikatakan tidak mendapatkan tempat. Bahkan teknologi yang berpangkal pada penemuan dan pembauran sangat ditentang, karena dianggap berlawanan dengan hukum Tuhan. Pememuan dan pembaharuan merupakan dua kegiatan yang dipandang mengandung unsur kreativitas yang terkadang berlawanan dengan alamiah dan pranata sosial.
Datangnya orang Eropa dengan bekal pendidikan sains dan teknologi tinggi yang agresif dan menjajas pertahan Melayu dalam menghadapi teknologi perang non Melayu (Eropa) menyebabkan interaksi kedunya terjalin dalam wujud penjajahan.
Selam 3 abad lebih Melayu dijajah non Melayu dan selama itu Melayu menganggap keadaan itu sebagai takdir yang diberikan Tuhan. Barat berhasil menguasai Teknologi dan Ilmu pengetahuan berkat pendidikan yang menumpuk kecerdasan dan kreativitas generasi mudanya, ditambah dengan semangat patriotik atas kejayaan bangsa – bangsa mereka di Eropa. Sebenarnya dalam hal patrotisme dan kedalaman agama, orang Melayu tidak terkalahkan. Mereka hanya kalah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan adanya kemajuan pendidikan, ilmu dan teknologi, non Melau Eropa memasuki masa industrialisasi yang memungkinkannya mengendalikan alam untuk kepentingan hidup manusia. Sementara itu, Melayu masih terlena, bergayut pada kemakmuran alam yang mengendalikan hidupnya. Orang – orang Melayu tidak menyukai anak – anak mereka masuk ke sekolah(formal) yang didikan oleh orang barat yang dinilai kafir, karena pendidikannya dianggap hanya akan menjauh manusia dari Tuhan.
Setelah non Melayu datang dan meletuskan meriam besar hasil teknologinya, Melayu baru tersentak sambil mencabut keris di pinggang, menahadang peluru meriam yang datang menerjang. Kerispun patah, tubuh terlentang bermandikan darah. Sebelum menemui ajalnua, cucu – cucu laksana Hang Tuah masih sempat memekikan semboyan ’Tak kan Melayu hilang di bumi’. Sejak itu, Melayu memang tidak hilang dari dunia, yang hilang hanya kemerdekaannya. Kedudukannya sebagai orang terjajah semakin menyudutkan, sehingga orang Melayu semakin tertinggal dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan kecerdasan. Apalagi semangat kebangsaan mereka sudah merosot.
Syukur, sekarang Melayu telah merdeka kembali dalam wadah kesatuan bangsa masing – masing negara yang berdaulat di Asia Tenggara.
Bab I
Pendahuluan
I.i Latar Belakang
Perubahan-perubahan yang begitu cepat terjadi dalam hamper semua aspek kehidupan dewasa ini memerlukan suatu pemikiran yang menyeluruh mengenai budaya. Era kita sekarang ini, yang lebih dikenal dengan sebutan era globalosasi dimana tembok-tembok pemisah antar umat manusia dalam satu dunia (global village) mulai memudar berkat kemajuan dibidang komunikasi dan transparansi.
Interaksi Melayu dengan non melayu sudah berlangsung lama ternyata membawa perubahan besar terhadap pembauran kebudayaan dan pendidikan masyarakat Melayu. Pembauran rasial dan etnik, percampuran unsur-unsur kebudayaan, dan perppaduan pendidikan diperoleh dari interaksi damai, saling menghormati,serta saling menyesuaikan dengan non- Melayu kawasan Asia – Afrika yang beragama Islam. Interaksi dengan motif – motif politik yang bersifat agresif,dominan dan kolonial dari non Melayu Eropa telah mengakibatkan orang Melayu terjajah dan terbelakang dalam hal pendidikan,keilmuan dan teknologi.
I.ii Rumusan Masalah
1. Pengaruh kebudayaan seperti apa yang terjadi dari segi kebudayaan masyarakat Melayu?
2. Pengaruh kebudayaan seperti apa yang terjadi darI segi pendidikan masyarakat Melayu?
I.iii Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini untuk dapat lebih mengetahui dan menganalisis pengaruh kebudayaan dan pendidikan yang terjadi pada orang Melayu akibat pengaruh dari orang non Melayu. Apakah pengaruh tersebut membawa pengaruh yang buruk bagi orang non Melayu atau tidak.
I.iv Hipotesis
Kedatangan non-Melayu Eropa yang agresif telah meninggalkna trauma pada orang Melayu. Perlakuan kolonialistik orang Portugis, Belanda dan Inggris serta agama Narani yang mereka bawa menyebabkan orang-orang Melayu membenci mereka. Akibatnya, orang – orang Eropa dipandang sebagai orang kafir yang harus dimusuhi.
Bab II
Tinjauan Pustaka
II.i. Teori Kebudayaan
II.i.i. Definisi Etimologis
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan tanah. Dengan mengerjakan tanah, manusia mulai hidup sebagai penghasil makanan ( food producing). Hal ini berarti manusia telah berbudi daya mengerjakan tanah karena telah menin ggalkan kehidupan yang hanya memungut hasil alam saja ( food gathering). Dalam sejarah kebudayaan, bajak dijadikan benda sejarah (artifact) sebagai bukti bahwa manusia telah berbudaya.
Pemilihan definisi kebudayaan yang tepat sangat sukar karena begitu banyak orang yang mendefinisikannya, beberapa diantaranya akan dibahas di dalam definisi konseptual.
II.i.ii Definisi Konseptual
II.i.ii.i Simpatupang, 1994
Semuanya pengaruh ini memberikan persamaan yang berbeda-beda kadarnya (dan juga perbedaan-perbedaan) pada budaya-budaya daerah yang berada itu.
II.i.ii.ii Koentjaraningrat, 1985
Semestaan Budaya:
1. sistem religi dan keagamaan
2. sistem dan organisasi kemasyarakatan
3. sistem pengetahuan
4. bahasa
5. sistem kesenian
6. sistem mata pencaharian hidup
7. sistem teknologi dan peralatan
Bangsa Indonesia memiliki (1985a):
1. “nilai budaya yang (tidak) berorientasi terhadap hasil karya manusia itu sendiri (tidak achievement oriented)”
2. “orientasi terlalu banyak terarah ke zaman lampau” sehingga “akan melemahkan kemampuan seseorang untuk melihat ke masa depan”
3. kecenderungan melarikan diri dari dunia ke dunia kebatinan “yang tidak begitu cocok dengan jiwa rasionalisme yang kita perlukan untuk mempercepat pembangunan”
4. kecenderungan “yang terlampau banyak menggantungkan diri kepada nasib”
5. kecenderungan untuk “menilai tinggi konsep sama-rata-sama-rasa...(yang) mewajibkan suatu sikap konformisme yang besar (artinya, orang sebaiknya menjaga agar jangan dengan sengaja berusaha untuk menonjol di atas yang lain)…(suatu) sikap (yang) agak bertentangan dengan jiwa pembangunan yang justru memerlukan usaha jerih payah dengan sengaja dari individu untuk maju dan menonjol di atas yang lain.
6. “adat sopan santun (yang) amat berorientasi ke arah atasan” yang mematikan hasrat untuk berdiri sendiri dan berusaha sendiri.
Mentalitas yang terbentuk sebagai akibat revolusi itu (1985b):
1. sifat mentalitas yang meremehkan mutu
2. sifat mentalitas yang suka menerabas
3. sifat tak percaya kepada diri sendiri
4. sifat tak berdisiplin murni
5. sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab yang kokoh.
II.i.ii.iii Featherstone, Smith, Konrad dan Hannerz
Jika pengertian-pengertian ini kita pakai untuk meninjau budaya-budaya etnis yang terdapat di Indonesia, maka aemboyan Bhinneka Tunggal Ika itu harus diberi pengertian dinamis dan bukan yang statis untuk mempertahankan dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan, yaitu Tunggal Ika, diantara seluruh rakyat Indonesia.
II.i.ii.iv Linus Suryadi Ag, 1990:117
Menjadi orang Indonesia berarti siap untuk diterpa proses perubahan. Dari Jawa atau Minang atau Batak, atau lainnya, menjadi Indonesia. Dari penganut agama yang eksklusif, menjadi penganut yang siap berdampingan dengan penganut agama lain, dalam komunitas baru yang bernama Indonesia.
II.i.ii.v Sutan Takdir Alisjahbana, 1979
Seluruh kebudayaan-kebudayaan Indonesia, juga kebudayaan daerah, akan berpokok pada ilmu dan bersifat progresif. Kalau berternak sapi di daerah, ia harus dipelihara secara ilmiah. Bahasa apa pun yang dikuasai sekolah-sekolah di desa, ia mesti memberikan ilmu abad keduapuluh ini. Warung di desa mesti dijalankan dengan pikiran yang menyadari efisiensi. Kita tak peduli petani memberi sesajen untuk Dewi Sri, namun mereka harus menanam padinya secara modern. Dalam hal ini sifat kedaerahan hilang. Indonesia adalah bagian dari dunia, dan karenanya ia tidak bisa lari dari kebudayaan progresif. Kenapa demikian? Karena kebudayaan yang berpokok pada ilmu, ekonomi, telah menyatukan dunia. Yang tidak sadar akan hal ini, berarti hidup dalam abad yang lampau. Kita masih hidup dalam abad pertengahan. Kesukarannya adalah karena cara berpikir unversitas belum sampai ke desa, dan rasionalisasi dalam bidang ekonomi serta efisiensi masih merupakan kata-kata asing.
Penjajahan adalah sebagai akibat hukum alam: yang pintar, kuat, dinamis, mesti menguasai yang bodoh, lemah dan statis.
Bagaimana pun bangganya kita, kita harus sadar bahwa kebudayaan kita tidak pintar, lemah dan statis. Kebanggaan kita kadang-kadang berlebihan. Kita kurang intropeksi. Kita harus melihat perubahan dunia secara nyata, jujur, jangan bermimpi dan berilusi. Kita harus merubah mental dari kebudayaan ekspresif dan fantasi, sedikit rasio yang berdasarkan intuisi, menjadi kebudayaan yang dikuasai rasio, perhitungan, dan realistis. Dengan itu, bukan berarti agama bakal hilang. Saya tak khawatir sumber agama akan lenyap. Hanya orang bodoh dan tak memahami arti agama sesungguhnyalah yang memiliki kekhawatiran demikian.
II.i.iii. Definisi Operasional
Dari beberapa definisi yang dikemukan oleh para ahli dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan, yaitu sistem atau ilmu pengetahuan yang meliputi adat istiadat, sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari- hari dan pola hidup manusia, kebudayaan itu bersifat abstrak.
II.i.iv Instrumen Teori Kebudayaan
Variabel Teori Dimensi Indikator
Kebudayaan 1. Ilmu Pengetahuan - Sosial
- Ekstrak
- Alam
2. Adat Istiadat - Upacara Adat
- Pengaruh nenek moyang
- Kepercayaan
- Kebiasaan
3. Pola Hidup - Cara berinteraksi
- Cara bersosialisasi
- Cara bersikap
- Cara bertindak
- Cara berbicara
II.II Definisi Mayarakat
1. Ralph Linton
Mayarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerjasama dengan cukup lama sehingga mereka dapat mengatur mereka dan menganggap bahwa diri mereka adalah satu kesatuan sosial dengan batas – batas yang dirumuskan dengan jelas
2. Selo Sumarjan
Mayarakat adalah orang – orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
Bab III
Tinjauan Pustaka
1. Interaksi Melayu dan non Melayu dan Kebudayaan
Interaksi Melayu dan non Melayu tentu berpengaruh terhadap kebudayaan, baik terhadap budaya Melayu maupun non Melayu. Dalam segi tulisan, terlihat jelas bahwa huruf – huruf Melayu merupakan huruf Arab yang ditambah dan diberi variasi. Pemakaian huruf Arab ini secara timbal balik dapat memperkuat perasaan pembauran Melayu dan Aab, sehingga pengaruh budaya Arab dalam budaya Melayu semakin dalam. Pengaruh tidak hanya terbatas pada kebudayaan, tetapi juga peradaban, seperti cara hidup, cara bergaul, cara memperlakukan anggota keluarga, cara bermasyarakat dan sebagainya. Dalam kebudayaan, pengaruh Arab tampak pada bahasa,seni tari, seni musik, seni bangunan, dan lainnya. Banyak kata – kata Arab yang menjadi kata – kata Melayu. Nama – nama orang ataupun gelar para raja dan bangsawan banyak mengunakan istlah bahasa Arab.
Kebudayaan non Melayu tang lainny juga berpengaruh terhadap Melayu, tetapi tidak sekuat dan sedalam bahasa Arab. Lemahnya pengaruh budaya non Melayu selain Arab tersebut telah melahirkan budaya baru yang berifat campuran, yang terpisah dari budaya Melayu dan non Melayu itu sendiri. Budaya ini hanya dimiliki oleh peranakan, seperti misalnya budaya Baba dan budaya Ceti. Dalam percampuran ini unsur Melayu masih dominan, seperti dalam hal bahasa, adat istiadat, kesenian dan sebagainya. Pengaruh non Melayu yang hampir tidak ada ialah dari buday Eropa, karena pendeknya waktu interaksi, faktor psikologis, dan faktor agama.
Kedatangan non Melayu Eropa yang agresif telah meninggalkan trauma pada orang Melayu. Perlakuan kolonialistik orang Portugis, Belanda dan Inggris serta agama Nasrani yang mereka bawa menyebabkan orang – orang Melayu membenci mereka. Akibatnya orang – orang Eropa dianggap sebagai orang kafir. Orang – orang Melayu memandang budaya Eropa sebagai budaya kafir yang harus dimusuhi.
2. Interaksi Melayu- non Melayu dan Pendidikan
Pengaruh interaksi Melayu dan non Melayu yang sangat terasa ialah pendidikan. Interaksi Melayu dengan orang Arab yang membawa agama Islam telah menumbuhkan budaya Melayu – Arab ataupun Melayu yang Islam. Pendidikan yang diterima generasi muda maupun pendidikan dewasa diarahkan pada pembentukan pribadi Muslim. Oleh karena itu, pedidikan dilakukan di rumah tangga, di masjid, dan di sarau – sarau.
Pengembangan agama Islam di Melayu dilakukan oleh para ahli dakwah dan pedagang – pedagang Muslim. Pengembangan ini mendapatkan dukungan raja – raja atau kepala pemerintahan setempat, karena Islam telah masuk ke istana dan menjadi agama istana, sebelum menyebar ke pelosok negeri. Dengan demikian, kegiatan pendidikan yang dilakukan di masjid dan di sarau praktis mendapat dukungan para raja.
Pendidikan ini semakin meningkatkan jumlah penganut agama Islam. Para cendikiawan dan mubalig Islam jumlahnya juga semakin besar. Merekalah motor prnggerak penyebaran agama Islam ke pelosok – pelosok negeri. Mereka pulalah yang menjadi pendidik masyarakat. Citra masyarakat sangat baik, karena itu mereka menjadi idola generasi muda.
Pendidikan ini bersifat non formal dan informal. Kurikulum menggunakan kitab suci Al Quran dan hadis – hadis Rassulullah yang diperkaya dengan pikiran ulama – ulama besar di timur tengah, seperti iman Al Ghazali, Iman Syahfii, Iman Malik, dan Imam Hambali. Masyarakat dibimbing pada penghayatan dan kesadaran akan kehidupan kekal abadi setelah mati. Hidup di dunia hanya bersifat semenara, sehingga hidup harus digunakan untuk menghidupi hari akhir. Bekal ini merupakan amal baik dan ibadah.
Akibat sistem pendidikan yang demikian, pengetahuan yang diutamakan kepada generasi muda lebih banyak bersifat keagamaan dan filsafat hidup. Ilmu pengetahuan dalam arti sains boleh dikatakan tidak mendapatkan tempat. Bahkan teknologi yang berpangkal pada penemuan dan pembauran sangat ditentang, karena dianggap berlawanan dengan hukum Tuhan. Pememuan dan pembaharuan merupakan dua kegiatan yang dipandang mengandung unsur kreativitas yang terkadang berlawanan dengan alamiah dan pranata sosial.
Datangnya orang Eropa dengan bekal pendidikan sains dan teknologi tinggi yang agresif dan menjajas pertahan Melayu dalam menghadapi teknologi perang non Melayu (Eropa) menyebabkan interaksi kedunya terjalin dalam wujud penjajahan.
Selam 3 abad lebih Melayu dijajah non Melayu dan selama itu Melayu menganggap keadaan itu sebagai takdir yang diberikan Tuhan. Barat berhasil menguasai Teknologi dan Ilmu pengetahuan berkat pendidikan yang menumpuk kecerdasan dan kreativitas generasi mudanya, ditambah dengan semangat patriotik atas kejayaan bangsa – bangsa mereka di Eropa. Sebenarnya dalam hal patrotisme dan kedalaman agama, orang Melayu tidak terkalahkan. Mereka hanya kalah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan adanya kemajuan pendidikan, ilmu dan teknologi, non Melau Eropa memasuki masa industrialisasi yang memungkinkannya mengendalikan alam untuk kepentingan hidup manusia. Sementara itu, Melayu masih terlena, bergayut pada kemakmuran alam yang mengendalikan hidupnya. Orang – orang Melayu tidak menyukai anak – anak mereka masuk ke sekolah(formal) yang didikan oleh orang barat yang dinilai kafir, karena pendidikannya dianggap hanya akan menjauh manusia dari Tuhan.
Setelah non Melayu datang dan meletuskan meriam besar hasil teknologinya, Melayu baru tersentak sambil mencabut keris di pinggang, menahadang peluru meriam yang datang menerjang. Kerispun patah, tubuh terlentang bermandikan darah. Sebelum menemui ajalnua, cucu – cucu laksana Hang Tuah masih sempat memekikan semboyan ’Tak kan Melayu hilang di bumi’. Sejak itu, Melayu memang tidak hilang dari dunia, yang hilang hanya kemerdekaannya. Kedudukannya sebagai orang terjajah semakin menyudutkan, sehingga orang Melayu semakin tertinggal dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan kecerdasan. Apalagi semangat kebangsaan mereka sudah merosot.
Syukur, sekarang Melayu telah merdeka kembali dalam wadah kesatuan bangsa masing – masing negara yang berdaulat di Asia Tenggara.
Bab IV
Penutup
IV.i Kesimpulan
Pendidikan dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan dan kemajuan suatu bangsa, sebab keduanya adalah bagian dari bangsa. Tanpa kebudayaan dan pendidikan, suatu bangsa tidak punya arti sama sekali. Dalam penjelasan UUD 1945, secara tegas dikemukakan :
Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi daya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan yang asli terdapat di daerah – daerah seluruh Indonesia sebagai puncak kebudayaan, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju kea rah kemajuan adab, budayam dan persatuan dan tidak menolak bahan – bahan baru dan kebudayan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri serta mempertingi derajat kemanusiaan bngsa Indonesia.
Sekarang Pasal 32 UUD 1945 dikatakan, “ Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia”.
Sekarang bangsa Indonesia amat menyadari bahwa kebudayaan bangsa perlu di bina dan ditingkatkan pertumbuhan serta perkembangannya. Salah satu usaha utama ialah melalui pendidikan. Untuk tidak mengulang sejarah, pendidikan bangsa Indonesia harus selaras. Pemenuhan kebutuhan dunia dan akhirat, material dan spiritual, kebutuhan sosial dan kemampuan intelektual harus serasi dan berimbang berlandaskan falsafah hidup Pancasila.
Seperti halnya budaya non Melayu, budaya Melayu harus dapat memberikan andil dalam pembentukan, pengembangan, dan kemajuan budaya nasional. Manusia Indonesia yang berbudaya adalah yang bersatu -padu untuk memajukan bangsanya, antara lain dengan mempertebal semangat kebangsaan serta menguasai ilmu dan teknologi agar mampu bersaing dengan bangsa – bangsa lainnya di muka bumi ini. Jika hal ini telah terwujud, barulah semboyan Hang Tuah patut disebut.
IV.ii Saran
Indonesia harus terus maju jangan terus menerus melihat pengalaman –pengalaman pahit yang dialami oleh bangsa Indonesia pada zaman dahulu, ada baiknya juka kita menganggap sejarah sebagai pembelajaran di masa yang mendatang. Tapi jangan menjadikan sejarah sebagai trauma. Jika kita terus mengingat itu sebagagai kejadian yang buruk, maka perkembangan bangsa ini tidak akan berkembang dengan pesat. Dan akan lama sekali untuk bergerak maju menjadi yang lebih baik.
sosial dan kemampuan intelektual harus serasi dan berimbang berlandaskan falsafah hidup Pancasila.
Seperti halnya budaya non Melayu, budaya Melayu harus dapat memberikan andil dalam pembentukan, pengembangan, dan kemajuan budaya nasional. Manusia Indonesia yang berbudaya adalah yang bersatu -padu untuk memajukan bangsanya, antara lain dengan mempertebal semangat kebangsaan serta menguasai ilmu dan teknologi agar mampu bersaing dengan bangsa – bangsa lainnya di muka bumi ini. Jika hal ini telah terwujud, barulah semboyan Hang Tuah patut disebut.
Bab I
Pendahuluan
I.i Latar Belakang
Perubahan-perubahan yang begitu cepat terjadi dalam hamper semua aspek kehidupan dewasa ini memerlukan suatu pemikiran yang menyeluruh mengenai budaya. Era kita sekarang ini, yang lebih dikenal dengan sebutan era globalosasi dimana tembok-tembok pemisah antar umat manusia dalam satu dunia (global village) mulai memudar berkat kemajuan dibidang komunikasi dan transparansi.
Interaksi Melayu dengan non melayu sudah berlangsung lama ternyata membawa perubahan besar terhadap pembauran kebudayaan dan pendidikan masyarakat Melayu. Pembauran rasial dan etnik, percampuran unsur-unsur kebudayaan, dan perppaduan pendidikan diperoleh dari interaksi damai, saling menghormati,serta saling menyesuaikan dengan non- Melayu kawasan Asia – Afrika yang beragama Islam. Interaksi dengan motif – motif politik yang bersifat agresif,dominan dan kolonial dari non Melayu Eropa telah mengakibatkan orang Melayu terjajah dan terbelakang dalam hal pendidikan,keilmuan dan teknologi.
I.ii Rumusan Masalah
1. Pengaruh kebudayaan seperti apa yang terjadi dari segi kebudayaan masyarakat Melayu?
2. Pengaruh kebudayaan seperti apa yang terjadi darI segi pendidikan masyarakat Melayu?
I.iii Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini untuk dapat lebih mengetahui dan menganalisis pengaruh kebudayaan dan pendidikan yang terjadi pada orang Melayu akibat pengaruh dari orang non Melayu. Apakah pengaruh tersebut membawa pengaruh yang buruk bagi orang non Melayu atau tidak.
I.iv Hipotesis
Kedatangan non-Melayu Eropa yang agresif telah meninggalkna trauma pada orang Melayu. Perlakuan kolonialistik orang Portugis, Belanda dan Inggris serta agama Narani yang mereka bawa menyebabkan orang-orang Melayu membenci mereka. Akibatnya, orang – orang Eropa dipandang sebagai orang kafir yang harus dimusuhi.
Pendahuluan
I.i Latar Belakang
Perubahan-perubahan yang begitu cepat terjadi dalam hamper semua aspek kehidupan dewasa ini memerlukan suatu pemikiran yang menyeluruh mengenai budaya. Era kita sekarang ini, yang lebih dikenal dengan sebutan era globalosasi dimana tembok-tembok pemisah antar umat manusia dalam satu dunia (global village) mulai memudar berkat kemajuan dibidang komunikasi dan transparansi.
Interaksi Melayu dengan non melayu sudah berlangsung lama ternyata membawa perubahan besar terhadap pembauran kebudayaan dan pendidikan masyarakat Melayu. Pembauran rasial dan etnik, percampuran unsur-unsur kebudayaan, dan perppaduan pendidikan diperoleh dari interaksi damai, saling menghormati,serta saling menyesuaikan dengan non- Melayu kawasan Asia – Afrika yang beragama Islam. Interaksi dengan motif – motif politik yang bersifat agresif,dominan dan kolonial dari non Melayu Eropa telah mengakibatkan orang Melayu terjajah dan terbelakang dalam hal pendidikan,keilmuan dan teknologi.
I.ii Rumusan Masalah
1. Pengaruh kebudayaan seperti apa yang terjadi dari segi kebudayaan masyarakat Melayu?
2. Pengaruh kebudayaan seperti apa yang terjadi darI segi pendidikan masyarakat Melayu?
I.iii Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini untuk dapat lebih mengetahui dan menganalisis pengaruh kebudayaan dan pendidikan yang terjadi pada orang Melayu akibat pengaruh dari orang non Melayu. Apakah pengaruh tersebut membawa pengaruh yang buruk bagi orang non Melayu atau tidak.
I.iv Hipotesis
Kedatangan non-Melayu Eropa yang agresif telah meninggalkna trauma pada orang Melayu. Perlakuan kolonialistik orang Portugis, Belanda dan Inggris serta agama Narani yang mereka bawa menyebabkan orang-orang Melayu membenci mereka. Akibatnya, orang – orang Eropa dipandang sebagai orang kafir yang harus dimusuhi.
Bab II
Tinjauan Pustaka
II.i. Teori Kebudayaan
II.i.i. Definisi Etimologis
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan tanah. Dengan mengerjakan tanah, manusia mulai hidup sebagai penghasil makanan ( food producing). Hal ini berarti manusia telah berbudi daya mengerjakan tanah karena telah menin ggalkan kehidupan yang hanya memungut hasil alam saja ( food gathering). Dalam sejarah kebudayaan, bajak dijadikan benda sejarah (artifact) sebagai bukti bahwa manusia telah berbudaya.
Pemilihan definisi kebudayaan yang tepat sangat sukar karena begitu banyak orang yang mendefinisikannya, beberapa diantaranya akan dibahas di dalam definisi konseptual.
II.i.ii Definisi Konseptual
II.i.ii.i Simpatupang, 1994
Semuanya pengaruh ini memberikan persamaan yang berbeda-beda kadarnya (dan juga perbedaan-perbedaan) pada budaya-budaya daerah yang berada itu.
II.i.ii.ii Koentjaraningrat, 1985
Semestaan Budaya:
1. sistem religi dan keagamaan
2. sistem dan organisasi kemasyarakatan
3. sistem pengetahuan
4. bahasa
5. sistem kesenian
6. sistem mata pencaharian hidup
7. sistem teknologi dan peralatan
Bangsa Indonesia memiliki (1985a):
1. “nilai budaya yang (tidak) berorientasi terhadap hasil karya manusia itu sendiri (tidak achievement oriented)”
2. “orientasi terlalu banyak terarah ke zaman lampau” sehingga “akan melemahkan kemampuan seseorang untuk melihat ke masa depan”
3. kecenderungan melarikan diri dari dunia ke dunia kebatinan “yang tidak begitu cocok dengan jiwa rasionalisme yang kita perlukan untuk mempercepat pembangunan”
4. kecenderungan “yang terlampau banyak menggantungkan diri kepada nasib”
5. kecenderungan untuk “menilai tinggi konsep sama-rata-sama-rasa...(yang) mewajibkan suatu sikap konformisme yang besar (artinya, orang sebaiknya menjaga agar jangan dengan sengaja berusaha untuk menonjol di atas yang lain)…(suatu) sikap (yang) agak bertentangan dengan jiwa pembangunan yang justru memerlukan usaha jerih payah dengan sengaja dari individu untuk maju dan menonjol di atas yang lain.
6. “adat sopan santun (yang) amat berorientasi ke arah atasan” yang mematikan hasrat untuk berdiri sendiri dan berusaha sendiri.
Mentalitas yang terbentuk sebagai akibat revolusi itu (1985b):
1. sifat mentalitas yang meremehkan mutu
2. sifat mentalitas yang suka menerabas
3. sifat tak percaya kepada diri sendiri
4. sifat tak berdisiplin murni
5. sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab yang kokoh.
II.i.ii.iii Featherstone, Smith, Konrad dan Hannerz
Jika pengertian-pengertian ini kita pakai untuk meninjau budaya-budaya etnis yang terdapat di Indonesia, maka aemboyan Bhinneka Tunggal Ika itu harus diberi pengertian dinamis dan bukan yang statis untuk mempertahankan dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan, yaitu Tunggal Ika, diantara seluruh rakyat Indonesia.
II.i.ii.iv Linus Suryadi Ag, 1990:117
Menjadi orang Indonesia berarti siap untuk diterpa proses perubahan. Dari Jawa atau Minang atau Batak, atau lainnya, menjadi Indonesia. Dari penganut agama yang eksklusif, menjadi penganut yang siap berdampingan dengan penganut agama lain, dalam komunitas baru yang bernama Indonesia.
II.i.ii.v Sutan Takdir Alisjahbana, 1979
Seluruh kebudayaan-kebudayaan Indonesia, juga kebudayaan daerah, akan berpokok pada ilmu dan bersifat progresif. Kalau berternak sapi di daerah, ia harus dipelihara secara ilmiah. Bahasa apa pun yang dikuasai sekolah-sekolah di desa, ia mesti memberikan ilmu abad keduapuluh ini. Warung di desa mesti dijalankan dengan pikiran yang menyadari efisiensi. Kita tak peduli petani memberi sesajen untuk Dewi Sri, namun mereka harus menanam padinya secara modern. Dalam hal ini sifat kedaerahan hilang. Indonesia adalah bagian dari dunia, dan karenanya ia tidak bisa lari dari kebudayaan progresif. Kenapa demikian? Karena kebudayaan yang berpokok pada ilmu, ekonomi, telah menyatukan dunia. Yang tidak sadar akan hal ini, berarti hidup dalam abad yang lampau. Kita masih hidup dalam abad pertengahan. Kesukarannya adalah karena cara berpikir unversitas belum sampai ke desa, dan rasionalisasi dalam bidang ekonomi serta efisiensi masih merupakan kata-kata asing.
Penjajahan adalah sebagai akibat hukum alam: yang pintar, kuat, dinamis, mesti menguasai yang bodoh, lemah dan statis.
Bagaimana pun bangganya kita, kita harus sadar bahwa kebudayaan kita tidak pintar, lemah dan statis. Kebanggaan kita kadang-kadang berlebihan. Kita kurang intropeksi. Kita harus melihat perubahan dunia secara nyata, jujur, jangan bermimpi dan berilusi. Kita harus merubah mental dari kebudayaan ekspresif dan fantasi, sedikit rasio yang berdasarkan intuisi, menjadi kebudayaan yang dikuasai rasio, perhitungan, dan realistis. Dengan itu, bukan berarti agama bakal hilang. Saya tak khawatir sumber agama akan lenyap. Hanya orang bodoh dan tak memahami arti agama sesungguhnyalah yang memiliki kekhawatiran demikian.
II.i.iii. Definisi Operasional
Dari beberapa definisi yang dikemukan oleh para ahli dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan, yaitu sistem atau ilmu pengetahuan yang meliputi adat istiadat, sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari- hari dan pola hidup manusia, kebudayaan itu bersifat abstrak.
II.i.iv Instrumen Teori Kebudayaan
Variabel Teori Dimensi Indikator
Kebudayaan 1. Ilmu Pengetahuan - Sosial
- Ekstrak
- Alam
2. Adat Istiadat - Upacara Adat
- Pengaruh nenek moyang
- Kepercayaan
- Kebiasaan
3. Pola Hidup - Cara berinteraksi
- Cara bersosialisasi
- Cara bersikap
- Cara bertindak
- Cara berbicara
II.II Definisi Mayarakat
1. Ralph Linton
Mayarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerjasama dengan cukup lama sehingga mereka dapat mengatur mereka dan menganggap bahwa diri mereka adalah satu kesatuan sosial dengan batas – batas yang dirumuskan dengan jelas
2. Selo Sumarjan
Mayarakat adalah orang – orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
Bab III
Tinjauan Pustaka
1. Interaksi Melayu dan non Melayu dan Kebudayaan
Interaksi Melayu dan non Melayu tentu berpengaruh terhadap kebudayaan, baik terhadap budaya Melayu maupun non Melayu. Dalam segi tulisan, terlihat jelas bahwa huruf – huruf Melayu merupakan huruf Arab yang ditambah dan diberi variasi. Pemakaian huruf Arab ini secara timbal balik dapat memperkuat perasaan pembauran Melayu dan Aab, sehingga pengaruh budaya Arab dalam budaya Melayu semakin dalam. Pengaruh tidak hanya terbatas pada kebudayaan, tetapi juga peradaban, seperti cara hidup, cara bergaul, cara memperlakukan anggota keluarga, cara bermasyarakat dan sebagainya. Dalam kebudayaan, pengaruh Arab tampak pada bahasa,seni tari, seni musik, seni bangunan, dan lainnya. Banyak kata – kata Arab yang menjadi kata – kata Melayu. Nama – nama orang ataupun gelar para raja dan bangsawan banyak mengunakan istlah bahasa Arab.
Kebudayaan non Melayu tang lainny juga berpengaruh terhadap Melayu, tetapi tidak sekuat dan sedalam bahasa Arab. Lemahnya pengaruh budaya non Melayu selain Arab tersebut telah melahirkan budaya baru yang berifat campuran, yang terpisah dari budaya Melayu dan non Melayu itu sendiri. Budaya ini hanya dimiliki oleh peranakan, seperti misalnya budaya Baba dan budaya Ceti. Dalam percampuran ini unsur Melayu masih dominan, seperti dalam hal bahasa, adat istiadat, kesenian dan sebagainya. Pengaruh non Melayu yang hampir tidak ada ialah dari buday Eropa, karena pendeknya waktu interaksi, faktor psikologis, dan faktor agama.
Kedatangan non Melayu Eropa yang agresif telah meninggalkan trauma pada orang Melayu. Perlakuan kolonialistik orang Portugis, Belanda dan Inggris serta agama Nasrani yang mereka bawa menyebabkan orang – orang Melayu membenci mereka. Akibatnya orang – orang Eropa dianggap sebagai orang kafir. Orang – orang Melayu memandang budaya Eropa sebagai budaya kafir yang harus dimusuhi.
2. Interaksi Melayu- non Melayu dan Pendidikan
Pengaruh interaksi Melayu dan non Melayu yang sangat terasa ialah pendidikan. Interaksi Melayu dengan orang Arab yang membawa agama Islam telah menumbuhkan budaya Melayu – Arab ataupun Melayu yang Islam. Pendidikan yang diterima generasi muda maupun pendidikan dewasa diarahkan pada pembentukan pribadi Muslim. Oleh karena itu, pedidikan dilakukan di rumah tangga, di masjid, dan di sarau – sarau.
Pengembangan agama Islam di Melayu dilakukan oleh para ahli dakwah dan pedagang – pedagang Muslim. Pengembangan ini mendapatkan dukungan raja – raja atau kepala pemerintahan setempat, karena Islam telah masuk ke istana dan menjadi agama istana, sebelum menyebar ke pelosok negeri. Dengan demikian, kegiatan pendidikan yang dilakukan di masjid dan di sarau praktis mendapat dukungan para raja.
Pendidikan ini semakin meningkatkan jumlah penganut agama Islam. Para cendikiawan dan mubalig Islam jumlahnya juga semakin besar. Merekalah motor prnggerak penyebaran agama Islam ke pelosok – pelosok negeri. Mereka pulalah yang menjadi pendidik masyarakat. Citra masyarakat sangat baik, karena itu mereka menjadi idola generasi muda.
Pendidikan ini bersifat non formal dan informal. Kurikulum menggunakan kitab suci Al Quran dan hadis – hadis Rassulullah yang diperkaya dengan pikiran ulama – ulama besar di timur tengah, seperti iman Al Ghazali, Iman Syahfii, Iman Malik, dan Imam Hambali. Masyarakat dibimbing pada penghayatan dan kesadaran akan kehidupan kekal abadi setelah mati. Hidup di dunia hanya bersifat semenara, sehingga hidup harus digunakan untuk menghidupi hari akhir. Bekal ini merupakan amal baik dan ibadah.
Akibat sistem pendidikan yang demikian, pengetahuan yang diutamakan kepada generasi muda lebih banyak bersifat keagamaan dan filsafat hidup. Ilmu pengetahuan dalam arti sains boleh dikatakan tidak mendapatkan tempat. Bahkan teknologi yang berpangkal pada penemuan dan pembauran sangat ditentang, karena dianggap berlawanan dengan hukum Tuhan. Pememuan dan pembaharuan merupakan dua kegiatan yang dipandang mengandung unsur kreativitas yang terkadang berlawanan dengan alamiah dan pranata sosial.
Datangnya orang Eropa dengan bekal pendidikan sains dan teknologi tinggi yang agresif dan menjajas pertahan Melayu dalam menghadapi teknologi perang non Melayu (Eropa) menyebabkan interaksi kedunya terjalin dalam wujud penjajahan.
Selam 3 abad lebih Melayu dijajah non Melayu dan selama itu Melayu menganggap keadaan itu sebagai takdir yang diberikan Tuhan. Barat berhasil menguasai Teknologi dan Ilmu pengetahuan berkat pendidikan yang menumpuk kecerdasan dan kreativitas generasi mudanya, ditambah dengan semangat patriotik atas kejayaan bangsa – bangsa mereka di Eropa. Sebenarnya dalam hal patrotisme dan kedalaman agama, orang Melayu tidak terkalahkan. Mereka hanya kalah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan adanya kemajuan pendidikan, ilmu dan teknologi, non Melau Eropa memasuki masa industrialisasi yang memungkinkannya mengendalikan alam untuk kepentingan hidup manusia. Sementara itu, Melayu masih terlena, bergayut pada kemakmuran alam yang mengendalikan hidupnya. Orang – orang Melayu tidak menyukai anak – anak mereka masuk ke sekolah(formal) yang didikan oleh orang barat yang dinilai kafir, karena pendidikannya dianggap hanya akan menjauh manusia dari Tuhan.
Setelah non Melayu datang dan meletuskan meriam besar hasil teknologinya, Melayu baru tersentak sambil mencabut keris di pinggang, menahadang peluru meriam yang datang menerjang. Kerispun patah, tubuh terlentang bermandikan darah. Sebelum menemui ajalnua, cucu – cucu laksana Hang Tuah masih sempat memekikan semboyan ’Tak kan Melayu hilang di bumi’. Sejak itu, Melayu memang tidak hilang dari dunia, yang hilang hanya kemerdekaannya. Kedudukannya sebagai orang terjajah semakin menyudutkan, sehingga orang Melayu semakin tertinggal dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan kecerdasan. Apalagi semangat kebangsaan mereka sudah merosot.
Syukur, sekarang Melayu telah merdeka kembali dalam wadah kesatuan bangsa masing – masing negara yang berdaulat di Asia Tenggara.
Bab I
Pendahuluan
I.i Latar Belakang
Perubahan-perubahan yang begitu cepat terjadi dalam hamper semua aspek kehidupan dewasa ini memerlukan suatu pemikiran yang menyeluruh mengenai budaya. Era kita sekarang ini, yang lebih dikenal dengan sebutan era globalosasi dimana tembok-tembok pemisah antar umat manusia dalam satu dunia (global village) mulai memudar berkat kemajuan dibidang komunikasi dan transparansi.
Interaksi Melayu dengan non melayu sudah berlangsung lama ternyata membawa perubahan besar terhadap pembauran kebudayaan dan pendidikan masyarakat Melayu. Pembauran rasial dan etnik, percampuran unsur-unsur kebudayaan, dan perppaduan pendidikan diperoleh dari interaksi damai, saling menghormati,serta saling menyesuaikan dengan non- Melayu kawasan Asia – Afrika yang beragama Islam. Interaksi dengan motif – motif politik yang bersifat agresif,dominan dan kolonial dari non Melayu Eropa telah mengakibatkan orang Melayu terjajah dan terbelakang dalam hal pendidikan,keilmuan dan teknologi.
I.ii Rumusan Masalah
1. Pengaruh kebudayaan seperti apa yang terjadi dari segi kebudayaan masyarakat Melayu?
2. Pengaruh kebudayaan seperti apa yang terjadi darI segi pendidikan masyarakat Melayu?
I.iii Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini untuk dapat lebih mengetahui dan menganalisis pengaruh kebudayaan dan pendidikan yang terjadi pada orang Melayu akibat pengaruh dari orang non Melayu. Apakah pengaruh tersebut membawa pengaruh yang buruk bagi orang non Melayu atau tidak.
I.iv Hipotesis
Kedatangan non-Melayu Eropa yang agresif telah meninggalkna trauma pada orang Melayu. Perlakuan kolonialistik orang Portugis, Belanda dan Inggris serta agama Narani yang mereka bawa menyebabkan orang-orang Melayu membenci mereka. Akibatnya, orang – orang Eropa dipandang sebagai orang kafir yang harus dimusuhi.
Bab II
Tinjauan Pustaka
II.i. Teori Kebudayaan
II.i.i. Definisi Etimologis
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan tanah. Dengan mengerjakan tanah, manusia mulai hidup sebagai penghasil makanan ( food producing). Hal ini berarti manusia telah berbudi daya mengerjakan tanah karena telah menin ggalkan kehidupan yang hanya memungut hasil alam saja ( food gathering). Dalam sejarah kebudayaan, bajak dijadikan benda sejarah (artifact) sebagai bukti bahwa manusia telah berbudaya.
Pemilihan definisi kebudayaan yang tepat sangat sukar karena begitu banyak orang yang mendefinisikannya, beberapa diantaranya akan dibahas di dalam definisi konseptual.
II.i.ii Definisi Konseptual
II.i.ii.i Simpatupang, 1994
Semuanya pengaruh ini memberikan persamaan yang berbeda-beda kadarnya (dan juga perbedaan-perbedaan) pada budaya-budaya daerah yang berada itu.
II.i.ii.ii Koentjaraningrat, 1985
Semestaan Budaya:
1. sistem religi dan keagamaan
2. sistem dan organisasi kemasyarakatan
3. sistem pengetahuan
4. bahasa
5. sistem kesenian
6. sistem mata pencaharian hidup
7. sistem teknologi dan peralatan
Bangsa Indonesia memiliki (1985a):
1. “nilai budaya yang (tidak) berorientasi terhadap hasil karya manusia itu sendiri (tidak achievement oriented)”
2. “orientasi terlalu banyak terarah ke zaman lampau” sehingga “akan melemahkan kemampuan seseorang untuk melihat ke masa depan”
3. kecenderungan melarikan diri dari dunia ke dunia kebatinan “yang tidak begitu cocok dengan jiwa rasionalisme yang kita perlukan untuk mempercepat pembangunan”
4. kecenderungan “yang terlampau banyak menggantungkan diri kepada nasib”
5. kecenderungan untuk “menilai tinggi konsep sama-rata-sama-rasa...(yang) mewajibkan suatu sikap konformisme yang besar (artinya, orang sebaiknya menjaga agar jangan dengan sengaja berusaha untuk menonjol di atas yang lain)…(suatu) sikap (yang) agak bertentangan dengan jiwa pembangunan yang justru memerlukan usaha jerih payah dengan sengaja dari individu untuk maju dan menonjol di atas yang lain.
6. “adat sopan santun (yang) amat berorientasi ke arah atasan” yang mematikan hasrat untuk berdiri sendiri dan berusaha sendiri.
Mentalitas yang terbentuk sebagai akibat revolusi itu (1985b):
1. sifat mentalitas yang meremehkan mutu
2. sifat mentalitas yang suka menerabas
3. sifat tak percaya kepada diri sendiri
4. sifat tak berdisiplin murni
5. sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab yang kokoh.
II.i.ii.iii Featherstone, Smith, Konrad dan Hannerz
Jika pengertian-pengertian ini kita pakai untuk meninjau budaya-budaya etnis yang terdapat di Indonesia, maka aemboyan Bhinneka Tunggal Ika itu harus diberi pengertian dinamis dan bukan yang statis untuk mempertahankan dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan, yaitu Tunggal Ika, diantara seluruh rakyat Indonesia.
II.i.ii.iv Linus Suryadi Ag, 1990:117
Menjadi orang Indonesia berarti siap untuk diterpa proses perubahan. Dari Jawa atau Minang atau Batak, atau lainnya, menjadi Indonesia. Dari penganut agama yang eksklusif, menjadi penganut yang siap berdampingan dengan penganut agama lain, dalam komunitas baru yang bernama Indonesia.
II.i.ii.v Sutan Takdir Alisjahbana, 1979
Seluruh kebudayaan-kebudayaan Indonesia, juga kebudayaan daerah, akan berpokok pada ilmu dan bersifat progresif. Kalau berternak sapi di daerah, ia harus dipelihara secara ilmiah. Bahasa apa pun yang dikuasai sekolah-sekolah di desa, ia mesti memberikan ilmu abad keduapuluh ini. Warung di desa mesti dijalankan dengan pikiran yang menyadari efisiensi. Kita tak peduli petani memberi sesajen untuk Dewi Sri, namun mereka harus menanam padinya secara modern. Dalam hal ini sifat kedaerahan hilang. Indonesia adalah bagian dari dunia, dan karenanya ia tidak bisa lari dari kebudayaan progresif. Kenapa demikian? Karena kebudayaan yang berpokok pada ilmu, ekonomi, telah menyatukan dunia. Yang tidak sadar akan hal ini, berarti hidup dalam abad yang lampau. Kita masih hidup dalam abad pertengahan. Kesukarannya adalah karena cara berpikir unversitas belum sampai ke desa, dan rasionalisasi dalam bidang ekonomi serta efisiensi masih merupakan kata-kata asing.
Penjajahan adalah sebagai akibat hukum alam: yang pintar, kuat, dinamis, mesti menguasai yang bodoh, lemah dan statis.
Bagaimana pun bangganya kita, kita harus sadar bahwa kebudayaan kita tidak pintar, lemah dan statis. Kebanggaan kita kadang-kadang berlebihan. Kita kurang intropeksi. Kita harus melihat perubahan dunia secara nyata, jujur, jangan bermimpi dan berilusi. Kita harus merubah mental dari kebudayaan ekspresif dan fantasi, sedikit rasio yang berdasarkan intuisi, menjadi kebudayaan yang dikuasai rasio, perhitungan, dan realistis. Dengan itu, bukan berarti agama bakal hilang. Saya tak khawatir sumber agama akan lenyap. Hanya orang bodoh dan tak memahami arti agama sesungguhnyalah yang memiliki kekhawatiran demikian.
II.i.iii. Definisi Operasional
Dari beberapa definisi yang dikemukan oleh para ahli dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan, yaitu sistem atau ilmu pengetahuan yang meliputi adat istiadat, sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari- hari dan pola hidup manusia, kebudayaan itu bersifat abstrak.
II.i.iv Instrumen Teori Kebudayaan
Variabel Teori Dimensi Indikator
Kebudayaan 1. Ilmu Pengetahuan - Sosial
- Ekstrak
- Alam
2. Adat Istiadat - Upacara Adat
- Pengaruh nenek moyang
- Kepercayaan
- Kebiasaan
3. Pola Hidup - Cara berinteraksi
- Cara bersosialisasi
- Cara bersikap
- Cara bertindak
- Cara berbicara
II.II Definisi Mayarakat
1. Ralph Linton
Mayarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerjasama dengan cukup lama sehingga mereka dapat mengatur mereka dan menganggap bahwa diri mereka adalah satu kesatuan sosial dengan batas – batas yang dirumuskan dengan jelas
2. Selo Sumarjan
Mayarakat adalah orang – orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
Bab III
Tinjauan Pustaka
1. Interaksi Melayu dan non Melayu dan Kebudayaan
Interaksi Melayu dan non Melayu tentu berpengaruh terhadap kebudayaan, baik terhadap budaya Melayu maupun non Melayu. Dalam segi tulisan, terlihat jelas bahwa huruf – huruf Melayu merupakan huruf Arab yang ditambah dan diberi variasi. Pemakaian huruf Arab ini secara timbal balik dapat memperkuat perasaan pembauran Melayu dan Aab, sehingga pengaruh budaya Arab dalam budaya Melayu semakin dalam. Pengaruh tidak hanya terbatas pada kebudayaan, tetapi juga peradaban, seperti cara hidup, cara bergaul, cara memperlakukan anggota keluarga, cara bermasyarakat dan sebagainya. Dalam kebudayaan, pengaruh Arab tampak pada bahasa,seni tari, seni musik, seni bangunan, dan lainnya. Banyak kata – kata Arab yang menjadi kata – kata Melayu. Nama – nama orang ataupun gelar para raja dan bangsawan banyak mengunakan istlah bahasa Arab.
Kebudayaan non Melayu tang lainny juga berpengaruh terhadap Melayu, tetapi tidak sekuat dan sedalam bahasa Arab. Lemahnya pengaruh budaya non Melayu selain Arab tersebut telah melahirkan budaya baru yang berifat campuran, yang terpisah dari budaya Melayu dan non Melayu itu sendiri. Budaya ini hanya dimiliki oleh peranakan, seperti misalnya budaya Baba dan budaya Ceti. Dalam percampuran ini unsur Melayu masih dominan, seperti dalam hal bahasa, adat istiadat, kesenian dan sebagainya. Pengaruh non Melayu yang hampir tidak ada ialah dari buday Eropa, karena pendeknya waktu interaksi, faktor psikologis, dan faktor agama.
Kedatangan non Melayu Eropa yang agresif telah meninggalkan trauma pada orang Melayu. Perlakuan kolonialistik orang Portugis, Belanda dan Inggris serta agama Nasrani yang mereka bawa menyebabkan orang – orang Melayu membenci mereka. Akibatnya orang – orang Eropa dianggap sebagai orang kafir. Orang – orang Melayu memandang budaya Eropa sebagai budaya kafir yang harus dimusuhi.
2. Interaksi Melayu- non Melayu dan Pendidikan
Pengaruh interaksi Melayu dan non Melayu yang sangat terasa ialah pendidikan. Interaksi Melayu dengan orang Arab yang membawa agama Islam telah menumbuhkan budaya Melayu – Arab ataupun Melayu yang Islam. Pendidikan yang diterima generasi muda maupun pendidikan dewasa diarahkan pada pembentukan pribadi Muslim. Oleh karena itu, pedidikan dilakukan di rumah tangga, di masjid, dan di sarau – sarau.
Pengembangan agama Islam di Melayu dilakukan oleh para ahli dakwah dan pedagang – pedagang Muslim. Pengembangan ini mendapatkan dukungan raja – raja atau kepala pemerintahan setempat, karena Islam telah masuk ke istana dan menjadi agama istana, sebelum menyebar ke pelosok negeri. Dengan demikian, kegiatan pendidikan yang dilakukan di masjid dan di sarau praktis mendapat dukungan para raja.
Pendidikan ini semakin meningkatkan jumlah penganut agama Islam. Para cendikiawan dan mubalig Islam jumlahnya juga semakin besar. Merekalah motor prnggerak penyebaran agama Islam ke pelosok – pelosok negeri. Mereka pulalah yang menjadi pendidik masyarakat. Citra masyarakat sangat baik, karena itu mereka menjadi idola generasi muda.
Pendidikan ini bersifat non formal dan informal. Kurikulum menggunakan kitab suci Al Quran dan hadis – hadis Rassulullah yang diperkaya dengan pikiran ulama – ulama besar di timur tengah, seperti iman Al Ghazali, Iman Syahfii, Iman Malik, dan Imam Hambali. Masyarakat dibimbing pada penghayatan dan kesadaran akan kehidupan kekal abadi setelah mati. Hidup di dunia hanya bersifat semenara, sehingga hidup harus digunakan untuk menghidupi hari akhir. Bekal ini merupakan amal baik dan ibadah.
Akibat sistem pendidikan yang demikian, pengetahuan yang diutamakan kepada generasi muda lebih banyak bersifat keagamaan dan filsafat hidup. Ilmu pengetahuan dalam arti sains boleh dikatakan tidak mendapatkan tempat. Bahkan teknologi yang berpangkal pada penemuan dan pembauran sangat ditentang, karena dianggap berlawanan dengan hukum Tuhan. Pememuan dan pembaharuan merupakan dua kegiatan yang dipandang mengandung unsur kreativitas yang terkadang berlawanan dengan alamiah dan pranata sosial.
Datangnya orang Eropa dengan bekal pendidikan sains dan teknologi tinggi yang agresif dan menjajas pertahan Melayu dalam menghadapi teknologi perang non Melayu (Eropa) menyebabkan interaksi kedunya terjalin dalam wujud penjajahan.
Selam 3 abad lebih Melayu dijajah non Melayu dan selama itu Melayu menganggap keadaan itu sebagai takdir yang diberikan Tuhan. Barat berhasil menguasai Teknologi dan Ilmu pengetahuan berkat pendidikan yang menumpuk kecerdasan dan kreativitas generasi mudanya, ditambah dengan semangat patriotik atas kejayaan bangsa – bangsa mereka di Eropa. Sebenarnya dalam hal patrotisme dan kedalaman agama, orang Melayu tidak terkalahkan. Mereka hanya kalah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan adanya kemajuan pendidikan, ilmu dan teknologi, non Melau Eropa memasuki masa industrialisasi yang memungkinkannya mengendalikan alam untuk kepentingan hidup manusia. Sementara itu, Melayu masih terlena, bergayut pada kemakmuran alam yang mengendalikan hidupnya. Orang – orang Melayu tidak menyukai anak – anak mereka masuk ke sekolah(formal) yang didikan oleh orang barat yang dinilai kafir, karena pendidikannya dianggap hanya akan menjauh manusia dari Tuhan.
Setelah non Melayu datang dan meletuskan meriam besar hasil teknologinya, Melayu baru tersentak sambil mencabut keris di pinggang, menahadang peluru meriam yang datang menerjang. Kerispun patah, tubuh terlentang bermandikan darah. Sebelum menemui ajalnua, cucu – cucu laksana Hang Tuah masih sempat memekikan semboyan ’Tak kan Melayu hilang di bumi’. Sejak itu, Melayu memang tidak hilang dari dunia, yang hilang hanya kemerdekaannya. Kedudukannya sebagai orang terjajah semakin menyudutkan, sehingga orang Melayu semakin tertinggal dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan kecerdasan. Apalagi semangat kebangsaan mereka sudah merosot.
Syukur, sekarang Melayu telah merdeka kembali dalam wadah kesatuan bangsa masing – masing negara yang berdaulat di Asia Tenggara.
Bab IV
Penutup
IV.i Kesimpulan
Pendidikan dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan dan kemajuan suatu bangsa, sebab keduanya adalah bagian dari bangsa. Tanpa kebudayaan dan pendidikan, suatu bangsa tidak punya arti sama sekali. Dalam penjelasan UUD 1945, secara tegas dikemukakan :
Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi daya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan yang asli terdapat di daerah – daerah seluruh Indonesia sebagai puncak kebudayaan, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju kea rah kemajuan adab, budayam dan persatuan dan tidak menolak bahan – bahan baru dan kebudayan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri serta mempertingi derajat kemanusiaan bngsa Indonesia.
Sekarang Pasal 32 UUD 1945 dikatakan, “ Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia”.
Sekarang bangsa Indonesia amat menyadari bahwa kebudayaan bangsa perlu di bina dan ditingkatkan pertumbuhan serta perkembangannya. Salah satu usaha utama ialah melalui pendidikan. Untuk tidak mengulang sejarah, pendidikan bangsa Indonesia harus selaras. Pemenuhan kebutuhan dunia dan akhirat, material dan spiritual, kebutuhan sosial dan kemampuan intelektual harus serasi dan berimbang berlandaskan falsafah hidup Pancasila.
Seperti halnya budaya non Melayu, budaya Melayu harus dapat memberikan andil dalam pembentukan, pengembangan, dan kemajuan budaya nasional. Manusia Indonesia yang berbudaya adalah yang bersatu -padu untuk memajukan bangsanya, antara lain dengan mempertebal semangat kebangsaan serta menguasai ilmu dan teknologi agar mampu bersaing dengan bangsa – bangsa lainnya di muka bumi ini. Jika hal ini telah terwujud, barulah semboyan Hang Tuah patut disebut.
IV.ii Saran
Indonesia harus terus maju jangan terus menerus melihat pengalaman –pengalaman pahit yang dialami oleh bangsa Indonesia pada zaman dahulu, ada baiknya juka kita menganggap sejarah sebagai pembelajaran di masa yang mendatang. Tapi jangan menjadikan sejarah sebagai trauma. Jika kita terus mengingat itu sebagagai kejadian yang buruk, maka perkembangan bangsa ini tidak akan berkembang dengan pesat. Dan akan lama sekali untuk bergerak maju menjadi yang lebih baik.
sosial dan kemampuan intelektual harus serasi dan berimbang berlandaskan falsafah hidup Pancasila.
Seperti halnya budaya non Melayu, budaya Melayu harus dapat memberikan andil dalam pembentukan, pengembangan, dan kemajuan budaya nasional. Manusia Indonesia yang berbudaya adalah yang bersatu -padu untuk memajukan bangsanya, antara lain dengan mempertebal semangat kebangsaan serta menguasai ilmu dan teknologi agar mampu bersaing dengan bangsa – bangsa lainnya di muka bumi ini. Jika hal ini telah terwujud, barulah semboyan Hang Tuah patut disebut.
Bab I
Pendahuluan
I.i Latar Belakang
Perubahan-perubahan yang begitu cepat terjadi dalam hamper semua aspek kehidupan dewasa ini memerlukan suatu pemikiran yang menyeluruh mengenai budaya. Era kita sekarang ini, yang lebih dikenal dengan sebutan era globalosasi dimana tembok-tembok pemisah antar umat manusia dalam satu dunia (global village) mulai memudar berkat kemajuan dibidang komunikasi dan transparansi.
Interaksi Melayu dengan non melayu sudah berlangsung lama ternyata membawa perubahan besar terhadap pembauran kebudayaan dan pendidikan masyarakat Melayu. Pembauran rasial dan etnik, percampuran unsur-unsur kebudayaan, dan perppaduan pendidikan diperoleh dari interaksi damai, saling menghormati,serta saling menyesuaikan dengan non- Melayu kawasan Asia – Afrika yang beragama Islam. Interaksi dengan motif – motif politik yang bersifat agresif,dominan dan kolonial dari non Melayu Eropa telah mengakibatkan orang Melayu terjajah dan terbelakang dalam hal pendidikan,keilmuan dan teknologi.
I.ii Rumusan Masalah
1. Pengaruh kebudayaan seperti apa yang terjadi dari segi kebudayaan masyarakat Melayu?
2. Pengaruh kebudayaan seperti apa yang terjadi darI segi pendidikan masyarakat Melayu?
I.iii Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini untuk dapat lebih mengetahui dan menganalisis pengaruh kebudayaan dan pendidikan yang terjadi pada orang Melayu akibat pengaruh dari orang non Melayu. Apakah pengaruh tersebut membawa pengaruh yang buruk bagi orang non Melayu atau tidak.
I.iv Hipotesis
Kedatangan non-Melayu Eropa yang agresif telah meninggalkna trauma pada orang Melayu. Perlakuan kolonialistik orang Portugis, Belanda dan Inggris serta agama Narani yang mereka bawa menyebabkan orang-orang Melayu membenci mereka. Akibatnya, orang – orang Eropa dipandang sebagai orang kafir yang harus dimusuhi.
Budaya Modern yang Supraetnis Sebagai Budaya Bangsa (Antropologi)
Kata Pengantar
Pertama-tama, kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena dengan kasih dan anugrahNyalah kami dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Adapun maksud dari makalah ini sebagai salah satu tugas pembuatan karya ilmiah pada mata kuliah Cultural Anthropology.
Setiap bangsa memiliki kebudayaannya sendiri. Begitu juga dengan Indonesia yang kaya akan kebudayaannya. Dari budaya tersebut terjadi perubahan yang signifikan sesuai dengan perkembang zaman yang disebut dengan era globalisasi. Dari perkembangan itulah kebudayaan dapat tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik.
Dikesempatan ini pula, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Tutik, selaku dosen mata kuliah Cultural Anthropologi.
2. Teman-teman satu kelompok, Agung, Annisa, Gilda, Sisca, dan Pina yang telah bekerja sama dalam penyusun karya ilmiah ini.
Akhir kata ”tak ada gading yang tak retak” oleh karena itu kami mohon maaf atas kekurangan atau kesalahan yang terdapat dalam penulisan makalah ini.
Terima kasih atas perhatiannya.
Jakarta, Mei 2009
Penyusun
Bab I
Pendahuluan
I.i Latar Belakang
Perubahan-perubahan yang begitu cepat terjadi dalam hamper semua aspek kehidupan dewasa ini memerlukan suatu pemikiran yang menyeluruh mengenai budaya. Era kita sekarang ini, yang lebih dikenal dengan sebutan era globalosasi dimana tembok-tembok pemisah antar umat manusia dalam satu dunia (global village) mulai memudar berkat kemajuan dibidang komunikasi dan transparansi.
Beberapa orang mengatakan bahwa budaya global (global culture) telah lahir yakni era nasionalisme sudah kuno dan lewat dan begitu pula halnya dengan budaya nasional. Tetapi sebagian berpendapat bahwa pengertian globalisasi merupakan sesuatu yang samar-samar atau bahkan sama sekali asing. Walaupun dalam beberapa bidang kehidupan sehari-hari, pengaruh globalisasiyang berupa kemudahan-kemudahan sudah tertancap dalam-dalam dan tanpa kemudahan-kemudahan tersebut mereka akan mengalami kesulitan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Kini era itu lebih dikenal sebagai era serba-ketergantungan (interdependency) yang menggambarkan bahwa suatu negara atau bangsa tidak akan mungkin menghindari hubungan dengan negara-negara atau bangsa-bangsa lain demi mempertahankan eksistensinya. Dapat dikatakan juga bahwa dalam era globalisasi dewasa ini, suatu negara atau bangsa ”terjerat” dalam suatu ketegangan sebagai akibat ketergantungannya pada negara atau bangsa lain dan keinginannya untuk mempertahankan kemandiriannya serta identitasnya sendiri di antara negara-negara atau bangsa lain. Hal tersebut didasari motif mempertahankan eksistensinya sebagai satu negara dan bangsa.
Kita akan mempelajari arah pengembangan budaya Indonesia berdasarkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu bangsa yang mandiri dan berdaulat. Persyaratan-persyaratan yang dimaksud ialah berdimensi kearah dalam (intern bangsa) dan berdimensi ke luar (global). Untuk pemahan tersebut, maka terlebih dahulu kita mencoba melihat dimana kita berdiri setelah kita merdeka 50 tahun.
I.ii Rumusan Masalah
1. Setelah merdeka 50 tahun, sudah sejauh manakah kita mengebangkan budaya bangsa kita yang berlandaskan Pancasila dan bermuka Bhinneka Tunggal Ika tersebut benar-benar dapat memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa?
2. Budaya modern yang bagaimanakah yang harus dikembangkan agar bangsa Indonesia dapat menjawab tantangan dan menggunakan peluang yang dibawa oleh Era Globalisasi dan juga dapat memasuki abad ke-21 yang sudah diambang pintu itu sehingga bangsa Indonesia dapat mempertahankan eksistensinya sebagai bangsa yang unggul dan jaya?
I.iii Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini untuk dapat lebih mengetahui dan menganalisis hubungan Era Globalisasi dengan perkembangan budaya yang terjadi di Indonesia terlebih sejak merdeka 50 tahun hingga saat ini. Perkembangan budaya tersebut apakah sudah mencapai tahap budaya modern tanpa meninggalkan budaya tradisional yang ada sejak zaman dahulu. Sehingga kebudayaan yang ada menjadi mempersatu antara budaya-budaya di Indonesia yang menjasi kebudayaan nasional sesuai dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
I.iv Hipotesis
Indonesia dapat mengikuti Era Globalisasi sehingga kebudayaan yang ada menjadi kebudayaan modern yang tidak meninggalkan kebudayaan tradisional yang ada. Selain itu, kebudayaan Indonesia tercermin dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yangberarti walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu dan menggabung kebudayan-kebudayaan tradisional yanh ada menjadi kebudayan nasional.
Bab II
Tinjauan Pustaka
II.i. Teori Kebudayaan
II.i.i. Definisi Etimologis
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan tanah. Dengan mengerjakan tanah, manusia mulai hidup sebagai penghasil makanan ( food producing). Hal ini berarti manusia telah berbudi daya mengerjakan tanah karena telah menin ggalkan kehidupan yang hanya memungut hasil alam saja ( food gathering). Dalam sejarah kebudayaan, bajak dijadikan benda sejarah (artifact) sebagai bukti bahwa manusia telah berbudaya.
Pemilihan definisi kebudayaan yang tepat sangat sukar karena begitu banyak orang yang mendefinisikannya, beberapa diantaranya akan dibahas di dalam definisi konseptual.
II.i.ii Definisi Konseptual
II.i.ii.i Simpatupang, 1994
Semuanya pengaruh ini memberikan persamaan yang berbeda-beda kadarnya (dan juga perbedaan-perbedaan) pada budaya-budaya daerah yang berada itu.
II.i.ii.ii Koentjaraningrat, 1985
Semestaan Budaya:
1. sistem religi dan keagamaan
2. sistem dan organisasi kemasyarakatan
3. sistem pengetahuan
4. bahasa
5. sistem kesenian
6. sistem mata pencaharian hidup
7. sistem teknologi dan peralatan
Bangsa Indonesia memiliki (1985a):
1. “nilai budaya yang (tidak) berorientasi terhadap hasil karya manusia itu sendiri (tidak achievement oriented)”
2. “orientasi terlalu banyak terarah ke zaman lampau” sehingga “akan melemahkan kemampuan seseorang untuk melihat ke masa depan”
3. kecenderungan melarikan diri dari dunia ke dunia kebatinan “yang tidak begitu cocok dengan jiwa rasionalisme yang kita perlukan untuk mempercepat pembangunan”
4. kecenderungan “yang terlampau banyak menggantungkan diri kepada nasib”
5. kecenderungan untuk “menilai tinggi konsep sama-rata-sama-rasa...(yang) mewajibkan suatu sikap konformisme yang besar (artinya, orang sebaiknya menjaga agar jangan dengan sengaja berusaha untuk menonjol di atas yang lain)…(suatu) sikap (yang) agak bertentangan dengan jiwa pembangunan yang justru memerlukan usaha jerih payah dengan sengaja dari individu untuk maju dan menonjol di atas yang lain.
6. “adat sopan santun (yang) amat berorientasi ke arah atasan” yang mematikan hasrat untuk berdiri sendiri dan berusaha sendiri.
Mentalitas yang terbentuk sebagai akibat revolusi itu (1985b):
1. sifat mentalitas yang meremehkan mutu
2. sifat mentalitas yang suka menerabas
3. sifat tak percaya kepada diri sendiri
4. sifat tak berdisiplin murni
5. sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab yang kokoh.
II.i.ii.iii Featherstone, Smith, Konrad dan Hannerz
Jika pengertian-pengertian ini kita pakai untuk meninjau budaya-budaya etnis yang terdapat di Indonesia, maka aemboyan Bhinneka Tunggal Ika itu harus diberi pengertian dinamis dan bukan yang statis untuk mempertahankan dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan, yaitu Tunggal Ika, diantara seluruh rakyat Indonesia.
II.i.ii.iv Linus Suryadi Ag, 1990:117
Menjadi orang Indonesia berarti siap untuk diterpa proses perubahan. Dari Jawa atau Minang atau Batak, atau lainnya, menjadi Indonesia. Dari penganut agama yang eksklusif, menjadi penganut yang siap berdampingan dengan penganut agama lain, dalam komunitas baru yang bernama Indonesia.
II.i.ii.v Sutan Takdir Alisjahbana, 1979
Seluruh kebudayaan-kebudayaan Indonesia, juga kebudayaan daerah, akan berpokok pada ilmu dan bersifat progresif. Kalau berternak sapi di daerah, ia harus dipelihara secara ilmiah. Bahasa apa pun yang dikuasai sekolah-sekolah di desa, ia mesti memberikan ilmu abad keduapuluh ini. Warung di desa mesti dijalankan dengan pikiran yang menyadari efisiensi. Kita tak peduli petani memberi sesajen untuk Dewi Sri, namun mereka harus menanam padinya secara modern. Dalam hal ini sifat kedaerahan hilang. Indonesia adalah bagian dari dunia, dan karenanya ia tidak bisa lari dari kebudayaan progresif. Kenapa demikian? Karena kebudayaan yang berpokok pada ilmu, ekonomi, telah menyatukan dunia. Yang tidak sadar akan hal ini, berarti hidup dalam abad yang lampau. Kita masih hidup dalam abad pertengahan. Kesukarannya adalah karena cara berpikir unversitas belum sampai ke desa, dan rasionalisasi dalam bidang ekonomi serta efisiensi masih merupakan kata-kata asing.
Penjajahan adalah sebagai akibat hukum alam: yang pintar, kuat, dinamis, mesti menguasai yang bodoh, lemah dan statis.
Bagaimana pun bangganya kita, kita harus sadar bahwa kebudayaan kita tidak pintar, lemah dan statis. Kebanggaan kita kadang-kadang berlebihan. Kita kurang intropeksi. Kita harus melihat perubahan dunia secara nyata, jujur, jangan bermimpi dan berilusi. Kita harus merubah mental dari kebudayaan ekspresif dan fantasi, sedikit rasio yang berdasarkan intuisi, menjadi kebudayaan yang dikuasai rasio, perhitungan, dan realistis. Dengan itu, bukan berarti agama bakal hilang. Saya tak khawatir sumber agama akan lenyap. Hanya orang bodoh dan tak memahami arti agama sesungguhnyalah yang memiliki kekhawatiran demikian.
II.i.ii.vi Chatterjee (1993:73)
“…the act of cultural synthesis can, in fact, be performed only by a supremely cultivated and refined intellect. It has a project of national cultural regenration in which intelligentsia leads and the nation follows”
Chatterjee (1963:56)
“…instead of welcoming machinery as a boon, we should look upon it as an evil”
II.i.ii.vii Toynbee (1993:287)
“…a society which is under fire from the radiation of a more potent foreign culture must either master this foreign way of life or perish… This positive and constructive response to the challenge of cultural agression is a proof of statesmenship because it is a victory over natural inclinations. The natural response is negative one of the oyster who closses his shell, the tortoise who withdraws into his carapace, the hedgehog who roll himself into a spiky ball, or the ostrich who hides his head in the sand…”
II.i.ii.viii Rabi (163:138)
“Every generation of mankind has to remake its culture, its values, and its goals. Changing circumstances make older habits and customs valueless or obsolete. New knowledge exposes the limitations and the contingent nature of older philosophies and of previously accepted guides to action. Wisdom does not come in formulas, proverbs, wise saws, but out of the living actuality. The past is important for understanding the present, but it is not the present. It is in a real sense created in the present, and changes from the point of view of every generation”
Rabi (1963:139)
Dalam perubahan budaya, ada yang akan tetap bertahan atau sama, antara lain, sistem syaraf kita dan hasil seni yang besar karena pemahaman yang mendalam tidak tergantung pada waktu.
II.i.ii.ix Liek Wilardjo (1992)
Sadar iptek ialah sadar bahwa iptek itu:
1. tanggam-budaya
2. dialektik
3. ada yang bersifat transaintifik
II.i.ii.x Pembangunan Jangka Panjang II
“Tercapainya kemajuan nasional dalam pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan peradaban, serta ketangguhan dan daya saing bangsa yang diperlukan untuk memacu pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan menuju masyarakat yang berkualitas, maju, mandiri serta sejahtera, yang dilandasi nilai-nilai spiritual, moral, dan etik didasarkan nilai luhur bangsa serta nilai keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.”
II.i.ii.xi Jujun S. Suriasumantri (1986:54)
Sikap dan nilai yang lebih sesuai dengan kehidupan modern:
1. terbuka terhadap inovasi dan perubahan
2. menumbuhkan perhatian pada masalah-masalah di luar diri sendiri dan dengan demikian tumbuh sikap yang lebih demokratis
3. lebih berorientasi pada masa depan daripada masa lampau
4. menghargai perencanaan dan menjalankan kehidupan berdasarkan rencana yang dibuat
5. menggunakan potensi lingkungan secara aktif dan tepat sehingga menjamin pembangunan berkelanjutan (berwawasan lingkungan)
6. mengandalkan perhitungan sehingga tidak tergantung pada ”nasib”
7. menghargai martabat manusia (menjamin hak-hak asasi manusia dan keadilan)
8. dapat melihat kegunaan ilmu pengetahuan dan teknologi
9. menghargai pekerjaan sesuai dengan prestasi
II.i.ii.xii Featherstone (1994:1-2)
Tentang Global culture:
“Is there a global culture? If by a global culture we mean something akin to the culture of the nation-state writ large, then the answer is patently a negative one. On this comparison the concept of a global culture fails, not least because the image of the culture of the nation state is one which generally emphasizes cultural homogeneity and integration. According to this line of reasoning, it would be impossible to identify an integratedglobal culture without the formation of a world state a highly unlikely prospect. Yet if we move away from the static polarity suggested by our orginial question and try to employ a broader definition of a culture and think more in terms of processes, it might be possible to refer to the globalization of culture. Here we can point to cultural integration and cultural disintegration processes which transcend the state-society unit and can therefore be held to occur on a trans-national or trans-societal level. It therefore may be possible to point to trans-societal cultural processes which take a variety of forms, some of which have preceded the inter-state relations into which nation-states can be regarded as embedded, and precesses which sustain the exchange and flow of goods, people, information, knowledge and images which give rise to communication processes which gain some autonomy on a global level. Hence there may be emerging sets of ‘third cultures’, which themselves are conduits for all sorts of diversecultural flows which cannot be merely understood as the product of bilateral exchanges between nation-states. It is therefore misleading to conceive a global culture as necessarily entailing a weakening of the sovereignity of nation-states which, under the impetus of some form of teological evolutionism or other master logic, will necessarily become absorbed into larger units and eventually a world state which produced cultural homogeneity and integration. It is also misleading to regard the emergence of third cultures as the embodiment of a logic which points to homogenization. The binary logic which seeks to comprehend culture via the mutually exclusive terms of homo-geneity/heterogeneity, integration/disintegration, unity/diversity, must be discarded. At best, these conceptual pairs work on one face only of the grounds, the various generative processes, involving the formation of cultural images and traditions as well as the intergroup struggles and interdependencies, which led to these conceptual oppositions becoming frames of reference for comprehending culture within the state society which then become projected on to the globe.”
II.i.ii.xiii Smith (1994:174)
Budaya global secara industri (‘post-industrial’ global culture):
“Broadly speaking, it is argued that the era of nation-state is over. We are entering a new world of economic giants and superpowers, of multinationals and military blocks, of vast communications networks and international division of labour. In such a world, there is no room for medium or small-scale states, let alone submerged ethnic communities and their competing and divisive nationalisms. On the other hand, capitalist competition has given birth to immensely powerful transnational corporations with huge budgets, reserves of skilled labour, advanced technologies and sophisticated information networks. Essential to their success is the ability to deliver suitably packaged imagery and symbolism which will convey their definitions of the services they provide. While they have to rely on a transnational lingua franca, it is the new system of the telecommunications and computerized information networks which enable them to by pass differences in language and culture to secure the labour and markets they require. In other words, the resources, range, specialized flexibility of transnational corporations’ activities enable them to present imagery and information on an almost global scale, threatening to swamp the cultural networks of more local units, including nations and ethnic communities.”
Smith (1994:179-180)
“Unlike national cultures, a global culture is essentially memory less. Where the ‘nation’ can be constructed so as to draw upon and revive latent popular experiences and needs, a ‘global culture’ answers to no living needs, no identifying the making. It has to be painfully put together, artificially, out of the many existing folk and national identities into which humanity has been so long divided. There are no ‘world memories’ that can be used to unite humanity; the most global experiences to date colonialism and the World Wars can only serve to remind us of our historic cleavages. (if it is argued that nationalists suffered selective amnesia in order to construct their nations, the creators of a global culture would have to suffer total amnesia, to have any chance of success!)”
II.i.ii.xiv Hannerz (1994:243)
Menggambarkannya sebagai budaya yang bertalian dengan pekerjaan saja: “Transnational cultures today tend to be more or less clear-cut occupational cultures (and are often tied to transnational job markets).”
II.i.ii.xv George Konrad (1984:208-209)
“The global flow of information proceeds on many different technical and institutional levels, but on all levels the intellectuals are the ones who know most about one another across the frontiers, who keep in touch with one another, and who feel that they are one another’s allies…
We may describe as transnational those intellectuals who are at home in the cultures of other people as well as their own. They keep track of what is happening in various places. They have special ties to those countries where they have lived, they have friends all over the world, they hop across the sea to discuss something with their colleagues; they fly to visit one another as easily as their counterparts two hundred years ago rode over to the next town to exchange ideas.”
II.i.ii.xvi McRae (1994:81)
“…all the region’s countries can look to Japan as an example of economic achievement, while China has the example of Chinese communities overseas. Some people try to see the work ethic in religious terms Japan’s brand of Buddhism, for example, celebrates work as divine: ‘Unlike Christian societies, where work is necessary evil, we believe labor is an act of God, that working allows us to become closer to God’ (demikian Taijin Tomoke, pendeta Budha dari biara Myokeiji, Jepang) and the influence of Confucian philosophy, which stresses discipline and hard work, is apparent throughout East Asia.”
II.i.iii. Definisi Operasional
Dari beberapa definisi yang dikemukan oleh para ahli dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan, yaitu sistem atau ilmu pengetahuan yang meliputi adat istiadat, sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari- hari dan pola hidup manusia, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Bab III
Tinjauan Pustaka
1. Budaya-budaya Etnis sebagai Latar Belakang Budaya Nasional
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terbentuk dari berbagai suku, ras, bahasa, budaya, dan agama, dan mendiami ribuan pulau, besar dan kecil, yang tersebarluas di suatu kawasan yang kita sebut nusantara. Secara geografis, wilayah Indonesia berada pada posisi yang sangat strategis dan menguntungkan, yaitu di antara dua benua dan dua samudra. Didalamnya terdapat aneka budaya etnis, aneka jenis flora dan fauna, serta sumber alam yang melimpah. Kita mempunyai motto yang tercantum pada lambing kita: Bhinneka Tunggal Ika. Dalam UUD45 bahwa:
“Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budidaya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah di seluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju kea rah kemajuan adab, budaya persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.”
Rumusan diatas sama sekali tidak bersifat statis karena rumusan juga berbicara tentang budaya yang berkembang, jadi dinamis, dan tujuannya pun menumbuhkan budaya yang mengabdi kepada kemanusiaan bangsa Indonesia. Budaya etnis dipertahankan karena masih berfungsi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Misalnya, adapt perkawinan suku-suku yang terdapat di seluruh Indonesia. Bagi orang Batak, upacara perkawinan belum lengkap jika belum dilaksanakan secara adat Batak.
Budaya-budaya yang sebelum dan sesudah tersentuh dengan budaya lain. Ada suku-suku yang menempati daerah-daerah yang sangat terisolasi, ada yang hanya mengenal bahasa lisan saja, ada yang sudah mengenal sistem pengairan dalam persawahan dan ada yang berladang dengan berpindah-pindah, dan bahkan ada yang menggantungkan hidupnya pada hasil berburu dan meramu dan belum mengenal bercocok tanam.
Budaya-budaya daerah pernah mendapat pengaruh dari agama dan budaya asli Indonesia, Hindu, Budha, Islam dan Kristen, selain pengaruh budaya-budaya daerah yang berbeda kadarnya [dan juga perbedaan-perbedaan] pada budaya-budaya daerah yang berbeda itu (simatupang, 1994).
Dalam UUD45, Pasal 32 tercantum bahwa “usaha kebudayaan harus menuju kearah kemajuan adab, budaya persatuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.” Yang terkandung dalam Pasal 32 harus dipakai untuk menilai, mengembangkan dan melestarikan budaya-budaya etnis yang masih ada sekarang ini.
2. Di mana kita sekarang
Secara resmi, sejak tahun 17 Agustus 1945, kelompok kelompok etnis dengan berbagai macam latar belakang, telah mengaku bahwa mereka telah menjadi satu bangsa yang tergabung dalam satu negara kesatuan Republik Indonesia (suatu nation – state) yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, salah satu syarat yang sangat diperlukan untuk eksistensi suatu bangsa, yaitu keinginan bersatu dan rasa persatuan dan kesatuan ( le desir d’etre ensemble ) sudah secara resmi diumumkan kepada seluruh dunia. Selain itu, Ideologi bangsa adalah Pancasila sudah pula selesai dirumuskan dan disepakati, sehingga pekerjaan dan tugas nasional yang harus dilakukan selanjutnya adalah mempertahankan kemerdekaan dan mengisi dengan pembangunan untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Ditinjau dari berbagai aspek kehidupan, adalah suatu kenyataan yang tidak dapat disangkal bahwa kehidupan bangsa Indonesia sudah jauh berbeda sejak Proklamasi sapai dengan era Orde Baru sekarang ini. Di bidang Ideologi, misalnya, bangsa Indonesia sudah sepakat bahwa satu – satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara adalah Pancasila. Dengan kata lain, apa saja yang kita lakukan sebagai suatu bangsa harus selalu diukur dengan nilai – nilai yang terkandung dalam kelima sila Pancasila secara utuh. Itulah sebabnya kita menyatakan bahwa pembangunan yang kita laksanakan adalah pengalaman Pancasila. Untuk itu harus kita lakukan sebagai amanat Pancasila dan UUD 1945 untuk meneruskan dan meningkatkan hasil pembangunan yang telah kita lampaui itu.
3. Budaya sebagai Pemersatu Bangsa
Subtema seminar kita berbunyi Memperkukuh Persatuan dan Kesatuan Bangsa Sebagai Inti Ketahanan Nasional di Tengah Interaksi Peradaban Dunia. Subtema ini berbicara mengenai persatuan dan kesatuan sebagai alat ketahanan nasioanal dan juga budaya (peradaban) bangsa Indonesia (tentunya) di antara budaya bangsa – bangsa lain dan bagaimana budaya bangsa Indonesia itu berinteraksi dengan budaya yang beranekaragam tersebut. Dapat pula kita lihat adanya dua perspektif budaya yang ditinjau, yaitu perspektif ke dalam dan perspektif ke luar. Perspektif ke dalam menyangkut peningkatan persatuan dan kesatuan bangsa melalui pengembangan budaya yang bercorak nasional yang supra etnis dan perspektif ke luar meningkatkan kemampuan budaya Indonesia yang modern untuk menghadapi budaya-budaya lain serta tantangan – tantangan dan juga agar dapat menggunakan peluang-peluang yang terdapat di dalam era globalisasi demi eksistensi bangsa Indonesia dan demi peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia.
Salah satu yang hendak dicapai melalui persaryan dan kesatuan bangsa adalah stabilitas yang merupakan salah satu prasyarat untuk menjalankan pembangunan . Stabilitas yang dimaksud di sini hendaknya janganlah hanya diartikan dari segi keamanan saja, akan tetapi juga dari aspek – aspek lain (politik,ekonomi,hukum,sosial,budaya,dan lain – lain)
4. Budaya Nasional yang Supraetnis
Pertama – tama, perlu dinyatakan disini bahwa yang dimaksud dengan budaya (kebudayaan) adalah budaya dalam arti luas, yaitu semua yang dilakukan manusia dalam suatu kelompok untuk menciptakan kehidupan yang tujuan akhirnya memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan kepada setiap anggota kelompok yang bersangkutan. Hal – hal yang perlu dicatat dalam pembicaraan kita tentang budaya ini ialah beberapa aspek seperti aspek material dan aspek nonmaterial budaya. Aspek material mengacu kepada benda – benda kongkret yang dihasilkan masyarakat dan aspek nonmaterial mengacu kepada ciptaan yang abstrak yang dihasikan oleh masyarakat seperti adat kebiasaan, hukum, ide, nilai – nilai, dan kepercayaan. Jika kita membandingkan budaya yang satu dengan yang lain, di samping adanya perbedaan – perbedaan, maka dapat dilihat bahwa ada unsur – unsur yang selalu hadir dalam setiap budaya, yaitu yang disebut semestaan budaya (Koentjaraningrat, 1985):
1) Sistem religi dan keagamaan
2) Sistem dan organisasi kemasyarakatan
3) Sistem pengetahuan
4) Bahasa
5) Sistem kesenian
6) Sistem mata pencaharian hidup
7) Sistem teknologi dan peralatan
Aspek yang lain yang perlu juga diperhatikan dalam pembicaraan ini ialah aspek pemersatu atau integratif budaya bagi para anggota masyarakat budaya yang bersangkutan. Dengan kata lain, ke dalam, budaya bersifat inklusif dan integratif. Namun, disamping aspek inklusif (integratif) ini, bagi yang bukan anggota masyarakat budaya yang bersangkutan, budaya bersifat eksklusif. Interaksi di antara pendukung budaya yang berbeda akan menyadarkan para pendukung budaya tentang adanya sifat budaya yang eksklusif tadi. Sekarang orang telah berbicara tentang budaya global (global culture) dan budaya transnasional (transnational cultures) yang unsur – unsurnya sama dan terdapat dalam berbagai budaya yang berbeda. Menghilangkan dan mengganti budaya etnis dengan budaya lain bukanlah jalan yang tepet, dan hal ini bertentangan dangan Pasal 32 UUD 1945, dan kiranya tidak akan ada kekuatan dan rekayasa yang sanggup melaksanakan hal demikian. Upaya yang perlu dilakukan untuk mempertahankan dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia melalui budaya ialah memberi warna, corak atau muatan kebangsaan atau nasional kepada unsur – unsur tertentu dari budaya etnis. Memberi warna nasional yang dimaksud di sini ialah menjadikan unsur – unsur tersebut bagian yang tidak terpisahkan daribudaya nasional yang daya cakupnya melampaui batas – batas keetnisan. Tanpa menghilangkan seluruh warna atau akar budaya etnis dari suatu kesenian etnis, misalnya, kita dapat menjadikannya bagian dari budaya nasional sehingga seluruh rakyat Indonesia dapat menikmatinya dan, dengan demikian, dapat merasa memilikinya. Ada hasil – hasil sastra dan pertunjukkan etnis yang dapat diperlakukan demikian. Wayang Jawa dan Sunda dapat disampaikan dalam bahasa Indonesia, misalnya, sehingga suku – suku lain dapat mengenal dan menikmatinya, dan akhirnya, ini yang paling penting, merasa memilikinya. Contoh – contoh serta eksperimen telah dilakukan dalam bidang seni tari, misalnya, oleh Bagong Kussudiardjo. Bagong menciptakan kreasi baru yang berakar pada seni tari atau budaya etnis Jawa dan hasil ciptaannya bahkan ada yang mendapat apresiasi dunia internasional. Seni musik etnis dapat disampaikan dengan cara yang modern, misalnya, melalui orkestra seperti yang juga semakin sering dieksperimenkan dan dilakukan belakangan ini. Di bidang seni musik, Nortir Simanungkalit, misalnya memadukan serta menyesuaikan alat – alat musik gondang Batak dengan alat – alat musik orkestra Barat untuk menyampaikan lagu – lagu tradisional Batak. Angklung dari Sunda telah menyebar ke daerah – daerah lain. Kita mengetahui bahwa bahasa musik merupakan semacam “bahasa” yang dimengerti oleh semua orang sehingga kreasi yang bercorak nasional di bidang seni musik ini sangat mungkin diciptakan.
Sudah tentu bahwa pengolesan budaya etnis dengan sapuan warna nasional tidak merupakan satu – satu cara untuk menciptakan budaya nasional. Dalam seni sastra, misalnya, kehidupan kita dewasa ini sebagai satu bangsa dapat memberikan inspirasi dan banyak tema yang terdapat di dalamnya melampaui batas – batas keetnisan. Boleh dikatakan bahwa karya – karya sastra Indonesia sejak tahun 1945 sepenuhnya bercorak nasional, baik dalam tema maupun dalam pengunkapannya, dan kalau pun ada warna lain, maka warna itu boleh dikatakan merupakan warna lokal dalam pengaertian etnis. Bentuk pemerintahan tradisional yang pernah berlaku dalam kelompok – kelompok masyarakat etnis telah seluruhnya diganti dengan bentuk pemerintahan yang berdasarkan satu undang – undang dasar, yaitu UUD 1945 dan juga peraturan perundang – undangan lain yang mencakup seluruh wilayah dan masyarakat etnis. Hukum yang berlaku di Indonesia yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945 adalah satu. Sistem pendidikan nasional pun telang diundangkan. Beberapa unsur perekonomian beserta peraturan – peraturannya telah pula memberi keseragaman dalam kehidupan bangsa kita. Yang lebih penting lagi untuk diperhatikan ialah bahwa semua unsur – unsur budaya ini bersifat nasional, setidak – tidaknya warna keetnisannya sudah semakin memudar. Perkawinan yang bagi orang – orang Batak yang beragama Kristen, misalnya, diatur oleh tiga jenis peraturan, yaitu undang – undang yang bersifat nasional, peraturan agama, dan peraturan adat. Dan kalau di lihat dari hirarkhi keabsahan perkawinan, maka undang – undang negaralah yang lebih menentukan. Masih banyak contoh yang kiranya dapat dikemukakan bagaimana unsur – unsur budaya etnis “terangkat” ke arah nasional, tanpa mengalami perubahan maupun dengan perubahan.
Bab IV
Penutup
IV.i Kesimpulan
Budaya bangsa Indonesia yang sedang kita kembangkan adalah budaya yang bercirikan Bhinneka Tunggal Ika dengan pengertian bahwa Kebhinnekaan budaya dihormati dan dijamin. Selain unsur budaya-budaya etnis, didalamnya terdapat pula unsur-unsur budaya yang supraetnis, yaitu hasil ciptaan bangsa Indonesia dalam menjawab tuntutan kehidupan bangsa Indonesia secara keseluruhan.Unsur-unsur budaya yang supraetnis berasal dari unsur-unsur budaya etnis setelah diberi warna dan muatan nasional sehingga daya cakupnya lebih luas dari daya cakup unsur-unsur atau budaya-budaya etnis. Selain itu unsur-unsur budaya supraetnis dapat berasal dari budaya-budaya lain sehingga dapat membantu terciptanya budaya baru modern indonesia. Unsur-unsur budaya yang supraetnis akan memberikan daya perekat (integratif) sehingga budaya nasional Indonesia yang suraetnis itu benar-benar menjamin dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan di antara seluruh rakyat Indonesia.
Di dalam budaya yang supraetnis demikian, setiap warga negara Indonesia akan merasa memiliki dan berada di rumah sendiri., terlepas dari latar belakang ras, etnis, budaya, golongan, dan agamanya. Mereka juga akam memiliki pemikiran bahwa warga negara Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang sama, yang berarti adalah ciri khas sistem demokrasi. Tanpa adanya hak dan kesempatan untuk berperan-serta dalam menentukan kebijakan-kebijakan dan melaksanakan pembangunan dan juga menikmati hasil-hasil secara adil, rasa solidaritas, persatuan, dan kesatuan yang merupakan salah satu persyaratan penting dari suatu budaya, maka budaya nasional yang supraetnis yang akan kita kembangkan tidak akan pernah tercapai.
Pengembangan budaya yang kita lakukan mempunyai dimensi ke dalam yang tujuannya memperkokoh dan meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa. Dimensi ke luarnya bertujuan untuk memekarkan budaya Indonesia menjadi budaya modern yang sanggup menanggapi tuntutan era globalisasi demi eksistensi bangsa Indonesia dan demi kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin seluruh rakyat Indonesia sesuai amanat Pancasila.
IV.ii Saran
Kelompok kami berharap supaya Indonesia tidak terpecahbelah atau tetap bersatu kita sebagai rakyat Indonesia harus lebih mencintai negeri kita sendiri dengan cara mengasah pengetahian kita tentang kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia, dengan membeli produk-produk dalam negeri, dan dengan mempelajari bahasa-bahasa daerah supaya kita bisa melestarikan kebudayaan hingga akhir zaman nanti dan agar kita tetap bersatu menjadi negara yang tidak mudah dihasut oleh apapun dan siapa pun juga.
Pertama-tama, kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena dengan kasih dan anugrahNyalah kami dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Adapun maksud dari makalah ini sebagai salah satu tugas pembuatan karya ilmiah pada mata kuliah Cultural Anthropology.
Setiap bangsa memiliki kebudayaannya sendiri. Begitu juga dengan Indonesia yang kaya akan kebudayaannya. Dari budaya tersebut terjadi perubahan yang signifikan sesuai dengan perkembang zaman yang disebut dengan era globalisasi. Dari perkembangan itulah kebudayaan dapat tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik.
Dikesempatan ini pula, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Tutik, selaku dosen mata kuliah Cultural Anthropologi.
2. Teman-teman satu kelompok, Agung, Annisa, Gilda, Sisca, dan Pina yang telah bekerja sama dalam penyusun karya ilmiah ini.
Akhir kata ”tak ada gading yang tak retak” oleh karena itu kami mohon maaf atas kekurangan atau kesalahan yang terdapat dalam penulisan makalah ini.
Terima kasih atas perhatiannya.
Jakarta, Mei 2009
Penyusun
Bab I
Pendahuluan
I.i Latar Belakang
Perubahan-perubahan yang begitu cepat terjadi dalam hamper semua aspek kehidupan dewasa ini memerlukan suatu pemikiran yang menyeluruh mengenai budaya. Era kita sekarang ini, yang lebih dikenal dengan sebutan era globalosasi dimana tembok-tembok pemisah antar umat manusia dalam satu dunia (global village) mulai memudar berkat kemajuan dibidang komunikasi dan transparansi.
Beberapa orang mengatakan bahwa budaya global (global culture) telah lahir yakni era nasionalisme sudah kuno dan lewat dan begitu pula halnya dengan budaya nasional. Tetapi sebagian berpendapat bahwa pengertian globalisasi merupakan sesuatu yang samar-samar atau bahkan sama sekali asing. Walaupun dalam beberapa bidang kehidupan sehari-hari, pengaruh globalisasiyang berupa kemudahan-kemudahan sudah tertancap dalam-dalam dan tanpa kemudahan-kemudahan tersebut mereka akan mengalami kesulitan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Kini era itu lebih dikenal sebagai era serba-ketergantungan (interdependency) yang menggambarkan bahwa suatu negara atau bangsa tidak akan mungkin menghindari hubungan dengan negara-negara atau bangsa-bangsa lain demi mempertahankan eksistensinya. Dapat dikatakan juga bahwa dalam era globalisasi dewasa ini, suatu negara atau bangsa ”terjerat” dalam suatu ketegangan sebagai akibat ketergantungannya pada negara atau bangsa lain dan keinginannya untuk mempertahankan kemandiriannya serta identitasnya sendiri di antara negara-negara atau bangsa lain. Hal tersebut didasari motif mempertahankan eksistensinya sebagai satu negara dan bangsa.
Kita akan mempelajari arah pengembangan budaya Indonesia berdasarkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu bangsa yang mandiri dan berdaulat. Persyaratan-persyaratan yang dimaksud ialah berdimensi kearah dalam (intern bangsa) dan berdimensi ke luar (global). Untuk pemahan tersebut, maka terlebih dahulu kita mencoba melihat dimana kita berdiri setelah kita merdeka 50 tahun.
I.ii Rumusan Masalah
1. Setelah merdeka 50 tahun, sudah sejauh manakah kita mengebangkan budaya bangsa kita yang berlandaskan Pancasila dan bermuka Bhinneka Tunggal Ika tersebut benar-benar dapat memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa?
2. Budaya modern yang bagaimanakah yang harus dikembangkan agar bangsa Indonesia dapat menjawab tantangan dan menggunakan peluang yang dibawa oleh Era Globalisasi dan juga dapat memasuki abad ke-21 yang sudah diambang pintu itu sehingga bangsa Indonesia dapat mempertahankan eksistensinya sebagai bangsa yang unggul dan jaya?
I.iii Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini untuk dapat lebih mengetahui dan menganalisis hubungan Era Globalisasi dengan perkembangan budaya yang terjadi di Indonesia terlebih sejak merdeka 50 tahun hingga saat ini. Perkembangan budaya tersebut apakah sudah mencapai tahap budaya modern tanpa meninggalkan budaya tradisional yang ada sejak zaman dahulu. Sehingga kebudayaan yang ada menjadi mempersatu antara budaya-budaya di Indonesia yang menjasi kebudayaan nasional sesuai dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
I.iv Hipotesis
Indonesia dapat mengikuti Era Globalisasi sehingga kebudayaan yang ada menjadi kebudayaan modern yang tidak meninggalkan kebudayaan tradisional yang ada. Selain itu, kebudayaan Indonesia tercermin dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yangberarti walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu dan menggabung kebudayan-kebudayaan tradisional yanh ada menjadi kebudayan nasional.
Bab II
Tinjauan Pustaka
II.i. Teori Kebudayaan
II.i.i. Definisi Etimologis
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan tanah. Dengan mengerjakan tanah, manusia mulai hidup sebagai penghasil makanan ( food producing). Hal ini berarti manusia telah berbudi daya mengerjakan tanah karena telah menin ggalkan kehidupan yang hanya memungut hasil alam saja ( food gathering). Dalam sejarah kebudayaan, bajak dijadikan benda sejarah (artifact) sebagai bukti bahwa manusia telah berbudaya.
Pemilihan definisi kebudayaan yang tepat sangat sukar karena begitu banyak orang yang mendefinisikannya, beberapa diantaranya akan dibahas di dalam definisi konseptual.
II.i.ii Definisi Konseptual
II.i.ii.i Simpatupang, 1994
Semuanya pengaruh ini memberikan persamaan yang berbeda-beda kadarnya (dan juga perbedaan-perbedaan) pada budaya-budaya daerah yang berada itu.
II.i.ii.ii Koentjaraningrat, 1985
Semestaan Budaya:
1. sistem religi dan keagamaan
2. sistem dan organisasi kemasyarakatan
3. sistem pengetahuan
4. bahasa
5. sistem kesenian
6. sistem mata pencaharian hidup
7. sistem teknologi dan peralatan
Bangsa Indonesia memiliki (1985a):
1. “nilai budaya yang (tidak) berorientasi terhadap hasil karya manusia itu sendiri (tidak achievement oriented)”
2. “orientasi terlalu banyak terarah ke zaman lampau” sehingga “akan melemahkan kemampuan seseorang untuk melihat ke masa depan”
3. kecenderungan melarikan diri dari dunia ke dunia kebatinan “yang tidak begitu cocok dengan jiwa rasionalisme yang kita perlukan untuk mempercepat pembangunan”
4. kecenderungan “yang terlampau banyak menggantungkan diri kepada nasib”
5. kecenderungan untuk “menilai tinggi konsep sama-rata-sama-rasa...(yang) mewajibkan suatu sikap konformisme yang besar (artinya, orang sebaiknya menjaga agar jangan dengan sengaja berusaha untuk menonjol di atas yang lain)…(suatu) sikap (yang) agak bertentangan dengan jiwa pembangunan yang justru memerlukan usaha jerih payah dengan sengaja dari individu untuk maju dan menonjol di atas yang lain.
6. “adat sopan santun (yang) amat berorientasi ke arah atasan” yang mematikan hasrat untuk berdiri sendiri dan berusaha sendiri.
Mentalitas yang terbentuk sebagai akibat revolusi itu (1985b):
1. sifat mentalitas yang meremehkan mutu
2. sifat mentalitas yang suka menerabas
3. sifat tak percaya kepada diri sendiri
4. sifat tak berdisiplin murni
5. sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab yang kokoh.
II.i.ii.iii Featherstone, Smith, Konrad dan Hannerz
Jika pengertian-pengertian ini kita pakai untuk meninjau budaya-budaya etnis yang terdapat di Indonesia, maka aemboyan Bhinneka Tunggal Ika itu harus diberi pengertian dinamis dan bukan yang statis untuk mempertahankan dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan, yaitu Tunggal Ika, diantara seluruh rakyat Indonesia.
II.i.ii.iv Linus Suryadi Ag, 1990:117
Menjadi orang Indonesia berarti siap untuk diterpa proses perubahan. Dari Jawa atau Minang atau Batak, atau lainnya, menjadi Indonesia. Dari penganut agama yang eksklusif, menjadi penganut yang siap berdampingan dengan penganut agama lain, dalam komunitas baru yang bernama Indonesia.
II.i.ii.v Sutan Takdir Alisjahbana, 1979
Seluruh kebudayaan-kebudayaan Indonesia, juga kebudayaan daerah, akan berpokok pada ilmu dan bersifat progresif. Kalau berternak sapi di daerah, ia harus dipelihara secara ilmiah. Bahasa apa pun yang dikuasai sekolah-sekolah di desa, ia mesti memberikan ilmu abad keduapuluh ini. Warung di desa mesti dijalankan dengan pikiran yang menyadari efisiensi. Kita tak peduli petani memberi sesajen untuk Dewi Sri, namun mereka harus menanam padinya secara modern. Dalam hal ini sifat kedaerahan hilang. Indonesia adalah bagian dari dunia, dan karenanya ia tidak bisa lari dari kebudayaan progresif. Kenapa demikian? Karena kebudayaan yang berpokok pada ilmu, ekonomi, telah menyatukan dunia. Yang tidak sadar akan hal ini, berarti hidup dalam abad yang lampau. Kita masih hidup dalam abad pertengahan. Kesukarannya adalah karena cara berpikir unversitas belum sampai ke desa, dan rasionalisasi dalam bidang ekonomi serta efisiensi masih merupakan kata-kata asing.
Penjajahan adalah sebagai akibat hukum alam: yang pintar, kuat, dinamis, mesti menguasai yang bodoh, lemah dan statis.
Bagaimana pun bangganya kita, kita harus sadar bahwa kebudayaan kita tidak pintar, lemah dan statis. Kebanggaan kita kadang-kadang berlebihan. Kita kurang intropeksi. Kita harus melihat perubahan dunia secara nyata, jujur, jangan bermimpi dan berilusi. Kita harus merubah mental dari kebudayaan ekspresif dan fantasi, sedikit rasio yang berdasarkan intuisi, menjadi kebudayaan yang dikuasai rasio, perhitungan, dan realistis. Dengan itu, bukan berarti agama bakal hilang. Saya tak khawatir sumber agama akan lenyap. Hanya orang bodoh dan tak memahami arti agama sesungguhnyalah yang memiliki kekhawatiran demikian.
II.i.ii.vi Chatterjee (1993:73)
“…the act of cultural synthesis can, in fact, be performed only by a supremely cultivated and refined intellect. It has a project of national cultural regenration in which intelligentsia leads and the nation follows”
Chatterjee (1963:56)
“…instead of welcoming machinery as a boon, we should look upon it as an evil”
II.i.ii.vii Toynbee (1993:287)
“…a society which is under fire from the radiation of a more potent foreign culture must either master this foreign way of life or perish… This positive and constructive response to the challenge of cultural agression is a proof of statesmenship because it is a victory over natural inclinations. The natural response is negative one of the oyster who closses his shell, the tortoise who withdraws into his carapace, the hedgehog who roll himself into a spiky ball, or the ostrich who hides his head in the sand…”
II.i.ii.viii Rabi (163:138)
“Every generation of mankind has to remake its culture, its values, and its goals. Changing circumstances make older habits and customs valueless or obsolete. New knowledge exposes the limitations and the contingent nature of older philosophies and of previously accepted guides to action. Wisdom does not come in formulas, proverbs, wise saws, but out of the living actuality. The past is important for understanding the present, but it is not the present. It is in a real sense created in the present, and changes from the point of view of every generation”
Rabi (1963:139)
Dalam perubahan budaya, ada yang akan tetap bertahan atau sama, antara lain, sistem syaraf kita dan hasil seni yang besar karena pemahaman yang mendalam tidak tergantung pada waktu.
II.i.ii.ix Liek Wilardjo (1992)
Sadar iptek ialah sadar bahwa iptek itu:
1. tanggam-budaya
2. dialektik
3. ada yang bersifat transaintifik
II.i.ii.x Pembangunan Jangka Panjang II
“Tercapainya kemajuan nasional dalam pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan peradaban, serta ketangguhan dan daya saing bangsa yang diperlukan untuk memacu pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan menuju masyarakat yang berkualitas, maju, mandiri serta sejahtera, yang dilandasi nilai-nilai spiritual, moral, dan etik didasarkan nilai luhur bangsa serta nilai keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.”
II.i.ii.xi Jujun S. Suriasumantri (1986:54)
Sikap dan nilai yang lebih sesuai dengan kehidupan modern:
1. terbuka terhadap inovasi dan perubahan
2. menumbuhkan perhatian pada masalah-masalah di luar diri sendiri dan dengan demikian tumbuh sikap yang lebih demokratis
3. lebih berorientasi pada masa depan daripada masa lampau
4. menghargai perencanaan dan menjalankan kehidupan berdasarkan rencana yang dibuat
5. menggunakan potensi lingkungan secara aktif dan tepat sehingga menjamin pembangunan berkelanjutan (berwawasan lingkungan)
6. mengandalkan perhitungan sehingga tidak tergantung pada ”nasib”
7. menghargai martabat manusia (menjamin hak-hak asasi manusia dan keadilan)
8. dapat melihat kegunaan ilmu pengetahuan dan teknologi
9. menghargai pekerjaan sesuai dengan prestasi
II.i.ii.xii Featherstone (1994:1-2)
Tentang Global culture:
“Is there a global culture? If by a global culture we mean something akin to the culture of the nation-state writ large, then the answer is patently a negative one. On this comparison the concept of a global culture fails, not least because the image of the culture of the nation state is one which generally emphasizes cultural homogeneity and integration. According to this line of reasoning, it would be impossible to identify an integratedglobal culture without the formation of a world state a highly unlikely prospect. Yet if we move away from the static polarity suggested by our orginial question and try to employ a broader definition of a culture and think more in terms of processes, it might be possible to refer to the globalization of culture. Here we can point to cultural integration and cultural disintegration processes which transcend the state-society unit and can therefore be held to occur on a trans-national or trans-societal level. It therefore may be possible to point to trans-societal cultural processes which take a variety of forms, some of which have preceded the inter-state relations into which nation-states can be regarded as embedded, and precesses which sustain the exchange and flow of goods, people, information, knowledge and images which give rise to communication processes which gain some autonomy on a global level. Hence there may be emerging sets of ‘third cultures’, which themselves are conduits for all sorts of diversecultural flows which cannot be merely understood as the product of bilateral exchanges between nation-states. It is therefore misleading to conceive a global culture as necessarily entailing a weakening of the sovereignity of nation-states which, under the impetus of some form of teological evolutionism or other master logic, will necessarily become absorbed into larger units and eventually a world state which produced cultural homogeneity and integration. It is also misleading to regard the emergence of third cultures as the embodiment of a logic which points to homogenization. The binary logic which seeks to comprehend culture via the mutually exclusive terms of homo-geneity/heterogeneity, integration/disintegration, unity/diversity, must be discarded. At best, these conceptual pairs work on one face only of the grounds, the various generative processes, involving the formation of cultural images and traditions as well as the intergroup struggles and interdependencies, which led to these conceptual oppositions becoming frames of reference for comprehending culture within the state society which then become projected on to the globe.”
II.i.ii.xiii Smith (1994:174)
Budaya global secara industri (‘post-industrial’ global culture):
“Broadly speaking, it is argued that the era of nation-state is over. We are entering a new world of economic giants and superpowers, of multinationals and military blocks, of vast communications networks and international division of labour. In such a world, there is no room for medium or small-scale states, let alone submerged ethnic communities and their competing and divisive nationalisms. On the other hand, capitalist competition has given birth to immensely powerful transnational corporations with huge budgets, reserves of skilled labour, advanced technologies and sophisticated information networks. Essential to their success is the ability to deliver suitably packaged imagery and symbolism which will convey their definitions of the services they provide. While they have to rely on a transnational lingua franca, it is the new system of the telecommunications and computerized information networks which enable them to by pass differences in language and culture to secure the labour and markets they require. In other words, the resources, range, specialized flexibility of transnational corporations’ activities enable them to present imagery and information on an almost global scale, threatening to swamp the cultural networks of more local units, including nations and ethnic communities.”
Smith (1994:179-180)
“Unlike national cultures, a global culture is essentially memory less. Where the ‘nation’ can be constructed so as to draw upon and revive latent popular experiences and needs, a ‘global culture’ answers to no living needs, no identifying the making. It has to be painfully put together, artificially, out of the many existing folk and national identities into which humanity has been so long divided. There are no ‘world memories’ that can be used to unite humanity; the most global experiences to date colonialism and the World Wars can only serve to remind us of our historic cleavages. (if it is argued that nationalists suffered selective amnesia in order to construct their nations, the creators of a global culture would have to suffer total amnesia, to have any chance of success!)”
II.i.ii.xiv Hannerz (1994:243)
Menggambarkannya sebagai budaya yang bertalian dengan pekerjaan saja: “Transnational cultures today tend to be more or less clear-cut occupational cultures (and are often tied to transnational job markets).”
II.i.ii.xv George Konrad (1984:208-209)
“The global flow of information proceeds on many different technical and institutional levels, but on all levels the intellectuals are the ones who know most about one another across the frontiers, who keep in touch with one another, and who feel that they are one another’s allies…
We may describe as transnational those intellectuals who are at home in the cultures of other people as well as their own. They keep track of what is happening in various places. They have special ties to those countries where they have lived, they have friends all over the world, they hop across the sea to discuss something with their colleagues; they fly to visit one another as easily as their counterparts two hundred years ago rode over to the next town to exchange ideas.”
II.i.ii.xvi McRae (1994:81)
“…all the region’s countries can look to Japan as an example of economic achievement, while China has the example of Chinese communities overseas. Some people try to see the work ethic in religious terms Japan’s brand of Buddhism, for example, celebrates work as divine: ‘Unlike Christian societies, where work is necessary evil, we believe labor is an act of God, that working allows us to become closer to God’ (demikian Taijin Tomoke, pendeta Budha dari biara Myokeiji, Jepang) and the influence of Confucian philosophy, which stresses discipline and hard work, is apparent throughout East Asia.”
II.i.iii. Definisi Operasional
Dari beberapa definisi yang dikemukan oleh para ahli dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan, yaitu sistem atau ilmu pengetahuan yang meliputi adat istiadat, sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari- hari dan pola hidup manusia, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Bab III
Tinjauan Pustaka
1. Budaya-budaya Etnis sebagai Latar Belakang Budaya Nasional
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terbentuk dari berbagai suku, ras, bahasa, budaya, dan agama, dan mendiami ribuan pulau, besar dan kecil, yang tersebarluas di suatu kawasan yang kita sebut nusantara. Secara geografis, wilayah Indonesia berada pada posisi yang sangat strategis dan menguntungkan, yaitu di antara dua benua dan dua samudra. Didalamnya terdapat aneka budaya etnis, aneka jenis flora dan fauna, serta sumber alam yang melimpah. Kita mempunyai motto yang tercantum pada lambing kita: Bhinneka Tunggal Ika. Dalam UUD45 bahwa:
“Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budidaya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah di seluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju kea rah kemajuan adab, budaya persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.”
Rumusan diatas sama sekali tidak bersifat statis karena rumusan juga berbicara tentang budaya yang berkembang, jadi dinamis, dan tujuannya pun menumbuhkan budaya yang mengabdi kepada kemanusiaan bangsa Indonesia. Budaya etnis dipertahankan karena masih berfungsi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Misalnya, adapt perkawinan suku-suku yang terdapat di seluruh Indonesia. Bagi orang Batak, upacara perkawinan belum lengkap jika belum dilaksanakan secara adat Batak.
Budaya-budaya yang sebelum dan sesudah tersentuh dengan budaya lain. Ada suku-suku yang menempati daerah-daerah yang sangat terisolasi, ada yang hanya mengenal bahasa lisan saja, ada yang sudah mengenal sistem pengairan dalam persawahan dan ada yang berladang dengan berpindah-pindah, dan bahkan ada yang menggantungkan hidupnya pada hasil berburu dan meramu dan belum mengenal bercocok tanam.
Budaya-budaya daerah pernah mendapat pengaruh dari agama dan budaya asli Indonesia, Hindu, Budha, Islam dan Kristen, selain pengaruh budaya-budaya daerah yang berbeda kadarnya [dan juga perbedaan-perbedaan] pada budaya-budaya daerah yang berbeda itu (simatupang, 1994).
Dalam UUD45, Pasal 32 tercantum bahwa “usaha kebudayaan harus menuju kearah kemajuan adab, budaya persatuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.” Yang terkandung dalam Pasal 32 harus dipakai untuk menilai, mengembangkan dan melestarikan budaya-budaya etnis yang masih ada sekarang ini.
2. Di mana kita sekarang
Secara resmi, sejak tahun 17 Agustus 1945, kelompok kelompok etnis dengan berbagai macam latar belakang, telah mengaku bahwa mereka telah menjadi satu bangsa yang tergabung dalam satu negara kesatuan Republik Indonesia (suatu nation – state) yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, salah satu syarat yang sangat diperlukan untuk eksistensi suatu bangsa, yaitu keinginan bersatu dan rasa persatuan dan kesatuan ( le desir d’etre ensemble ) sudah secara resmi diumumkan kepada seluruh dunia. Selain itu, Ideologi bangsa adalah Pancasila sudah pula selesai dirumuskan dan disepakati, sehingga pekerjaan dan tugas nasional yang harus dilakukan selanjutnya adalah mempertahankan kemerdekaan dan mengisi dengan pembangunan untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Ditinjau dari berbagai aspek kehidupan, adalah suatu kenyataan yang tidak dapat disangkal bahwa kehidupan bangsa Indonesia sudah jauh berbeda sejak Proklamasi sapai dengan era Orde Baru sekarang ini. Di bidang Ideologi, misalnya, bangsa Indonesia sudah sepakat bahwa satu – satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara adalah Pancasila. Dengan kata lain, apa saja yang kita lakukan sebagai suatu bangsa harus selalu diukur dengan nilai – nilai yang terkandung dalam kelima sila Pancasila secara utuh. Itulah sebabnya kita menyatakan bahwa pembangunan yang kita laksanakan adalah pengalaman Pancasila. Untuk itu harus kita lakukan sebagai amanat Pancasila dan UUD 1945 untuk meneruskan dan meningkatkan hasil pembangunan yang telah kita lampaui itu.
3. Budaya sebagai Pemersatu Bangsa
Subtema seminar kita berbunyi Memperkukuh Persatuan dan Kesatuan Bangsa Sebagai Inti Ketahanan Nasional di Tengah Interaksi Peradaban Dunia. Subtema ini berbicara mengenai persatuan dan kesatuan sebagai alat ketahanan nasioanal dan juga budaya (peradaban) bangsa Indonesia (tentunya) di antara budaya bangsa – bangsa lain dan bagaimana budaya bangsa Indonesia itu berinteraksi dengan budaya yang beranekaragam tersebut. Dapat pula kita lihat adanya dua perspektif budaya yang ditinjau, yaitu perspektif ke dalam dan perspektif ke luar. Perspektif ke dalam menyangkut peningkatan persatuan dan kesatuan bangsa melalui pengembangan budaya yang bercorak nasional yang supra etnis dan perspektif ke luar meningkatkan kemampuan budaya Indonesia yang modern untuk menghadapi budaya-budaya lain serta tantangan – tantangan dan juga agar dapat menggunakan peluang-peluang yang terdapat di dalam era globalisasi demi eksistensi bangsa Indonesia dan demi peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia.
Salah satu yang hendak dicapai melalui persaryan dan kesatuan bangsa adalah stabilitas yang merupakan salah satu prasyarat untuk menjalankan pembangunan . Stabilitas yang dimaksud di sini hendaknya janganlah hanya diartikan dari segi keamanan saja, akan tetapi juga dari aspek – aspek lain (politik,ekonomi,hukum,sosial,budaya,dan lain – lain)
4. Budaya Nasional yang Supraetnis
Pertama – tama, perlu dinyatakan disini bahwa yang dimaksud dengan budaya (kebudayaan) adalah budaya dalam arti luas, yaitu semua yang dilakukan manusia dalam suatu kelompok untuk menciptakan kehidupan yang tujuan akhirnya memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan kepada setiap anggota kelompok yang bersangkutan. Hal – hal yang perlu dicatat dalam pembicaraan kita tentang budaya ini ialah beberapa aspek seperti aspek material dan aspek nonmaterial budaya. Aspek material mengacu kepada benda – benda kongkret yang dihasilkan masyarakat dan aspek nonmaterial mengacu kepada ciptaan yang abstrak yang dihasikan oleh masyarakat seperti adat kebiasaan, hukum, ide, nilai – nilai, dan kepercayaan. Jika kita membandingkan budaya yang satu dengan yang lain, di samping adanya perbedaan – perbedaan, maka dapat dilihat bahwa ada unsur – unsur yang selalu hadir dalam setiap budaya, yaitu yang disebut semestaan budaya (Koentjaraningrat, 1985):
1) Sistem religi dan keagamaan
2) Sistem dan organisasi kemasyarakatan
3) Sistem pengetahuan
4) Bahasa
5) Sistem kesenian
6) Sistem mata pencaharian hidup
7) Sistem teknologi dan peralatan
Aspek yang lain yang perlu juga diperhatikan dalam pembicaraan ini ialah aspek pemersatu atau integratif budaya bagi para anggota masyarakat budaya yang bersangkutan. Dengan kata lain, ke dalam, budaya bersifat inklusif dan integratif. Namun, disamping aspek inklusif (integratif) ini, bagi yang bukan anggota masyarakat budaya yang bersangkutan, budaya bersifat eksklusif. Interaksi di antara pendukung budaya yang berbeda akan menyadarkan para pendukung budaya tentang adanya sifat budaya yang eksklusif tadi. Sekarang orang telah berbicara tentang budaya global (global culture) dan budaya transnasional (transnational cultures) yang unsur – unsurnya sama dan terdapat dalam berbagai budaya yang berbeda. Menghilangkan dan mengganti budaya etnis dengan budaya lain bukanlah jalan yang tepet, dan hal ini bertentangan dangan Pasal 32 UUD 1945, dan kiranya tidak akan ada kekuatan dan rekayasa yang sanggup melaksanakan hal demikian. Upaya yang perlu dilakukan untuk mempertahankan dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia melalui budaya ialah memberi warna, corak atau muatan kebangsaan atau nasional kepada unsur – unsur tertentu dari budaya etnis. Memberi warna nasional yang dimaksud di sini ialah menjadikan unsur – unsur tersebut bagian yang tidak terpisahkan daribudaya nasional yang daya cakupnya melampaui batas – batas keetnisan. Tanpa menghilangkan seluruh warna atau akar budaya etnis dari suatu kesenian etnis, misalnya, kita dapat menjadikannya bagian dari budaya nasional sehingga seluruh rakyat Indonesia dapat menikmatinya dan, dengan demikian, dapat merasa memilikinya. Ada hasil – hasil sastra dan pertunjukkan etnis yang dapat diperlakukan demikian. Wayang Jawa dan Sunda dapat disampaikan dalam bahasa Indonesia, misalnya, sehingga suku – suku lain dapat mengenal dan menikmatinya, dan akhirnya, ini yang paling penting, merasa memilikinya. Contoh – contoh serta eksperimen telah dilakukan dalam bidang seni tari, misalnya, oleh Bagong Kussudiardjo. Bagong menciptakan kreasi baru yang berakar pada seni tari atau budaya etnis Jawa dan hasil ciptaannya bahkan ada yang mendapat apresiasi dunia internasional. Seni musik etnis dapat disampaikan dengan cara yang modern, misalnya, melalui orkestra seperti yang juga semakin sering dieksperimenkan dan dilakukan belakangan ini. Di bidang seni musik, Nortir Simanungkalit, misalnya memadukan serta menyesuaikan alat – alat musik gondang Batak dengan alat – alat musik orkestra Barat untuk menyampaikan lagu – lagu tradisional Batak. Angklung dari Sunda telah menyebar ke daerah – daerah lain. Kita mengetahui bahwa bahasa musik merupakan semacam “bahasa” yang dimengerti oleh semua orang sehingga kreasi yang bercorak nasional di bidang seni musik ini sangat mungkin diciptakan.
Sudah tentu bahwa pengolesan budaya etnis dengan sapuan warna nasional tidak merupakan satu – satu cara untuk menciptakan budaya nasional. Dalam seni sastra, misalnya, kehidupan kita dewasa ini sebagai satu bangsa dapat memberikan inspirasi dan banyak tema yang terdapat di dalamnya melampaui batas – batas keetnisan. Boleh dikatakan bahwa karya – karya sastra Indonesia sejak tahun 1945 sepenuhnya bercorak nasional, baik dalam tema maupun dalam pengunkapannya, dan kalau pun ada warna lain, maka warna itu boleh dikatakan merupakan warna lokal dalam pengaertian etnis. Bentuk pemerintahan tradisional yang pernah berlaku dalam kelompok – kelompok masyarakat etnis telah seluruhnya diganti dengan bentuk pemerintahan yang berdasarkan satu undang – undang dasar, yaitu UUD 1945 dan juga peraturan perundang – undangan lain yang mencakup seluruh wilayah dan masyarakat etnis. Hukum yang berlaku di Indonesia yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945 adalah satu. Sistem pendidikan nasional pun telang diundangkan. Beberapa unsur perekonomian beserta peraturan – peraturannya telah pula memberi keseragaman dalam kehidupan bangsa kita. Yang lebih penting lagi untuk diperhatikan ialah bahwa semua unsur – unsur budaya ini bersifat nasional, setidak – tidaknya warna keetnisannya sudah semakin memudar. Perkawinan yang bagi orang – orang Batak yang beragama Kristen, misalnya, diatur oleh tiga jenis peraturan, yaitu undang – undang yang bersifat nasional, peraturan agama, dan peraturan adat. Dan kalau di lihat dari hirarkhi keabsahan perkawinan, maka undang – undang negaralah yang lebih menentukan. Masih banyak contoh yang kiranya dapat dikemukakan bagaimana unsur – unsur budaya etnis “terangkat” ke arah nasional, tanpa mengalami perubahan maupun dengan perubahan.
Bab IV
Penutup
IV.i Kesimpulan
Budaya bangsa Indonesia yang sedang kita kembangkan adalah budaya yang bercirikan Bhinneka Tunggal Ika dengan pengertian bahwa Kebhinnekaan budaya dihormati dan dijamin. Selain unsur budaya-budaya etnis, didalamnya terdapat pula unsur-unsur budaya yang supraetnis, yaitu hasil ciptaan bangsa Indonesia dalam menjawab tuntutan kehidupan bangsa Indonesia secara keseluruhan.Unsur-unsur budaya yang supraetnis berasal dari unsur-unsur budaya etnis setelah diberi warna dan muatan nasional sehingga daya cakupnya lebih luas dari daya cakup unsur-unsur atau budaya-budaya etnis. Selain itu unsur-unsur budaya supraetnis dapat berasal dari budaya-budaya lain sehingga dapat membantu terciptanya budaya baru modern indonesia. Unsur-unsur budaya yang supraetnis akan memberikan daya perekat (integratif) sehingga budaya nasional Indonesia yang suraetnis itu benar-benar menjamin dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan di antara seluruh rakyat Indonesia.
Di dalam budaya yang supraetnis demikian, setiap warga negara Indonesia akan merasa memiliki dan berada di rumah sendiri., terlepas dari latar belakang ras, etnis, budaya, golongan, dan agamanya. Mereka juga akam memiliki pemikiran bahwa warga negara Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang sama, yang berarti adalah ciri khas sistem demokrasi. Tanpa adanya hak dan kesempatan untuk berperan-serta dalam menentukan kebijakan-kebijakan dan melaksanakan pembangunan dan juga menikmati hasil-hasil secara adil, rasa solidaritas, persatuan, dan kesatuan yang merupakan salah satu persyaratan penting dari suatu budaya, maka budaya nasional yang supraetnis yang akan kita kembangkan tidak akan pernah tercapai.
Pengembangan budaya yang kita lakukan mempunyai dimensi ke dalam yang tujuannya memperkokoh dan meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa. Dimensi ke luarnya bertujuan untuk memekarkan budaya Indonesia menjadi budaya modern yang sanggup menanggapi tuntutan era globalisasi demi eksistensi bangsa Indonesia dan demi kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin seluruh rakyat Indonesia sesuai amanat Pancasila.
IV.ii Saran
Kelompok kami berharap supaya Indonesia tidak terpecahbelah atau tetap bersatu kita sebagai rakyat Indonesia harus lebih mencintai negeri kita sendiri dengan cara mengasah pengetahian kita tentang kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia, dengan membeli produk-produk dalam negeri, dan dengan mempelajari bahasa-bahasa daerah supaya kita bisa melestarikan kebudayaan hingga akhir zaman nanti dan agar kita tetap bersatu menjadi negara yang tidak mudah dihasut oleh apapun dan siapa pun juga.
Langganan:
Postingan (Atom)